18. Visit You

3.9K 600 54
                                    

"Mas Kaivan!" Tara melambaikan tangan dengan ceria saat melihat sosok lelaki bertubuh jangkung yang datang ke arahnya. Lobi perkantoran yang ramai seolah tak peduli dengan kehadirannya. Ada beberapa yang memang mencuri pandang, tetapi langsung menengok ke arah lain saat melihat Kaivan menghampiri Tara.

Kaivan dengan gaya dinginnya menghampiri Tara. Matanya menangkap gelagat Tara yang ceria tanpa beban lalu memandang ke sekelilingnya.

"Maaf ya, aku jadi chat Mas Kai, soalnya, Mas Kafi nggak bisa dihubungin." Tara berkata lagi. "Sementara, tadi kata resepsionis di sana, aku nggak bisa ketemu Mas Kafi kalau nggak ada janji."

Kaivan tersenyum kecil. Ia membalik tubuh, mengisyaratkan Tara mengikutinya. "Memang begitu prosedurnya, Tar. Di sini lumayan ketat."

Tara hanya mengangguk-anggukan kepala sementara, kakinya mengikuti Kafi melewati pintu yang membutuhkan kartu akses lalu berdiri di depan lift VIP. Tara lagi-lagi merasakan semua orang memandang ke arahnya namun begitu melihat Kaivan, orang-orang itu lagi-lagi ciut.

"Muka lo ceria banget kayaknya habis go public," ejek Kaivan sadar sedang ditatapi oleh  semua orang di sekitar. "Udah nggak takut main ke sini?"

"Huh!" Tara menyenggol Kaivan pelan, membuat adik laki-laki dari pacarnya itu pura-pura mengaduh. "Rese!"

Tara memajukan bibir. Memang, selama ini, Tara nyaris tidak pernah ke kantor Kafi. Kalaupun ke kantor Kafi pun, ia akan mengenakan masker dan topi untuk menutupi identitas dirinya.

Pintu lift terbuka tak lama sesudahnya, Kaivan mengulurkan tangan, mempersilahkan Tara untuk masuk sebelum ia mengikuti di belakang. Setelahnya, Kaivan menekan angka paling tertinggi di lift itu.

"Mas Kafi lagi sibuk, ya?" tanya Tara lagi. Ia merapikan pakaiannya. Di tangannya tampak tas kertas warna cokelat dengan logo—yang Kaivan yakin—merupakai merek kedai kopi.

"Lagi meeting, sih," jawab Kaivan—seperti biasa—singkat dan padat.

"Oh..." Tara mengangguk-angguk kecil.

"Tapi, harusnya udah kelar, sih." Kaivan melirik jam tangan.

"Kok Mas Kai nggak ikut?"

"Ikut apa?"

"Meeting."

Kaivan mengulum senyum. Setelah perdebatan alot dengan Kafi tadi, ia memutuskan untuk tidak ikut dalam rapat tadi. Ia sudah malas. Terserah apa yang mau Kafi lakukan. Toh bagiannya berada di Bimarya-Pangestu Foundation, bukan di proyek entah apa namanya itu.

"Jadi, lo mau makan siang bareng Mas Kafi nih ceritanya?" tanya Kaivan lagi tanpa memedulikan pertanyaan Tara sebelumnya.

Dengan pias malu dan wajah merona, Tara mengangguk. "Aku nggak pernah lunch bareng Mas Kafi di jam kerja kayak gini."

Kaivan hanya menghembuskan napas dengan senyum geli. She was so precious. Kaivan mengerti kenapa kakaknya secinta itu dengan perempuan satu ini. Dia terlalu mudah untuk dicintai.

Bukan... Kaivan bukan dan tidak ingin mengemban gelar Ipar Adalah Maut, kok! Kaivan hanya kagum, bagaimana perempuan seperti Tara bisa memikat Kafi yang—sejujurnya—seperti tidak punya hati dan empati.

Suara denting menandakan mereka sudah berada di lantai tujuan. Dengan perlahan, Kaivan mengantarkan Tara menyusuri lorong sepi di lantai tempat direksi berada tersebut hingga berhenti di satu ruangan dengan pintu kayu besar di depan mereka. Seorang wanita berambut pendek duduk di meja depan, menatap Kaivan dan Tara bergantian dengan kaget.

"Pak Kafi di dalam, kan?" Kaivan bertanya pada perempuan itu.

Perempuan tersebut mengangguk. "Baru saja selesai meeting," ucapnya sebelum berdiri dan mengetuk pintu ruangan Kafi.

FOREVER YOURS REGARDLESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang