9

836 37 0
                                    

Di ruangan tempat Saka dirawat, suasana tegang menyelimuti. Sudah dua hari berlalu sejak Saka dinyatakan koma, dan kini saatnya untuk mengetahui hasil pemeriksaannya.

Febi menunggu di ruang dokter Andi dengan penuh harap dan cemas. Meskipun Saka meminta kepada dokter andi agar kondisinya tidak diberitahukan kepada Febi, dokter Andi merasa bahwa Febi berhak tahu.

Dokter Andi menatap Febi dengan sorot mata prihatin. "Dokter Febi, saya tahu ini bukan kabar yang mudah untuk didengar," katanya perlahan.

"Tapi saya merasa Anda harus mengetahui kondisi Saka saat ini." Lanjutnya.

Febi mengangguk, menelan ludah dengan susah payah. "Katakan saja, Dok," ucapnya dengan suara bergetar.

Dokter Andi menarik napas dalam, "Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa Saka mengidap kanker hati stadium awal."

Febi merasa dunianya runtuh. Kanker hati? Adiknya? Tidak mungkin. Ia menggelengkan kepala, berusaha menolak kenyataan yang begitu kejam. "Tidak, tidak mungkin," gumamnya.

Dokter Andi menatap Febi dengan simpati. "Saya tahu ini sangat berat, tapi Saka membutuhkan dukungan kita semua untuk melewati masa-masa sulit ini."

Febi menangis, air mata mengalir deras di pipinya. Bagaimana mungkin? Saka sudah begitu menderita, dan sekarang ini? Ini tidak adil!" Fikirnya frustasi.

Dokter Andi menepuk pundak Febi, berusaha menenangkannya. "Sekarang yang terpenting adalah kita ada di sisi Saka dan memberikan dukungan terbaik untuknya."

Febi mengangguk, menyeka air matanya. "Saya akan selalu ada untuk Saka, apapun yang terjadi," tekadnya.

Dia berfikir bagaimana mungkin adiknya harus menghadapi ini? Saka sudah dibenci oleh seluruh keluarga. Bagaimana dia bisa bertahan?

Febi menatap dokter dengan tatapan frustasi. "Tapi bagaimana jika dia merasa putus asa? Bagaimana jika dia tidak ingin berjuang lagi?" Febi menangis mengingat adiknya, saka.

"Saya akan melakukan yang terbaik untuk membangkitkan semangatnya," jawab dokter Andi. "Kami akan merencanakan pengobatan yang tepat dan memberikan dukungan psikologis. Yang terpenting adalah kita harus bersikap positif dan memberinya semangat." Ucap dokter Andi.

Febi mengangguk, berusaha menahan tangisnya. "Saya akan berusaha sekuat tenaga untuk mendukungnya. Saya tidak ingin Saka merasa sendirian. Dia sudah cukup menderita."

Dokter Andi tersenyum lembut. "Itu adalah sikap yang sangat baik, Dokter Febi. Saka akan merasakan cinta dan dukunganmu."

Febi menghela napas dalam-dalam. "Saya akan berbicara dengan saka setelah dia sadar nanti. Meskipun ini berat, tapi saya akan berusaha agar saka bisa kuat menerima semua ini. Dia membutuhkan kita semua."

"Ingatlah, dukungan emosional sama pentingnya dengan pengobatan fisik. Saka akan merasa lebih kuat jika dia tahu ada orang-orang yang mencintainya." kata dokter Andi.

Febi mengangguk, hatinya bertekad. "Saya tidak akan membiarkan Saka berjuang sendirian. Aku akan berjuang bersamanya."

"Saya yakin Saka akan merasa beruntung memiliki Anda di sisinya. Mari kita berdoa agar dia segera pulih dan bisa kembali berjuang." Kata dokter andi.

Febi menutup matanya sejenak, berdoa dalam hati untuk kesembuhan Saka. "Saya akan berjuang untuknya, Dok. Saya tidak akan menyerah," ujarnya dengan penuh keyakinan.

Dengan tekad yang baru, Febi meninggalkan ruang dokter Andi, siap untuk menghadapi tantangan yang ada di depan. Dia akan berjuang untuk Saka, memberikan dukungan dan cinta yang dibutuhkan adiknya dalam masa-masa sulit ini. Dia tahu bahwa perjalanan ini tidak akan mudah, tetapi bersama-sama, mereka akan menghadapi segala rintangan yang datang.

Arsaka DirgantaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang