Star in My Heart # part 5

3 0 0
                                    

Sejak Albert memutuskan untuk mengikutsertakan Ariel dalam pentas penutupan, Ariel selalu mengikutiku nyaris kemanapun aku pergi. Hal ini sangat menggangguku.


Di tambah, saat latihan kemarin sore Albert juga memberi usul untuk menjadikan lagu For the First and the Only One sebagai duet juga. Ariel sih setuju saja, ia tidak merasa keberatan. Baginya menghafal nada sama saja dengan makan nasi. Ia bisa melakukannya hanya dengan sekali mendengar. Tidak salah kalau ia menjadi soloist andalan paduan suara sekolah kami.


Tapi aku langsung menolak duet itu. Kenapa...?? Lagu For the First and the Only One itu sengaja kuciptakan untuk mengenang saat berhargaku bersama Alice dan lagu itu seperti surat cinta liriknya. Jadi jika dinyanyikan duet, mungkin orang yang mendengarnya akan mengira lagu itu dinyanyikan untuk pasangan duetku.


Enak saja. Memang dia pikir lagu ini untuk dia?? Biarpun aku masih bisa mengalah untuk lagu penutupan, tapi tidak untuk lagu yang ini. Kalaupun mau dinyanyikan duet, lagu ini hanya akan kunyanyikan bersama Alice.


"Peter! Band loe pentas lima belas menit lagi." Will yang baru datang, menghampiriku sambil membawa segelas orange juice dan sebungkus kue coklat chip. Ia menyerahkan kue coklat chip titipanku itu.


"Thanks Will." begitu kue coklat itu kuterima, aku tidak memakannya. Aku memandangnya beberapa saat lalu menggantungnya pada ujung gitarku. Menjadikan kue coklat chip itu jimat. Hal yang selalu kulakukan ketika akan pentas.


"Selalu..." Will memberi komentar melihat aku menggantung kue coklat chip yang dibungkus plastik bening itu pada gitar.


Aku mengangkat bahu "Jimat..." sahutku lalu mengintip keluar sedikit dari backstage. Lapangan yang menjadi tempat panggung pensi mulai dipenuhi pengunjung. Dapat kulihat juga banyak murid sekolahku memenuhi sekitar panggung. Bagaimana aku tahu kalau mereka murid sekolahku? Itu karena sekolah mengharuskan murid-murid memakai celana atau rok hijau tua dengan kemeja putih yang merupakan seragam sekolah, supaya tidak dikenai biaya masuk Open House dan Pensi ini.


Tiba-tiba aku mendengar suara mikrofon yang berdenging, diikuti dua orang MC - yang adalah murid sekolah kami - naik ke atas panggung dan membuka acara Pensi. Kedua MC itu lalu mempersilahkan team modern dance sekolah kami untuk tampil.


"Sampai mana?" Albert yang baru datang menepuk bahuku. Suara-suara berisik juga terdengar saat ia masuk. Miko juga ikut sepertinya.


"Baru pembukaan..."sahutku tidak begitu minat. "Bert, Ko... ada Cecil tuh lagi nari!!"tambahku sambil menyebutkan salah satu anggota team modern dance yang Miko sukai.


Tidak ada sahutan dari keduanya. Padahal biasanya kedua orang itu akan langsung heboh pada saat aku mengucapkan nama Cecil. Setidaknya itulah yang terjadi saat aku menceritakan hal bodoh yang dilakukan Cecil saat camping waktu SMP.


Aku berbalik. "Tumben nggak tertarik..." berkomentar saat kulihat kedua orang itu masih duduk dengan santai di bangku yang disediakan panitia.


"Nggak..., bosen." Miko menanggapi. "Lagian sekarang'kan ada Ariel." Mata Miko memang tidak pernah berhenti memburu gadis-gadis cantik. Sepertinya sekarang pun ia lagi chatting dengan Ariel.


Kuhela napas mendengar jawabannya. Ariel lagi... Sepertinya Ariel telah menjadi candu di dalam Neverland. Cuma aku saja yang belum kecanduan gadis bernama Ariel itu.


Aku masih ingat apa saja pujian yang dilontarkan Albert sepulang latihan kemarin. Aku tahu suaranya memang bagus, tapi apa nggak salah tuh apa yang dibilang sama Albert soal Ariel suka lagu-lagu klasik...?? Nggak mungkin. Yang ia dengarkan'kan cuma lagu pop yang lagi ngetrend saja.


Miko juga, saat latihan kelihatan banget usahanya buat mendekati Ariel. Aku yakin pasti banyak banget rayuan gombalnya...


Harusnya itu semua membantu aku untuk sedikit menghirup oksigen tanpa Ariel, tapi yang ada ia malah makin lengket kepadaku alasannya nggak gitu kenal Miko sama Albert.


Aku pun kembali duduk saat suster Clara yang merupakan kepala sekolah kami dan ketua panitia memberi sambutan mengenai acara Open House dan Pensi ini. Menunggu memang sangat membosankan.


Bukannya aku tidak mau menghargai orang tua itu, tapi menurutku sudah cukup mendengarkan ceramahnya selama ini. Di upacara tujuh belasan, di setiap misa bulanan, dan ceramah eksklusifnya untukku di ruang suster, karena aku suka naik ke atap yang terletak di lantai dua pada saat istirahat.


Tidak terasa sambutan dari suster berakhir juga, "Dan sekarang, untuk semakin memeriahkan acara ini..., beri sambutan yang paling meriah untuk Neverland !" salah satu MC itu berkata yang terdengar seperti teriakan parau bagiku.


Menit-menit penantian itu usai juga. Aku bangun dari tempat dudukku bersama gitar yang sudah dipasangi kue coklat chip. Sementara Miko langsung mengambil stick drumnya. Albert yang memainkan keyboard, mengambil beberapa berkas aransemen yang baru dibuatnya.


Kami bertiga naik ke atas panggung, bersiap pada posisi masing-masing. Kupandangi penonton yang terlihat sebagai lautan kepala di depanku. keberadaan mereka semua tidak mengecilkan nyaliku untuk memulai aksi panggung.


"Apa kabar semua?" sapaku pada penonton.


Serta-merta semua penonton yang ada di depanku menyahuti dengan teriakan.


"Lagu ini kupersembahkan untuk seorang gadis istimewa yang selalu jadi semangat hidupku. For the First And the Only One."


Aku menengok pada Miko. Dengan sangat bersemangat Miko langsung mengetuk-ngetuk stick drumnya memberi ketukan awal untuk lagu kemudian menebuh drumnya dengan sangat niat. Aku dan Albert pun mengikuti Ritmenya dan masuk ke Intro.


Pengunjung yang datang sangat banyak, hampir memenuhi seluruh lapangan yang mengelilingi gedung sekolah. Banyak wajah yang kukenal di antara para penonton. Dapat kulihat juga Ariel di antara mereka, sedang memegang sebuah handphone yang diarahkan untuk merekam penampilan Neverland. Sadar aku melihat kepadanya ia melambaikan tangan.


Kulihat lagi wajah penonton di depanku satu persatu. Mereka tampak menikmati lagu yang bertempo cepat ini. Ada yang melompat-lompat mengikuti suara musik, ada yang bertepuk tangan mengikuti irama.


Pandanganku kemudian tidak teralihkan saat aku melihat gadis itu. Ia tidak mencolok. Baju yang dipakainya pun biasa saja. Tidak ada yang akan membuat orang tertarik untuk memperhatikannya.


Tapi aku melihatnya. Terus menatap kepadanya. Semakin lama kulihat gadis itu, aku semakin merasa ada sesuatu yang menarik perhatianku. Mungkinkah??


***

#Author's Note

Setelah baca part ini, bisa kembali baca chapter prologue sebelum baca chapter lanjutannya, hehe.

Alice - Di antara dua waktu yang berbedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang