8

845 45 0
                                    

Febi Dirgantara baru saja menyelesaikan praktik pagi di rumah sakit dan memutuskan untuk pulang lebih awal. Langit sore dan jalanan tidak terlalu padat, memberikan rasa tenang yang jarang dia rasakan di hari-hari sibuknya. Namun, ketenangan itu mendadak terputus ketika dia melihat sosok yang sangat familiar tampak terhuyung-huyung di trotoar.

Ketika dia mendekat, wajah pucat dan langkah goyang itu membuatnya terkejut. Ternyata, sosok itu adalah Saka, Adik sepupunya yang sudah lama tidak dia temui.

Hati Febi langsung berdebar kencang. Tanpa berpikir panjang, dia menepikan mobilnya di tepi jalan, berlari keluar menuju Saka.

“Saka! Apa yang terjadi? Kamu kenapa?” tanyanya dengan nada cemas, matanya penuh kekhawatiran.

Saka yang tampak lemah hanya bisa mengangkat tangannya sedikit sebelum akhirnya jatuh ke trotoar dengan wajah yang semakin pucat.

Febi merasa panik, tapi dia tahu dia harus tetap tenang untuk membantu sepupunya.

Dengan cepat, Febi mengangkat Saka ke dalam mobilnya. Bahkan badan saka begitu ringan saat di angkat.

Dia segera menghubungi pihak rumah sakit tempat keluarganya sambil melaju menuju rumah sakit dirgantara.

Di sepanjang perjalanan, dia terus memeriksa keadaan Saka, menatapnya dengan penuh rasa khawatir. Febi berusaha menenangkan dirinya sendiri, berdoa agar Saka tidak dalam keadaan yang terlalu parah.

Sesampainya di rumah sakit, Febi tidak menunggu lebih lama. Para tenaga medis sudah menunggu kedatangan mereka dan segera membawa saka untuk penanganan pertama.

"Tolong periksa adik ku!” serunya panik.

"Baik dokter febi, diharapkan anda tenang, kami akan segera menangani pasien." Kata salah satu suster.

Para perawat dan dokter segera bergerak cepat. Mereka membawa Saka ke ruang rawat darurat dan mulai melakukan tindakan medis.

Febi mengikuti mereka sebisa mungkin, tetapi ditahan oleh salah satu perawat. Meskipun dia juga bisa menangani pasien karena ia seorang dokter, tapi dalam keadaan panik seperti ini, para tenaga medis tidak akan membiarkannya masuk, karena bisa membahayakan pasien jika terjadi kesalahan penanganan.

Akhirnya, dia harus menunggu di luar ruang rawat darurat dan duduk di kursi tunggu, merasa seolah waktu berjalan sangat lambat. Setiap detik terasa seperti satu jam, dan dia tidak bisa menahan rasa cemasnya.

Matanya tak pernah lepas dari pintu ruangan itu, menunggu dengan penuh harapan.

Sedangkan di dalam ruangan rawat darurat itu, Saka perlahan sadar dari pingsannya dan merasa kebingungan.

Dengan lemah, dia bertanya kepada dokter di sampingnya, "Apa yang terjadi pada saya?"

Dokter itu menjelaskan dengan hati-hati bahwa Saka sekarang berada di Rumah Sakit Dirgantara dan ditemukan pingsan oleh seorang dokter yang juga pemilik rumah sakit ini.

Mendengar nama rumah sakit milik keluarganya disebut, Saka menduga orang yang menolong nya adalah Febi, kakak sepupunya, yang satu-satunya dokter dalam keluarga mereka.

Kemudian saka memohon agar dokter itu tidak mengungkapkan kondisinya yang sebenarnya dan hanya menyebutkan bahwa dia kelelahan. Awalnya dokter itu ragu, tetapi akhirnya dia setuju untuk menyampaikan pesan itu kepada Febi.

....

Beberapa menit kemudian, dokter keluar dari ruang rawat darurat, dan Febi segera mendekati dokter tersebut dengan langkah cepat. Wajahnya tampak penuh kecemasan dan harapan yang mendalam.

Arsaka DirgantaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang