Bab 6 : I'm Furious

5.1K 691 116
                                    

Tara menelan ludah. Matanya memandang ke arah Kafi yang begitu menyeramkan, ia menjelaskan semuanya dengan cepat dan gemetar. Tentang siapa itu Randy, tentang maksud dan tujuannya pergi ke pameran itu.

"Randy diundang jadi salah satu featured artist di pameran yang bakalan ada di Museum Harimau. Hari ini, mereka ada lunch, ngundang tamu-tamu dan beberapa media. Lalu ada auction untuk karya-karya yang nantinya akan disumbangkan. Begitu."

Kafi jelas mengerutkan dahi, memutar bola mata, dan memberikan mimik sebal yang membuat siapa saja merinding. Tidak terkecuali, Tara.

Jantungnya berdegup kencang. Tangannya dingin saat menunggu Kafi merespon ucapannya. Tara mencoba menarik napas, menjaga ritme pompaan darahnya yang semakin lama semakin cepat.

Dari sudut matanya, Tara tahu. Kafi masih berusaha mencerna, atau setidaknya, berusaha untuk mengurangi emosinya. Wajah marahnya menunjukan bahwa Kafi tidak suka.

"Kenapa kamu nggak kasih tahu aku lebih awal?" tanya Kafi melembutkan nada. Tara tahu, Kafi sudah berusaha keras untuk menjaga sikapnya.

Tara sering menyaksikan bagaimana cara Kafi marah. Bentakannya kasar, auranya mencekam, dan apa yang ia lakukan sering kali membuat siapapun bergidik ngeri. Dia begitu dominan dan berdarah dingin bersamaan. Kelakuannya acap kali dilakukan dengan logika dengan cara secepat mungkin. Apa itu hati nurani? Apa itu empati?

Tetapi ketika bersama Tara, semua itu terasa berbeda. Dan Tara merasakannya. Tara benar-benar tahu sebesar apa rasa cinta Kafi untuknya. Rasanya memang indah. Tetapi, ada kalanya, sangking besarnya, cinta itu jadi terasa menekan.

"Kamu seharusnya bisa ngasih tahu aku beberapa hari sebelum ini. Ini nggak mungkin rencana mendadak, kan? Masa tiba-tiba dia masuk ke pameran itu? Masa pamerannya langsung jadi hari ini?" Kafi memberedel lagi.

Tara tak berkutik. Ia memang sengaja tidak memberitahu Kafi lantaran kelakukan lelaki itu yang sering kali impulsif dan posesif kalau sudah menyangkut Tara. Sesuatu yang manis, tetapi, kalau berlebihan, rasanya, jadi membuat sesak.

"Memangnya kenapa? Kamu cemburu?" tanya Tara balik.

Kafi menggeleng. "Aku khawatir, bukan cemburu."

Tara mendesis pelan. Malas mendebat. "Udah lah, Mas. Ada Jelita, kok."

"Ada Jelita?" Kafi semakin menaikan nada. "Berarti artinya, dia tahu? Terus, kenapa Jelita nggak kasih tahu aku?"

Tara semakin menghela napas keras-keras. She knew. Alasan Kafi meletakan Tara di dalam Kreasa bukan hanya agar bisa 'dijaga' tetapi juga bisa diawasi.

"Aku bilang Jelita supaya nggak kasih tahu Mas Kafi."

"Tara..." Kafi memanggil dengan nada heran.

Lagi, Tara sudah hilang hitungan berapa kali ia menghela napas. Perempuan itu menatap ke arah jendela. Membuang wajahnya dari Kafi. "Aku... aku nggak mau kamu ngikutin aku lagi," aku Tara dengan takut-takut.

Ketika Tara mengeluarkan kalimat itu, mata Kafi membelalak. "Apa kata kamu?"

"Mas Kafi selalu sengaja ngikutin aku. Pura-pura ketemu sama aku, lalu ngawasin aku." Tara mencoba menjelaskan. "Udah berulang kali aku bilang sama kamu, aku nggak mau, Mas."

"Tapi itu nggak senga—"

"Nggak sengaja? Mas Kafi mau bilang nggak sengaja?" Tara memotong sambil mengambil napas. "Mas Kafi masih mau bohong?"

"Tara..."

"You pulled up some strings to be at every event that I attended." Tara menaikan nada dan menggelengkan kepala tak habis pikir. "Every fucking event, Mas!"

FOREVER YOURS REGARDLESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang