2

915 54 0
                                    


Saka berdiri di sudut ruangan, mengamati acara dengan rasa sakit yang tak tertahankan. Cahaya lampu kristal memantulkan kilauan yang menambah kemewahan di ruangan itu, tetapi bagi Saka, semua itu hanya menjadi latar belakang dari kesepian dan penolakan yang ia rasakan.

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Saat acara mencapai puncaknya, MC mengundang Aldeon Dirgantara ke panggung. "Para hadirin sekalian, kita sekarang sampai di momen yang sangat spesial. Keluarga Dirgantara telah menjadi simbol keberhasilan dan prestasi dalam berbagai bidang, dan hari ini kita akan menyaksikan salah satu dari generasi penerus mereka."

"Mari kita sambut Aldeon Dirgantara, cucu pertama serta penerus dari keluarga Dirgantara. Dengan segala pencapaian dan dedikasinya, Aldeon adalah sosok yang dipercaya untuk meneruskan warisan keluarga ini. Aldeon, silakan maju ke panggung." Deon melangkah ke panggung, diiringi tepuk tangan meriah dari para tamu.

"Terima kasih atas sambutannya. Saya merasa sangat terhormat dapat menjadi bagian dari keluarga ini dan siap untuk melanjutkan tradisi serta menjalankan tanggung jawab yang diberikan kepada saya. Semoga saya dapat membawa keluarga Dirgantara ke arah yang lebih baik dan terus memberikan kontribusi positif." Tuan Dinata Dirgantara memandang putranya dengan tatapan bangga, seolah seluruh dunia berada di tangannya.

"Kami yakin Aldeon akan membawa nama Dirgantara lebih jauh lagi. Mari kita berikan dukungan penuh untuknya!" Ucap MC

Tak lama kemudian, acara perkenalan selesai dan tuan rumah mempersilahkan para tamu untuk mencicipi hidangan yang telah disediakan.

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Seorang pelayan mendekati Saka dengan ekspresi sinis, “Malam ini benar-benar malam yang gemilang bagi keluarga dirgantara bukan? Tapi sayangnya, kamu hanya berada di belakang panggung, seperti biasanya.”

Saka hanya bisa menunduk, menahan air mata yang kembali menetes. Ia tahu bahwa tidak ada yang bisa mengubah keadaan saat ini. Namun, rasa sakit yang dirasakannya tetap mendalam.

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Dinata dan Rosa menyapa tamu yang hadir. Mereka berbicara dengan tamu-tamu terhormat dan tersenyum ramah. Hingga salah satu rekan kerja keluarga Dirgantara, Pak Arjuna, tidak sengaja melirik ke arah Saka dan bertanya kepada keluarga Dirgantara yang sedang berkumpul.

"Maaf, saya penasaran, siapa anak muda di sudut ruangan itu? Wajahnya mirip sekali dengan perpaduan Bapak dan Ibu. Apakah dia salah satu anggota keluarga juga?" Kata Pak Arjuna

Keluarga Dirgantara yang mendengar pertanyaan itu langsung merasa gugup. Wajah mereka berubah, dan mereka saling bertukar pandang dalam kebingungan dan kecemasan. Rosa yang merasa tertekan, akhirnya berkata dengan suara cemas. "Oh, dia? Dia.. dia..dia adalah salah satu anak pembantu di mansion ini." Tuturnya dengan gugup.

Jawaban itu langsung membuat suasana menjadi canggung. Arjuna dan tamu lainnya yang mendengar itu kurang yakin dengan jawaban yang diberikan rosa. Para tamu undangan mulai berbisik-bisik tentang siapa saka ini? Kenapa begitu mirip dengan tuan Dinata dan rosa? Beberapa pertanyaan mulai muncul di benak mereka.

Saka yang berada di sudut ruangan mendengar kata-kata itu. Tubuhnya bergetar mendengar pengakuan yang begitu menyakitkan dari wanita yang sangat ia hormati dan ia sayangi, wanita yang ia sebut bunda itu. Rasa sakit dan kesedihan menyelimuti dirinya, dan tanpa berkata sepatah kata pun, Saka memutuskan untuk pergi dari ruangan.

Beberapa jam kemudian, acara selesai, dan keluarga besar Dirgantara berkumpul di ruang rapat keluarga. Mereka merasa marah dan frustasi. Saka, yang baru saja kembali ke mansion, dipanggil untuk menghadap.

Plak

Plak

Suara tamparan nyaring terdengar di ruangan itu.

Saka memegang kedua pipinya yang terkena tamparan dari wijaya kakeknya.

"Saka, kau tahu apa yang telah kau lakukan? Kau telah mempermalukan keluarga kami!". Kata Tuan Wijaya dengan amarah yang menggebu.

"Aku tidak mengerti, kakek. Aku hanya berdiri di sana." Kata saka masih memegang pipinya yang terkena tamparan.

"Kau sudah mendengar apa yang dikatakan orang-orang tadi. Kini, kau membuat kami terpojok. Kau membuatku tambah membenci mu. Ikut aku, kau harus dihukum." Kata tuan Wijaya menarik pergelangan tangan saka dengan kuat, hingga membuat saka hampir terjatuh.

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Saka merasa tubuhnya bergetar, tetapi dia tidak dapat melawan. Mereka menguncinya di sebuah gudang kecil yang kotor dan kumuh di belakang mansion. Saka merasakan udara dingin dan bau busuk dari gudang itu. Sebelum dikurung, Saka juga mengalami penyiksaan ringan dari para bodyguard yang setia kepada keluarga Dirgantara. Ketika pintu gudang dikunci, Saka duduk terkulai di sudut, menangis dalam kesedihan yang mendalam.

Beberapa hari kemudian, Saka masih berada dalam kondisi yang sangat buruk. Kondisi ini menyebabkan dia berpikir dalam-dalam tentang masa depannya dan hubungan dengan keluarganya. Namun, tidak ada yang tahu seberapa besar rasa sakit emosional yang dia alami, dan bagaimana kebenaran yang tersembunyi akan mempengaruhi keluarganya ke depan.

Kebenaran mengenai status Saka dan alasan di balik perlakuan tersebut masih menjadi misteri, dan bagaimana akhirnya mereka akan menghadapi masalah ini adalah sesuatu yang hanya waktu yang akan memberitahukan. Untuk saat ini, Saka tetap terjebak dalam kesedihan dan rasa sakit yang mendalam, dan masa depan tampaknya tidak pasti baginya.

.
.
.
.
.
.
.
.

Tbc

Jangan lupa tekan bintang dan komen yaa

Arsaka DirgantaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang