Being Free # Part 6

2 0 0
                                    

Bisa kurasakan pipiku memanas ketika menyadari jika sang vokalis lah yang memelukku sekarang. Refleks aku mendorong tubuh vokalis itu - yang langsung membuatnya terkejut. "Maaf...," ujarku, kemudian bangun berdiri dengan susah payah. Tubuhku masih belum aktif semua sehingga aku harus bertahan dengan memegang tembok yang ada di dekatku agar dapat berdiri.


Orang-orang yang tadi mengelilingiku dan vokalis band itu berangsur-angsur bubar. Sepertinya bagi mereka pertunjukan dramanya sudah selesai.


"Kamu yakin, sudah tidak apa-apa...??" tanya sang vokalis yang kini sudah berdiri di sampingku.


Aku mengangguk sambil memegangi kepalaku yang terasa sedikit pusing dengan sebelah tangan. Seorang pemuda menghampiriku dari antara kerumunan. "William..." aku memanggilnya pelan dengan nada yang kurasa cukup senang, karena kini aku bertemu dengan seseorang yang kukenal, biarpun baru beberapa jam yang lalu.


William langsung melihat kepadaku lalu beralih pada vokalis Neverland yang berada di sebelahku, "Kamu gak papa...?? Ini pasti kerjaan loe yah, Ter!".


"Ter??" aku mengulang panggilan William bagi Vokalis Neverland itu.


"Iya, ini temenku yang kuceritain tadi. Namanya Peter. Dia vokalis band Neverland." William menjelaskan.


Aku tidak bisa menahan senyumku, "Peter..." lalu tertawa kecil "di Neverland...?".


Vokalis Neverland yang bernama Peter itu menggosok hidung dengan jarinya, mungkin ia malu. "Ya, itu semua kerjaannya anggota band yang dua orang lagi. Kata mereka biar pas. Band Neverland vokalisnya Peter." pemuda itu lalu melirik padaku, "Mungkin kalau mereka yang orang tuaku, mereka bakal nambahin kata 'Pan' dalam namaku.".


Tiba-tiba dua orang laki-laki menepuk pundak Peter. Yang satu memiliki wajah agak mirip dengan Peter, bedanya ia memakai kacamata. Sedangkan yang satunya lagi memiliki tubuh yang lebih besar, ia memegang sepasang stick Drum, sepertinya ia adalah drummer Neverland. Berarti yang berkacamata itu keyboardisnya?


"Jadi loe nggak suka sama nama yang gue buat...?" laki-laki berkacamata itu memulai pembicaraan, dengan nadanya yang menginterupsi


Peter terlihat salah tingkah. "Eh, Bert..., itu..."


Tapi laki-laki yang berbadan besar, sepertinya tidak tertarik dengan pembicaraan Peter dengan sang keyboardis. Ia menundukkan tubuhnya sedikit agar bisa menelusuriku dengan tatapan matanya yang tajam. "Tuan Putri yang manis, siapa gerangankah namamu...?? Bolehkah Miko yang hina ini, mengetahuinya...?".


Aku mundur satu langkah, karena laki-laki di depanku ini semakin maju. Sekarang aku berdiri di samping William, di tempat yang membuatku merasa lebih aman.


Peter yang tadinya sedang berbicara dengan sang keyboardis langsung maju dan menahan laki-laki berbadan besar itu agar tidak semakin mendekat kepadaku. Kini aku berada di belakang William dan Peter yang bagaikan benteng perlindunganku.


"Loe emang hina banget Ko, dan kalau menurut gue, cara yang loe pake lebih nggak terhormat lagi, untuk menanyakan nama seseorang dengan mata yang menyiratkan kebusukan hati loe itu." Peter langsung mengomentari sikap, siapa tadi namanya? oh ya, Miko.


Miko tertawa, suaranya yang berat terdengar membahana seperti seorang tokoh villain di sebuah dongeng. "Pantaskah seorang ksatria biasa sepertimu, mengatakan hal itu kepadaku? Bukankah seharusnya kita mendengarkan jawaban sang putri, apakah ia bersedia memberi tahu namanya atau tidak?".


Sepertinya aku sekarang dijadikan objek permainan oleh kedua orang ini.


"Tapi, Sir Miko, mengapa anda begitu memaksakan kehendak, sementara siapapun yang berada di sini sudah dapat melihat jika sang Putri tidak suka dengan kehadiran anda. Begitu juga anda Lord Peter. Tidak seharusnya anda mengatakan hal semacam itu pada seorang bangsawan.".


Peter dan Miko spontan mengucapkan hal yang sama pada keyboardis neverland itu "Loe, nggak usah ikutan deh Albert!" Sepertinya mereka berdua sedang terlarut dengan khayalan mereka mengenai perebutan takhta dan cinta.


"Bagaimana aku tidak bisa ikut campur, sementara kalian berdua memperebutkan hak untuk berdansa dengan putriku tercinta?" Albert lalu menarik tanganku, hingga aku berdiri di sebelahnya.


"Anak loe? Nggak salah?" Peter langsung bertanya dengan nada tidak suka.


"Memangnya, siapakah anda?"Miko ikut bertanya. Agak bingung dengan personil satunya yang langsung ikutan di dalam cerita kerajaannya.


Keyboardis yang berdiri di sebelahku ini, membentuk sebuah lengkung senyuman di bibirnya yang seakan mengatakan; Apa maksud kalian semua manusia hina, beraninya mempertanyakan siapa saya? Sang keyboardis berdeham, "Aku adalah raja kalian semua, raja yang perkasa, yang paling hebat sepanjang sejarah. Raja Albertus!" jelasnya sambil berpose.


Peter dan Miko langsung berpandangan lalu memandangi Albert dengan tatapan 'Siapa loe? Nggak kenal' mungkin mereka pun jadi malu mengakui Albert adalah bagian dari band mereka. Sementara aku tertawa yang lalu di susul William kemudian Peter dan Miko. Kami berempat sibuk menertawakan polah Albert yang tidak jelas juntrungannya.


Kasihan juga Albert, karena kulihat raut wajah bangganya yang terlihat beberapa saat lalu kini berubah muram.


"Peter!" Seorang gadis sepantaran mereka, langsung menghampiri Peter. Sepertinya ada hal yang penting.



***

Alice - Di antara dua waktu yang berbedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang