Bab 8 : The Pictures of You

4.2K 665 77
                                    

"Makasih, Pak. Nanti aku kabarin kalau mau pulang." Tara berucap sambil memeluk buket bunga matahari dan turun dari mobil. Seorang lelaki paruh baya di kursi pengemudi mobil sedan hitam mengangguk sambil berlalu, meninggalkan Tara yang kini berada di lobi gedung perkantoran yang memiliki museum di salah satu lantainya.

Tara tersenyum saat melihat Jelita yang melambaikan tangan dengan wajah semringah. Mata Jelita memerhatikan Tara dari atas sampai bawah dengan pandangan jahil.

"Apa?" tanya Tara cepat saat sudah mendekati Jelita.

"Ketutup banget tuh baju, habis ditandain, ya?"

Mendengar itu, Tara langsung memutar bola mata. Jelita paling tahu kebiasaannya—dan Kafi—kalau sudah bercinta. Pasalnya, Jelita yang berkali-kali harus direpotkan karena ulah Kafi yang seenaknya.

Kali ini, karena ulah Kafi, Tara memilih mengenakan knit dress selutut tanpa lengan dengan turtle neck warna abu tua. Ia menggerai rambutnya dan memberikan aksen gelombang di bagian bawah.

Keduanya berjalan bersisian sambil masuk ke dalam lift. Menekan lantai mezanine, lift tersebut kemudian membawa mereka ke museum yang dituju.

Tara tidak mengerti seni. Sejujurnya, ia tidak mengerti apa arti dari lukisan abstrak bernilai milyaran rupiah yang terpajang di salah satu sudut koleksi. Ia juga tidak mengerti kenapa satu karya dan lainnya berbeda. Walaupun Kaivan—si paling nyeni dari keluarga Pangestu sekaligus adik dari Kafi—sudah beberapa kali menjelaskan pada Tara, rasanya otak Tara tetap tidak bisa memproses.

"Tara..." panggil suara berat membuat Tara menoleh.

Ia melihat Randy, dalam setelan jas three-piece suit yang membuat siapapun menoleh. Senyum lelaki itu terkembang dengan langkah yakin dan penuh percaya diri.

"Hai," ucap Tara canggung. Sejak kejadian kemarin, rasanya, ia ingin muntah saja melihat Randy.

"Baru datang? Kok nggak ngabarin?"

Tara mendesah pelan. Malas meladeni basa-basi itu. "Oh, ya... maaf." Ia berkata asal.

Randy lagi-lagi menyungging senyum, ia mengulurkan tangannya. "Acaranya sebentar lagi bakalan dimulai, ayo, gue anter ke hall."

Tara melihat ke sekeliling. Menatap orang-orang yang mungkin melihat mereka. Ia kemudian meliri ke arah Jelita yang cuma bisa menghela napas melihat sikap Randy.

"Right..." Tara dengan ogah-ogahan membalas uluran tangan Randy yang langsung menariknya bersisian. Lagi, Tara memerhatikan semua orang di area itu.

Ia meringis kecil. Ada berbagai alasan kenapa Tara tidak ingin Kafi datang dan ini salah satunya. Pekerjaan yang ia lakoni di dunia hiburan memaksanya untuk berakting bahkan di belakang kamera. Ia harus memasang wajah dan ekspresi kagum pada Randy ketika sudah muak setengah mati. Ia harus rela bergandengan tangan dengan lelaki lain ketika di satu sisi, ia ingin menghambur pada Kafi.

Tetapi, hal yang paling menyiksa Tara adalah ketika Kafi memerhatikannya dengan terluka. Wajah itu membuat Tara tak bisa bernapas. Di hadapan Tara, ada wajah sedih yang bercampur dengan geram setiap kali melihat seorang laki-laki dekat dengannya. Dan yang bisa Tara rasakan hanya perasaan bersalah yang merayap tak henti-henti. Bahkan, membayangkan kembali saja membuat Tara sesak.

Tara mengulum bibir sambil duduk di salah satu meja bundar bersisian dengan Randy dan Jelita. Beberapa tamu lain tampak mulai menduduki tempat masing-masing. Tara menegakkan tubuh ketika acara dimulai.

Seorang perempuan berdiri dengan anggun di atas podium. Ia memberikan satu patah dua patah kata terkait rasa syukurnya karena acara ini bisa diselenggarakan. Tara tidak terlalu memperhatikan apa yang perempuan itu bicarakan hingga, "Saya juga kedatangan seseorang lainnya yang menjadi pemrakarsa acara hari ini, ada Bapak Kaivan Banyu Pangestu dari Bimarya-Pangestu Foundation."

FOREVER YOURS REGARDLESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang