Being Free # Part 1

3 0 0
                                    

# Being Free



Pagi kemarin Peter Pan bertanya hal yang aneh tentang jimat kue coklat chip. Lalu setelah aku menjawab tidak tahu-menahu soal jimat kue coklat chip, Peter Pan langsung berkata, ia hanya iseng dan sekarang mau kembali latihan untuk pensinya.


Sebenarnya aku masih tidak puas dengan jawabannya yang menggantung itu, tapi saat aku membalas komentarnya yang terakhir ia tidak menjawabku, mungkin ia memang sedang latihan.


Sangat membosankan. Hari ini guru hospitalschoolingku benar-benar tidak datang. Kemarin ia datang mengajarku biarpun datang terlambat, sebagai tambahan ia mengajarku sampai jam 2 sore. Tapi ia baru keluar dari ruanganku sekitar jam 3 sore, karena ia memberi tambahan tugas untuk hari ini.


Apa yang akan aku lakukan yah sekarang...?? Oh ya, aku mau membeli kue coklat untuk Violet. Aku 'kan sudah berjanji padanya.


Jadi kuputuskan untuk segera pergi ke kafetaria yang terletak di lantai satu. Aku turun dari ranjangku lalu mengenakan sepatu putihku.


Sebelum pergi aku mematut diriku di cermin. Kupandangi terusan putih tanpa lengan yang kukenakan. Detil renda pada bagian roknya yang berlipit-lipit memang sangat kusuka. Sebentar, sepertinya ada yang kurang...


Aku mengambil bolero pink dan topi berret dengan warna senada bajuku. Aku lalu bercermin lagi. Kurasa agak berlebihan, tapi cukup rapi. Tak apa'kan kalau sekali-kali aku memakai pakaian yang tidak seperti biasanya. Lagipula aku'kan juga boleh berpakaian seperti gadis-gadis normal. Pikirku sambil tersenyum pada bayanganku yang berada di dalam cermin.


Segera kuambil tas selempang kecil yang tergantung di lemariku dan memasukan dompet serta handphone, agar aku bisa dihubungi sewaktu-waktu. Tidak lupa, aku mengambil payung kecilku. Mungkin setelah aku menemui Violet aku akan berjalan-jalan di taman rumah sakit. Jika hujan, payung akan menjadi pelindungku. Cuaca akhir-akhir ini memang kurang menentu, biarpun langit terlihat cerah tapi di jam berikutnya bisa saja turun hujan. Aku tidak mau mengambil resiko jadi demam karena terkena hujan, bisa saja demam itu membuat sakitku kambuh.


Merasa persiapanku sudah oke, aku langsung melangkahkan kaki keluar dari kamarku. Beberapa perawat yang kutemui memberi komentar tentang pilihan pakaianku. Ada juga yang menanyakan ke mana aku akan pergi dan mengingatkan agar aku tidak terlalu capek.


Tidak sampai lima belas menit aku sudah sampai di kafetaria. Karyawan yang menjaga counter itu tersenyum padaku saat aku datang.


"Siang Alice, seperti biasa yah...??" tanyanya. Yang ia maksud dengan seperti biasa adalah membeli kue coklat chip.


Memang benar apa yang ia tanyakan. Membeli kue coklat chip adalah hal yang rutin kulakukan, hampir setiap hari aku membeli kue itu. Aku sudah menjadi pelanggan tetap sejak berusia 6 tahun. Sejak Kak Erika pertama kali memberikannya untukku - begitu yang sering dikatakan Kak Erika walau aku tidak ingat persisnya bagaimana.


Tapi tidak semua kue coklat chip bisa kulahap. Hanya kue coklat chip yang dijual di kafetarialah yang kukenyam selama ini. Bukan karena aku tidak pernah keluar dari rumah sakit. Tapi karena kue coklat chip di sini memiliki rasa yang khas tidak seperti yang biasa dijual dalam kemasan. Satu hal lagi, kue coklat chip ini memiliki standar kualitas gizi yang aman untuk dikonsumsi pasien rumah sakit, karena kue ini homemade dibuat khusus untuk pesanan rumah sakit. Dan untuk menjaga kualitasnya kue ini selalu distok fresh setiap paginya.


"Iya...," jawabku sumringah. "Tapi bukan untukku hari ini.".


Penjaga counter itu bernama Lucy. Ia baru mulai bekerja part time di counter kue ini tahun lalu. Tapi ia sudah mengingatku karena kue coklat chip yang sering kubeli. Sebelumnya penjaga counter ini adalah seorang ibu-ibu ramah bernama Rita. Kalau Bu Rita sudah menjaga counter itu sejak aku masih berusia 7 tahun. Saat pertama kalinya aku berani membeli kue coklat itu sendiri - begitulah kata kak Erika.


"Jadi..., untuk siapa...??" tanya Lucy lagi sambil memasukan kue-kue coklat chip yang dipajang di sebuah rak ke dalam kantong pembungkusnya.


Aku terdiam mendengar pertanyaannya.



"Untuk teman baruku di kamar 205. Ia cengeng sekali padahal ia lebih tua dariku."



Kata-kata itu terngiang dalam kepalaku. Melintas begitu saja. Deja vu. Tapi ini aneh... "Kue itu untuk Violet..." aku baru menyahuti pertanyaan Lucy, begitu kesadaran penuhku kembali.


Setelah menimbang kantong bungkusan tadi, Lucy lalu mengikatnya dengan pita berwarna merah, "Ini." Lucy memberikan bungkusan kue itu padaku. "jangan bilang-bilang yah, aku memberikan kue coklatchip ekstra untukmu hari ini..." tambahnya sambil berbisik.


Aku pun mengeluarkan selembar uang dua puluh ribu dan memberikannya pada Lucy. Ia lalu memberikan satu lembar dua ribu kepadaku. Aku menerimanya kemudian meninggalkan kafetaria setelah mengucapkan terima kasih.


Setelah keluar dari kafetaria aku melewati taman yang memisahkan kafetaria dan gedung rumah sakit. Ruangan Violet berada di gedung yang berbeda dengan gedungku. Untuk mencapai gedungnya aku harus melewati laboratorium radiologi lalu naik ke lantai 4 yang merupakan lantai tempatnya dirawat.


Aku sangat menikmati kunjunganku ini karena diperjalanannya aku bisa bertemu dengan banyak pasien yang juga teman-temanku di rumah sakit. Pertama kali aku bertemu Violet pun karena aku menemani Rianna ke perpustakaan kecil yang ada di dekat taman yang memisahkan gedung ruanganku dengan gedung ruangan Violet.


Begitu aku sampai di depan ruangan Violet aku bertemu dengan mamanya yang orang Indonesia, baru datang bersama dokter yang merawat Violet. Melihat kedatanganku dokter itu menyingkir dan mengatakan "Kita bicarakan lagi nanti..." pada mamanya Violet.


Setelah dokter itu pergi, Aku langsung menyapa mama Violet "Selamat siang tante... ".


"Halo Alice, apa kabarmu...??" mamanya Violet bertanya padaku yang sangat terasa sekali hanya basa-basinya padaku. Nadanya tidak terdengar enak. Sepertinya ada suatu hal yang mengganjal. Apakah Violet baik-baik saja...??


Kucoba menepis firasat burukku, "Baik Tante..., Violet bagaimana, apa kondisinya sudah baikkan...??".


Mama Violet tersenyum, tapi senyum itu tidak terasa manis melainkan pahit. Kurasa ia memang sedang sedih. "Sudah..., tapi ia belum bisa bertemu denganmu hari ini. Ia butuh banyak istirahat. Lebih baik kamu datang lagi besok.".


Aku hanya mengangguk. Mencoba memahami keadaan Violet dan tidak memaksakan kehendakku untuk menemuinya. "Baiklah Tante, kalau begitu aku permisi dulu yah..." ujarku lalu segera angkat kaki dari tempat itu.


Mamanya Violet memang mengusirku secara halus. Tapi aku tidak merasa tersinggung. Aku bisa melihat dari air mukanya tadi, sepertinya penyakit Violet sedang kambuh dan membutuhkan perawatan. Aku yakin yang tadi dibicarakannya dengan dokter juga mengenai hal itu. Aku sempat menengok ke ruangan Violet sekali dan kulihat Mamanya Violet duduk di bangku di depan kamar Violet.


***

Alice - Di antara dua waktu yang berbedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang