Chapter 12

865 21 0
                                    

"Ellia, kau tidak sendiri. Kau punya Emily, keluarga Fredy, dan sekarang kau punya aku." Anders tersenyum lembut, tangannya masih menggenggam tangan Ellia.

"Kalau kau butuh sesuatu, katakan padaku. Aku akan selalu siap untuk membantumu. Kau wanita yang kuat, kau mampu menjalani semua ini," ucapnya. 

Sebenarnya Anders ingin terus terang pada Ellia tentang apa yang sudah dilakukannya dulu. Tapi ia takut, Ellia malah membencinya nanti. Mengingat apa yang sudah dialami Ellia selama ini, akan sangat mudah untuk membuat Ellia membencinya.

"Terima kasih Anders..." Ellia membalas senyumnya.

"Tak perlu sungkan Ellia, bukankah kita teman?" tanya Anders, satu alisnya terangkat. Matanya menatap lekat Ellia.

"Teman? Aku tidak ingat kita pernah berteman." Ellia mengerutkan keningnya.

"Ya sudah kalau begitu, kita berteman mulai hari ini," sahut Anders.

Keduanya tertawa, namun sesaat kemudian mereka tersadar tangan mereka yang masih saling menggenggam.

"Ehm!" Anders melepaskan genggamannya. Lelaki itu tampak salah tingkah. Begitu pun dengan Ellia.

"Sudah malam, sebaiknya aku pulang." Anders hendak bangkit dari duduknya.

"Habiskan dulu kopinya." Cegah Ellia.

"Akh, ya. Aku lupa." Anders menegak habis kopi yang sudah tidak panas itu. Kemudian beranjak dari duduknya.

"Apa kau akan lama menetap di kota ini?" tanya Ellia, ia ikut bangun dari duduknya.

"Entahlah, aku juga memiliki perusahaan di kota lain yang tak mungkin terus aku tinggalkan," jawab Anders. Ellia hanya mengangguk-anggukan kepalanya.

"Jangan sedih, aku akan selalu menyempatkan waktu untuk mengunjungimu." Suara Anders terdengar seperti meledek.

Ellia menautkan kedua alisnya, "Hei, aku tidak sedih. Kau mau kembali ke kota asalmu sekarang pun tak masalah bagiku," elaknya.

"Benarkah?" Anders menatap dalam mata cokelat itu, membuat Ellia seakan terhanyut. Keduanya terdiam. Dan perlahan wajah Anders mendekat. Ellia masih terdiam saat wajah Anders kian dekat.

Namun kemudian Ellia tersadar, saat jarak di antara keduanya hanya tersisa dua centi saja.

"Dasar playboy!" seru Ellia. Ia mundur beberapa langkah. Sedangkan Anders malah tertawa.

"Hei, aku bukan playboy." Protes Anders.

"Masih saja menyangkal, sebaiknya kau segera pulang. Kalau tidak, nanti sekretaris Jeff akan menyusulmu." Ellia mengibaskan tangannya.

"Baiklah, aku pulang."

"Hati-hati di jalan. Jangan sampai kau melamun lagi, dan berakhir di klinik." Ledek Ellia.

"Hei, kejadian itu sudah lewat. Lagipula kau pasti akan menolongku lagi," sahut Anders.

"Percaya diri sekali." Timpal Ellia.

Dan keduanya pun kembali tertawa. Anders kemudian pamit dari sana karena malam semakin larut.

*****

Keesokan harinya.

"Mama! Mama! Lihatlah!" Emily menunjukkan sesuatu pada Ellia, gadis kecil itu baru saja pulang sekolah.

"Wow, kau dapat nilai sempurna?" Ellia melihat kertas tugas Emily, yang di sana tampak mendapat nilai seratus.

"Iya, Mama. Apa Mama tahu, hanya aku di kelas yang mendapat nilai seratus?" ujar Emily dengan bangga.

"Benarkah?"

Ellia I'm SorryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang