Star in My Heart # part 3

3 0 0
                                    

Terjatuh lagi. Kali ini bukan dari loteng tapi dari tangga rumah sakit. Sial! Sekarang tanda kepahlawananku bertambah satu lagi, yaitu sebuah luka di lututku yang mengeluarkan sedikit darah, selain tanganku yang patah..


Perih.


Sakit juga sih. Tapi aku harus kembali ke kamarku, pikirku sambil melihat sekeliling. Lorong rumah sakit ini tampak sama biarpun dari tadi sudah kucoba menyusurinya untuk kembali ke kamarku. Belum juga ketemu jalan kembali..., eh malah dapat tambahan oleh-oleh.


Memang nggak enak. Padahal kalau di rumah rasanya untuk mencapai kamar nggak repot-repot amat deh. Aku terus berjalan dengan pandangan bingung, mau memilih jalan yang mana, ketika aku menemukan persimpangan lorong. Kanan.. atau kiri yah...?? Mungkin ke kiri saja... Aku rasa... Langsung saja kulangkahkan kakiku ke lorong yang ada di sebelah kiri tanpa melihat lagi.


"GUBRAK!!"


Aku terjatuh lagi. Untuk yang kali ini bukan kesalahanku. Ada sesuatu yang menabrakku dan aku terjerembab ke belakang dengan bokongku yang mencium lantai.


Sungguh aku sudah sangat kesal hari ini. Apalagi saat kulihat yang menabrakku adalah seorang gadis kecil, usianya mungkin sekitar anak TK kalau melihat dari tinggi badannya. Aku segera bangun dan memandangnya dengan tatapan merendahkan. Sementara gadis kecil itu juga masih berani menatapku. Menanggapi tatapannya itu aku pun mempertegas tatapanku padanya, melotot kurasa.


Kupikir ia akan menangis karena kupelototi. Aku juga merasa wajahku saat ini sudah seperti preman-preman yang ada di film. Rambutku yang sudah nggak karuan, bajuku pun juga kotor di sana-sini karena terjatuh, dan luka-luka yang kukoleksi, lengkap sudah.


Namun yang dilakukannya bukan menangis. Ia bangun dan menarik tanganku dengan paksa. Ia baru melepaskan tarikkannya ketika kami sampai di depan meja suster jaga.


Eh apa maksud anak ini? Dia nggak nangis di tempat tapi mau ngadu rupanya... Ya sudah, kalau itu maunya. Memang aku takut. Kulipat kedua tanganku dan melihat ke arah taman yang ada di sebelah kananku dengan acuh tak acuh.


"Suster..., anak ini luka..." begitulah kata-kata yang keluar dari mulutnya saat ia sudah berada di depan suster jaga itu. Suaranya jernih dan sangat khas anak-anak.


Kontan aku kaget. Pandanganku tentang anak kecil yang tukang ngadu itu memang hilang, tapi aku tetap takut. Aku mungkin aneh, tapi aku jauh lebih suka mendengar ceramah para orang tua mengenai kenakalanku ketimbang bertemu dengan kapas dan obat merah.


Saat itu juga aku ingin kabur. Aku sudah mempersiapkan langkah seribu, ketika sang suster jaga itu menyentuh pundakku dan menahanku untuk pergi sebelum mengobati lukaku dan memastikan kalau keadaannya sudah aman dari infeksi.


Suster itu lalu menggiringku dan gadis kecil tadi ke ruang bermain anak-anak. Ia lalu menyuruhku duduk di sebuah bangku kecil berwarna biru, sementara ia mengambil kapas dan obat merah di kotak yang memiliki lambang tanda tambah berwarna merah yang ada di sudut ruangan.

Alice - Di antara dua waktu yang berbedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang