BREM!BREM!BREM!
Pilihan untuk ke Kondominium Fort memang tidak salah, namun Peat lupa dia harus menaiki motor besar pemuda tan itu untuk dapat pergi kesana. Itu yang menjadi sebuah kesalahan, karena sekarang Peat harus kembali dibawa kebut-kebutan dijalan.
GREP!
"Phi peluk aku, aku akan mengebut sekarang."
Sial, Peat memeluk perut Fort tanpa berpikir dua kali. Saat pemuda tan berkata akan mengebut, sedangkan sebelum itu saja dia merasa tengah dibawa melayang saking kencangnya Fort membawa motor. Namun sekarang, Peat bahkan merasa mereka tengah menaiki roller coaster, saat apapun dijalan terlihat bergerak super cepat.
"Aku akan mati. Aku akan mati." Peat terus menggumamkan kalimat itu disepanjang jalan.
Sedangkan Fort, dia kembali melirik dari kaca spion motor besarnya. Menemukan tiga motor besar serupa miliknya, sudah mengikuti mereka ditikungan samping Universitas. Awalnya pemuda tan ingin mengabaikan, mengingat dia membawa Peat pada boncengan. Namun saat melihat mereka mulai memepet tanpa takut, apalagi Peat bisa dalam bahaya jika dia tak mengambil keputusan cepat. Oleh karena itu, mengabaikan ketakutan Peat pemuda tan memilih memacu motornya kencang.
Beberapa kali melakukan manuver acak, mengelabui tiga orang yang terus mengikuti. Sampai Fort berhasil lepas dari kejaran, mengingat betapa cekatannya dia mengendarai motor besarnya. Senyum puas terulas, apalagi saat menyadari betapa kencangnya pemuda manis memeluk perutnya kini. Dia yang seharusnya sudah bisa mengendarai motornya dengan normal, memilih tak melakukan.
"Menikmati situasi ini lebih lama, tidak buruk juga." Fort dengan pikiran liciknya.
"Hahh..Hahh..Hahh..Ingatkan aku untuk tidak mempercayaimu lagi, Fort."
Peat mendumel kesal, sembari mengatur napas yang masih memburu. Siapapun ingatkan dia, bahwa berpergian dengan Fort dan motor besarnya sama saja seperti mengantar nyawa pada Tuhan secara langsung.
"Phi, jangan begitu. Aku kan hanya mengebut sedikit."
"Sedikit? Sedikit lagi nyawaku yang melayang."
Mendebat sengit, mengebut sedikit kata pemuda gila itu. Padahal Peat masih merasa mual, saking kencang motor itu melaju. Dan dia bahkan masih bisa membela diri, mungkin ini karma karena Peat meninggalkan dua gadis itu sebelumnya. Mereka mungkin berdoa untuk nyawa Peat, dan dia memang hampir kehilangannya.
"P'Peat, maafkan aku.~"
"Tidak lucu."
"Ayolah, aku berjanji tidak akan mengebut lagi Phi.~"
Berlaku menggemaskan bak seekor anjing, Fort coba membujuk Peat agar tak marah lagi padanya. Dia mengebut karena ada alasan, tetapi memberitahukan pemuda pucat itu juga bukan pilihan bagus. Karena dia harus menjelaskan siapa mereka, apa yang mereka inginkan, dan mungkin saja itu akan menjadi sebuah ketakutan untuk dekat dengan dirinya.
"Lain kali, kau harus menepati janji mu."
"Ay..ay..Captain."
Peat mencebik, tetapi tak lagi mempermasalahkan. Untungnya dia masih selamat dan hidup, jadi kali ini dia akan memaafkan pemuda tan itu. Lagi pula disini, Peat yang membutuhkan Fort tentu dengan kondominium tenangnya.
Lagi dan lagi, Fort terlarut dalam pemandangan indah di hadapan. Kali ini dia dapat melakukan semua dengan leluasa, mengingat hanya Peat yang sibuk sedangkan Fort hanya bertugas untuk mengagumi betapa indahnya pemuda pucat itu.
Rambut legam yang halus, kulit pucat tanpa cacat, netra coklat berbinar, hidung kecil yang lucu, lalu bibir merah yang terlihat manis. Benarkah itu terasa manis? Bolehkah Fort mencoba nya untuk memastikan rasanya?
KAMU SEDANG MEMBACA
My Mafia Mentee (FortPeat)
FanfictionDunia Peat Wasuthorn yang monoton dan membosankan berubah, ketika pemuda tampan berkulit Tan itu datang mengacaukannya. Sehingga sekarang Peat harus menerima, bahwa kehidupannya akan dipenuhi ketegangan dan bahaya karena seorang Fort Thitipong.