3. chapter naughty🐣

306 32 0
                                    


FOLLOW, VOTE!

___________________________________________

Hari-hari Ravel di dalam mansion terasa seperti lembaran kertas kosong-hanya diisi dengan coretan yang sama berulang kali. Jam dinding berdetak, tetapi waktu seolah berputar di tempat. Hari ini terasa seperti kemarin, dan kemarin tak jauh berbeda dengan hari sebelumnya.

---

Pagi telah tiba, membawa bukan hanya cahaya, tetapi juga kehangatan yang meresap hingga ke dalam jiwa. Namun, Ravel masih tertidur lelap, tak terganggu sedikit pun di atas kasur king-size di kamar mewahnya.

"Apa Ade belum bangun, Dad?"

Ian, anak ketiga Vincent, bertanya kepada ayahnya. Sejak turun ke bawah untuk sarapan, ia belum melihat adiknya sama sekali. Sementara anggota keluarga yang lain sudah berkumpul di meja makan, hanya Mommy yang masih berada di dapur, dibantu oleh para maid.

"Daddy belum membangunkannya. Tunggu sebentar, Daddy akan ke kamarnya dulu," ujar Vincent.

"Biar aku saja, Dad," tawar Liam.

"Baiklah," balas Vincent.

---

Ceklek

Liam membuka pintu kamar Ravel dan melangkah masuk. Pemandangan yang dia lihat membuatnya tersenyum kecil-adiknya masih tertidur nyenyak dalam posisi miring. Selimut dan bantal berantakan, bahkan ada yang jatuh ke lantai.

Liam mendekat dan mulai membangunkannya. "Ade, bangun. Ayo sarapan. Kau akan melewatkannya kalau tetap tidur."

Namun, tak ada respons. Ravel tetap terlelap.

Liam menghela napas kasar. Perlu diingat, kesabarannya tidak sepanjang sungai nill.

"Ravel! Bangun, atau kau mau dihukum karena melewatkan sarapan pagi?"

Kata-kata itu seketika membuat Ravel si "tukang tidur" tersentak. Nama panggil nya berubah tanda bahaya! Dengan gerakan cepat, dia bangun dari tempat tidur, membuat kepalanya langsung pusing tujuh keliling akibat perubahan posisi mendadak.

"Sudah berapa kali abang bilang, jangan pernah bangun tidur secara mendadak seperti itu, Ravel!" tegur Liam tajam.

"M-Maaf, Abang..." ucap Ravel sambil menunduk. Ia sadar betul telah melupakan peringatan itu.

Baru saja bangun, dia sudah mendapat tatapan tajam dari sang kakak.

"Basuh wajahmu dulu. Abang tunggu di sini," ujar Liam, akhirnya mengalah setelah melihat ekspresi bersalah di wajah adiknya.

Tak lama, Ravel kembali. "Sudah selesai, Abang."

Tanpa banyak bicara, Liam langsung menggendongnya dan membawanya turun ke ruang makan.

Sesampainya di sana, Ravel melihat seluruh keluarganya telah berkumpul. Liam mendudukkannya di kursi, tepat di antara dirinya dan Vincent. Sang ayah segera mencium kening putra bungsunya.

Sarapan pagi dimulai dalam keheningan. Begitulah kebiasaan keluarga besar Ananta saat makan bersama.

---

Setelah sarapan, masing-masing anggota keluarga sibuk dengan aktivitasnya.

Daddy pergi ke kantor bersama Liam, sementara Zara dan Ian berangkat sekolah. Mommy? Baru saja keluar setelah mengurus kelas El, katanya ada urusan di butik.

Sekarang, Ravel sendirian di mansion. Yah, tidak sepenuhnya sendirian. Masih ada Rico, pengawal yang selalu mengawasinya.

Ravel menghela napas panjang di atas sofa sambil menonton TV. Bosan. Ia ingin pergi ke taman belakang untuk mengunjungi kelinci kesayangannya, meskipun bukan jadwal bermain di sana.

Mansion ini tentu dilengkapi CCTV untuk keamanan, terutama untuk mengawasinya. Tapi ada beberapa titik buta-tempat-tempat yang tidak terjangkau kamera.

"Bagaimana ya caranya..." lirih Ravel, masih berpikir.

"Ya, Tuan Kecil?" sahut Rico tiba-tiba.

Ravel tersentak. "Apa?" tanyanya bingung.

"Bukankah tadi Tuan Kecil berbicara?"

"Aku nggak ngomong sama kamu, tahu!"

"Maaf, Tuan Kecil."

"Rico!!"

"Jangan teriak. Ada apa, Tuan Kecil?"

"Suka-suka aku dong! Cepat, ikut aku!"

"Baik, Tuan Kecil," jawab Rico, meski dalam hati sudah berencana akan melaporkan semuanya nanti.

Mereka meninggalkan ruang tamu dan naik lift. Ravel membawanya ke gudang.

Setibanya di depan pintu, Rico merasa heran. "Kenapa kita ke sini, Tuan Kecil?"

"Om, aku mau minta tolong. Bisa tangkap tikus yang ada di dalam nggak?"

"Tikus? Tapi di gudang ini mana ada tikus, Tuan Kecil? Mansion ini selalu dijaga kebersihannya."

"Ada, kok! Aku dengar suaranya tadi!" tegas Ravel.

Rico tampak ragu. "Baiklah, saya coba. Tuan Kecil tunggu di sini, saya panggil teman saya dulu untuk menemani Anda."

"Eh, sini! Biar aku saja yang telepon," ujar Ravel, merebut ponsel Rico.

Rico pasrah. Saat ia benar-benar masuk ke dalam gudang...

Brak!

Pintu tertutup keras dan terkunci dari luar!

"Tuan Kecil?!" Rico memukul-mukul pintu. "Buka! Tuan Kecil, ini tidak lucu! Saya bisa kena hukuman dari Tuan Vincent!"

"Maaf ya, Om! Aku ada urusan sebentar. Jangan teriak-teriak, percuma, gudangnya kedap suara!"

Tawa puas terdengar dari luar.

Sekarang, tinggal menyelinap keluar dari penjagaan lainnya...

Ravel berjalan mengendap-endap. Sepertinya aman. Para penjaga sibuk dengan tugas masing-masing, tidak memperhatikannya.

"Eummm... Wanginya enak sekali," gumamnya, mencium aroma yang menggoda dari arah dapur.

---

Done.
Vote jangan lupa😉

RavelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang