Keesokan Harinya di Mansion Dinata, Pagi itu, mansion megah milik keluarga Dinata dipenuhi dengan suasana yang berbeda.
Setelah pertemuan emosional semalam, semua anggota keluarga berkumpul di ruang makan untuk sarapan. Meja panjang yang biasanya dipenuhi dengan berbagai hidangan kini dikelilingi oleh wajah-wajah yang tampak segar.
Ketika semua anggota keluarga mulai duduk, mereka terkejut melihat Saka, yang sudah beraktivitas sejak dini hari. Ia tampak segar meski baru saja menyelesaikan rutinitas pagi yang padat.
"Selamat pagi, semuanya!" sapa Saka dengan senyum lebar, sambil menyajikan makanan-makanan yang dibuatnya.
"Pagi, sayang. Apakah kamu menyiapkan makanan pagi-pagi buta lagi sayang?" tanya Rosa memastikan
Saka mengangguk. "Aku hanya ingin memastikan semuanya siap sebelum sarapan. Lagipula, aku sudah terbiasa bangun pagi bun."
"Kamu tahu bunda ingin kamu beristirahat saka, bunda tidak ingin kamu drop lagi." Kata Rosa dengan nada khawatir.
Dinata yang mendengar itu menatap anaknya dengan serius.
"Saka," katanya tegas
"mulai sekarang, kamu tidak perlu bangun jam 4 pagi lagi. Biarkan para maid yang mengurus pekerjaan rumah. Kamu ingat kata dokter kan, kalau kamu harus banyak beristirahat." Lanjutnya.
Saka terdiam sejenak, lalu menjawab, "Tapi Ayah, aku merasa bertanggung jawab. Ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan."
"Dan itu bukan tanggung jawabmu," potong Dinata.
"Kami semua ingin kamu sehat dan bahagia. Jangan terlalu membebani dirimu sendiri nak." Kata Larasati lembut kepada cucunya itu.
"Nenek benar, kak. Kami semua khawatir tentang kesehatanmu. Kamu sudah bekerja keras selama ini. Kenapa tidak mencoba untuk bersantai sedikit?" Sagara menambahkan.
Dinata melanjutkan, "Ayah juga ingin kamu berhenti bekerja di luar lagi-baik mengantar susu dan koran maupun di kafe dan minimarket. Fokuslah pada dirimu sendiri dan nikmati waktu bersama kami sayang."
Saka terlihat bingung dan sedikit kecewa.
"Tapi Ayah... aku..."
"Saka turuti perkataan ayahmu ya, Paman dan yang lain tidak mau kamu kecapean," kata Adrian dengan lembut namun tegas.
"Kesehatanmu lebih berharga daripada segala nya saka." Sambung Vanesa istri Adrian.
Suasana di ruang makan menjadi hening sejenak. Akhirnya, Saka menghela napas dalam-dalam dan berkata
"Baiklah, Aku akan mencoba untuk lebih santai dan tidak bekerja sekeras itu."
Arbi tersenyum dan meraih tangan Saka.
"Kami semua ada di sini untukmu, kak. Sekarang waktunya makan. Ayo kak duduk di sampingku," ajak Arbi dengan semangat, tidak sabar untuk berbagi momen makan bersama.
Namun, Sagara tidak mau kalah. "Enak saja, kak Saka itu kakakku, jadi kak Saka duduk di sebelahku," tegasnya. Ia merasa haknya sebagai adik lebih besar dan ingin menikmati kebersamaan dengan kakaknya.
Arbi, yang merasa sudah lebih dulu mengajak Saka, tidak terima dengan pernyataan Sagara. "Mana bisa seperti itu? Aku yang duluan mengajak kak Saka, jadi kak Saka duduk di sebelahku," balasnya dengan nada penuh percaya diri.
"Tidak, tidak! Kak Saka tetap duduk di sebelahku!" Sagara tetap kekeh dengan keteguhan hatinya.
"Tidak, kak saka tetap disebelahku!" Arbi membalas dengan nada yang sama kerasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arsaka Dirgantara
General FictionSeorang anak bernama arsaka dirgantara menjalani kehidupannya dengan penuh kesabaran dan ketabahan. Sejak kecil, saka telah menghadapi penolakan dari keluarganya. Keluarga besar dirgantara, baik dari pihak ayah maupun ibu, mereka tidak pernah menyem...