13. A Chocolate for Two

4.6K 672 42
                                    

Kafi melempar tubuh di kursi belakang mobil sedan miliknya yang terparkir di depan studio tempat Tara syuting tadi. Sang puan berada di sebelah Kafi sementara mobil mulai melaju dengan supir mereka di depan. Wajah lelaki itu masih tampak gusar. Menandakan marahnya belum reda juga.

"Mas Kafi kok bisa tiba-tiba jemput?" Tara melirik ke arah sopirnya yang pura-pura bodoh saat ini. Tadi, ketika ia di-drop, si sopir bilang, ada urusan sebentar. Jadi, Tara hanya memberi tahu bahwa ia bisa dijemput lagi jam satu.

Kafi melengos sambil menghela napas pelan. "Aku mau ajakin kamu makan di Basque. Tapi, aku jadi nggak selera."

Basque merujuk pada Basque Bar De Tapas, sebuah restoran masakan Spanyol kesukaan Kafi yang terletak di biilangan Kuningan. Sudah sejak kemarin Kafi ingin menyantap sepiring besar paella seafood. Sekarang, rasanya, ia jadi tidak bernafsu sama sekali.

Tara menengok. "Mas..."

"Pulang aja, deh!" Kafi berucap sebal pada sopir yang menganguk.

Tangan Kafi merogoh saku. Mengambil ponselnya dengan wajah dingin saat mobil mulai melaju. Mimik serius itu mengundang rasa penasaran Tara. Mimik serius yang jelas tidak pada tempatnya, karena dipenuhi amarah yang menggebu.

"Mas..."

Tak ada jawaban.

"Mas..."

Lagi, Kafi diam.

"Mas...!"

Kafi akhirnya menengok. Alisnya terangkat satu. Wajahnya masih tampak tidak suka.

"Mas... whatever you are planning to do, please don't." Tara buru-buru menepis ponsel Kafi. Menggelengkan kepalanya sambil mengambil ponsel itu dan meletakan di sisi lain.

Tara tahu apa yang bisa Kafi lakukan. Tangan Kafi terlalu penuh darah. Kegiatan kriminal sudah jadi makanan lelaki itu sehari-hari. Sudah tak tahu berapa banyak nyawa yang hilang dibuatnya.

Tara sadar, Kafi bukan orang baik. Dia tidak pernah jadi orang baik berhati malaikat seperti yang ia tampakkan di depan Tara. He was cruel. He was ruthless. Dia cuma baik pada keluarganya dan... Tara.

Ya, hanya Tara. atau, entahlah!

Tetapi, bicara keluarga, Tara bahkan pernah mendengar bahwa Kafi membunuh dua anggota keluarganya—Rosa dan Rita yang merupakan ibu tiri dan adik Erin, katanya. Yang gosipnya, hal itu terjadi karena Rita—adik tiri Erin tersebut—membuat Erin celaka hingga keguguran. Pasalnya, Rosa dan Rita hilang begitu saja setelah kejadian tersebut.

Tara tidak tahu apakah itu benar terjadi atau tidak. Ia tidak berani menanyakannya pada siapapun.

Oh, Tara pernah sekali menanyakan hal itu pada Kaivan. Tetapi, Kaivan malah menjawab, "Ada hal yang sebaiknya nggak perlu lo tahu, Tar. Karena kalau lo tahu, bisa bahaya buat diri lo sendiri."

Tara ingat betapa seriusnya nada Kaivan saat mengucapkan hal itu. Membuat Tara bergetar dan takut setengah mati.

Bagaimana mungkin, seorang lelaki yang begitu lembut di hadapannya itu bisa membunuh saat keinginannya tidak tercapai? Rasanya, mustahil seorang lelaki sebaik Kafi bahkan bisa jadi dalang dari sebuah aksi pembunuhan.

Hingga, Tara memergoki Kafi nyaris membunuh Marco. Walau tidak memberikan bukti kuat terkait keterlibatannya pada kasus yang lain, semua yang di hadapan Tara cukup jadi bukti nyata bagaimana Kafi bisa sangat berbahaya. Sangat amat berbahaya.

"Sayang, please..." ucap Tara memohon. "Jangan, ya?"

"Tara..." Kafi menarik napas. Ia menggelengkan kepala. "Nggak, ya! Aku nggak bisa ngebiarin kamu digituin."

FOREVER YOURS REGARDLESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang