Being Free # Part 3

3 0 0
                                    

Tidak sampai lima belas menit, aku berhenti di sebuah tempat yang terlihat ramai dari jendela taksi yang kunaiki.


Banyak spanduk-spanduk yang dipasang di depan lokasi ini. Meriah dan berisik. Aku langsung menelusuri pandangan ke sekeliling tempat itu. Ternyata tempat yang kupilih untuk kukunjungi ada tepat di sebelah gereja yang pernah kulihat waktu itu.


Sebelum menjelajahi lokasi ini, aku memutuskan untuk mengunjungi gereja itu terlebih dahulu. Untuk beberapa saat aku sempat terpesona pada interior gereja yang bergaya klasik itu. Altarnya juga dibuat tinggi sehingga setiap umat yang datang ke gereja itu pasti bisa melihat jika sang Pastor - pemimpin ibadat dalam gereja katolik - sedang melangsungkan liturgi - nama lain dari ibadah atau kebaktian bagi umat katolik. Selain itu di samping kiri-kanan altar itu juga terdapat dua buah patung yang satunya patung Yesus dan yang satunya adalah patung Bunda Maria. Kedua patung itu dipajang sebagai lambang kehadiran kedua orang suci itu untuk menyertai dan menjaga umatnya.


Selain itu, karena sedang masa Adven - masa sebulan, di saat penantian hingga lahirnya Kristus, bagian dalam gereja banyak dihiasi dengan warna ungu - dalam gereja warna ungu berarti penantian, duka, saat di mana manusia menyesal dan meminta pertolongan. Ada juga 4 buah lilin yang ditaruh di sebelah altar. Semuanya berurutan warnanya dari ungu tua sampai putih yang akan dinyalakan satu persatu hingga hari natal tiba - semua lilin itu berarti harapan yang semakin dekat.


Di dalam gereja juga banyak orang yang datang, ada yang berdoa, ada juga beberapa pengunjung yang berfoto. Sepertinya sebagian besar dari mereka datang ke gereja ini karena daya tarik acara yang letaknya tepat di samping gereja itu. Setelah puas memandangi gereja yang ukurannya lebih besar dari kapel yang ada di rumah sakit, aku pun memilih duduk di bangku yang terletak di tengah lalu berdoa.


Di dalam doaku, tidak banyak yang kuminta. Hanya satu hal yang selalu kuminta setiap kali aku berdoa. Kesehatan? Bukan. Hal lainnya.


Selesai berdoa, aku lalu bangun dari tempat dudukku. Di saat itulah aku melihat kalau ada seorang pemuda yang duduk di bangku deret kedua di depanku.


Aku memperhatikan pemuda itu. Sejenak. Sepertinya ia hanya sedikit lebih tua dariku. Mungkin ia murid SMA. Kutelusuri pemuda itu sampai ke detail terkecil yang bisa kuperhatikan.


Tiba-tiba pemuda itu bangun dari posisi berlututnya lalu setelah berdiri tegap ia menghentakkan kaki kirinya sekali.



"Kenapa kamu menghentakkan kakimu...??" tanyaku pada seorang anak laki-laki yang baru bangun dari posisi berlututnya setelah ia berdoa di depan gua maria.


Gua maria itu terletak ditengah taman, seperti sebuah paviliun kecil. Sangat indah, apalagi jika malam hari karena banyak lilin yang dipasang mengelilinginya. Di tempat ini banyak pengunjung dan juga pasien yang berdoa setiap harinya.


Ia memandangku sinis. "Kenapa? Kamu mau melarangku?" tanyanya.


Aku terkekeh dan pandangannya semakin sinis kepadaku. "Tidak apa-apa, aku hanya berpikir kamu sangat lucu." Ujarku buru-buru agar ia tidak ngambek kepadaku.

Alice - Di antara dua waktu yang berbedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang