28. Confrontation

3.5K 587 50
                                    

"Sayang!" Suara manja Kafi terdengar saat Tara memasuk mobil.

Tara mengulum senyum. Ia menatap ke arah Kafi yang sepertinya tidak melakukan apapun hari ini kecuali ngopi cantik—atau ganteng—dengan partner bisnisnya. Lelaki itu terlihat santai dengan jaket denim dan kaos abu-abunya.

Tara menarik napas. Menatap ke arah jendela yang menampilkan mobil-mobil yang berlalu lalang. Kemacetan ibu kota di jam pulang kerja memang cukup menyiksa. Tara melirik ke arah supir yang berada di depan lalu Kafi yang duduk di sebelahnya dengan iPad di tangan.

Kalimat Ratih mengawang-awang di kepala Tara. Perempuan itu menolehkan wajah kembali. Menarik napas untuk mentralkan pikirannya.

Sejauh apakah omongan Ratih bisa dipercaya? Apa benar Kafi memjegal Randy? Apa benar juga Kafi melobi Ajeng untuk Tara mendapatkan kesempatan itu?

"Diem aja, sih?" goda Kafi. "Kamu kenapa? Biasanya bawel banget!"

Tara menggeleng pelan. "Bukan apa-apa. Lagi banyak pikiran aja."

"Hm? Kenapa?"

Tara lagi-lagi menggeleng. "Nggak. Nggak apa-apa."

"Oh, oke..." Kafi berkata lalu menyentuh kantong kertas di dekatnya. "Tadi, aku udah beliin pesenan kamu buat makan malam."

Tara mengangguk pelan. Ia sekarang sudah tak berselera makan. Rasanya, ia tak berselera untuk berbuat apapun. Ia ingin tidur saja.

Tak ada pembicaraan setelahnya. Keduanya sama-sama membisu hingga sampai ke apartemen. Tara meletakan sepatunya di laci sebelum berjalan langsung ke arah kamar. Ia benar-benar butuh berendam—atau apapun—untuk menenangkan pikirannya. Melihat Kafi dan gelagatnya terasa tak lagi sama.

"Sayang, kamu nggak mau makan dulu?"

Tara hanya terpekur. Ia mengambil napas. Membalik tubuh sambil mengangguk pelan saat Kafi sudah membuka kotak-kotak kemasan makanan dari tas kertas yang ia bawa.

Tara mendekat. Ia duduk di hadapan Kafi.

"Makananmu mau aku panasin dulu di microwave?" tawar Kafi.

Tara lagi-lagi mengangguk tanpa suara. Ia membiarkan Kafi mengambil makanannya yang masih di dalam thin wall tahan microwave. Lelaki itu memasukan kotak tersebut ke dalam alat. Terdengar bunyi beep beberapa kali sebelum suara mesin menyala terdengar.

Tara memejamkan mata. Ia bingung harus mulai bicara dari mana. Rasanya, semua jadi serba salah.

"Oh, ya... aku rencananya mau ke Kalimantan, ada proyek. Kamu mau ikut? Sebentar palingan seminggu." Kafi berucap sambil berdiri di depan microwave. "Di sana nggak ada apa-apa, sih. Cuma tanah kosong. Tapi, ya, kamu ikut aja. Soalnya ada Nadya, kan?"

Tiba-tiba, dari belakang, Tara merasakn Kafi mengulurkan tangan untuk memeluk tubuhnya. "Aku denger kamu ada proyek lagi bulan depan?" tanya Kafi sambil membelai lembut lengan kekasihnya. "Syuting di Jepang, katanya. Nanti aku sesuaikan biar nggak bentrok sama kamu."

Tara mendongak. Untuk pertama kalinya, ia menyipitkan mata. "Mas Kafi, tahu dari mana?"

Kafi mendengung pelan. "Hm?"

"Aku belum cerita sama Mas Kafi." Tara berkata lagi.

Beberapa hari lalu, Tara memang mendapatkan kabar bahwa dirinya ditawari proyek film yang akan melakukan syuting di Jepang selama beberapa minggu. Tetapi, Tara belum benar-benar mengiyakan penawaran itu.

"Mas kafi..." panggil Tara. Wajahnya seolah meminta penjelasan.

Kafi diam.

Ia menatap ke arah lain. Sementara, Tara mengambil dan menghembus napas dengan kasar. "Mas Kafi tahu dari mana?" Tara melepas dekapan Kafi. Ia berdiri, kini mereka berhadapan. Matanya menatap Kafi lekat-lekat.

FOREVER YOURS REGARDLESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang