31. The Agenda

4.7K 617 73
                                    

Tara melangkahkan kakinya ke unit apartemen yang biasa ia tempati. Biasanya, setelah syuting yang panjang dan melelahkan, ia akan menemukan Kafi yang berdiri di foyer dan menyambutnya dengan sebuket bunga mawar. Lalu, akan hidangan makan malam kesukaan Tara dan air hangat dalam bak yang beraroma begitu wangi dari bubble bath kesukaannya ditambah lilin aromaterapi yang membuatnya rileks sebelum mereka memadu kasih dan melepas rindu.

Tetapi kini, apartemen itu sepi. Lantainya terasa begitu dingin. Ruangan itu begitu gelap. Tidak ada kehangatan, tidak ada tanda kehidupan.

Tara meraba dinding, menyalakan lampu di apartemen itu. Berharap ia bisa melihat Kafi, walau ia tahu hasilnya nihil.

Barang-barang Kafi masih lengkap di rumah itu. Pakaiannya masih ada di dalam lemari dan di keranjang setrika dari bibi yang mengurus rumah. Memasuki kamar, Tara bahkan masih bisa melihat kaos usang yang Kafi sering kenakan masih bertengger di tangan sofa. Kaos yang belum sempat Tara cuci sejak hari Kafi memutuskan pergi dari rumah terkait masa jeda mereka.

Tara menghela napas pelan. Niatnya adalah meng-unpack barang-barangnya dari koper dan memasukannya ke lemari. Tetapi ketika membuka koper, ia malah menemukan beberapa jam tangan kesayangan lelaki itu juga masih tertata rapi di lemari. Kafi benar-benar pergi tanpa membawa apapun.

Suara dering ponsel membuat Tara terlonjak. Ia merogoh saku. Matanya menemukan nama Kaivan di layar ponsel. Segurat kekecewaan muncul. Mungkin, karena sebenarnya, diam-diam, Tara mengharapkan Kafi yang menelepon.

"Halo, Tar, udah sampe?" tanya Kaivan begitu Tara mengangkat telepon. "Maaf tadi aku nggak bisa jemput."

"Udah, Mas. Nggak apa-apa, kok." Tara berkata ringan. "Mas Kaivan nggak usah jemput, kan emang bukan tanggung jawab Mas Kaivan."

Kaivan mendengung di seberang. "Kak Kafi nitipin lo ke gue. Jadi, gue harus ngejagain lo. Seenggaknya ya, sampai lo ketemu orang yang bisa ngejagain lo lagi."

Tara mendengkus. Bertemu dengan orang yang bisa menjaganya lagi. Ia tahu betul maksud Kaivan—atau Kafi. Tetapi, rasanya, tidak akan ada yang bisa menjaga Tara seperti bagaimana Kafi menjaganya.

"Aku masih nggak paham kenapa Mas Kafi seceroboh itu." Tara masih keheranan. "I knew him to know that he wasn't that reckless guy."

"Dia nggak ceroboh. Cuma apes." Kaivan berdecak. Ia terdengar tidak suka. "Danny Chow sedang mendapatkan proyek lain dengan pemerintah. Dan proyeknya jauh lebih besar. Untuk itu, dia menumbalkan anaknya. Yah, nggak ditumbalkan, sih. Sebenarnya cuma ditahan satu dua hari, itupun di tempat spesial, lalu sok-sok datang ke pengadilan dan pura-pura dijatuhi hukuman lalu bebas keluyuran di Singapura. This was for media play only."

Tara menarik napas. "Terus, kenapa Mas Kafi ikutan kena?"

"Ya, dia apes aja! Lagi ada tender sama Nadya."

Erangan lolos dari mulut Tara. Brengsek.

"Sebenarnya belum ada berita soal Kak Kafi, kan? Cuma satu kali dibahas kalau Kak Kafi dan perusahaan kami sedang bekerja sama dengan Nadya. Selain karena tim PR dan pengacara kami sudah lebih dulu ke sana, alasan lainnya, ya, mereka juga nggak berani sama kami." Kaivan terdengar tidak senang. "Tapi, bukan artinya Kak Kafi bisa begitu aja 'bebas', kita butuh stay low agar tidak terbawa-bawa permainan mereka."

"Dan itu artinya, Mas Kafi harus... pergi?"

Kaivan menggumam tetap Tara bisa membayangkan anak tengah Pangestu itu mengangguk. "Jadi, kalau tiba-tiba Kak Kafi diseret, dia juga nggak bisa 'ditangkap', gitu."

"Ditangkap?"

"Ya, awalnya dijadiin saksi, terus nanti baru deh dinaikin levelnya. Klasik!" Kaivan berucap sinis.

FOREVER YOURS REGARDLESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang