14. Cerita di Akhir Hari

34 6 0
                                    




Frankenstein bangun dengan napas tak karuan, keringat membasahi tubuhnya. Mimpi buruk kembali mendatanginya. Lengah sedikit saja, Dark Spear akan mengambil kesempatan untuk menganggunya. Senjata sialan itu tidak akan membiarkannya hidup dengan tenang sekarang.

Terlebih lagi dengan orang-orang yang sudah ia serap beberapa tahun lalu, membuatnya semakin kuat saja. Bahkan dirinya sudah kewalahan dengan senjata yang diklaim sebagai kekasih gilanya itu.

"Frankenstein, kami mengutukmu!"

"Kenapa hanya kau yang masih hidup?"

"Kenapa!?"

"Bergabunglah dengan kami sekarang!"

Kata-kata hinaan dan kutukan masih berputar di kepalanya. Ia harus segera mencari cara agar senjata itu tenang, salah satunya adalah melepaskan jiwa-jiwa tak waras itu sedikit.

Perasaan bersalah kembali menyelimutinya, dialah yang menyebabkan semua ini. Modifikasi tubuh dan eksperimen, dialah yang menciptakannya. Orang-orang tak bersalah menjadi korban, terlebih lagi orang-orang terdekatnya juga menjadi korban.

Dahulu, ia akan melakukan berbagai cara untuk menjadi lebih kuat. Berusaha melakukan apa saja demi mencapai tujuan itu. Berharap bahwa kemampuannya akan membantu kehidupan umat manusia. Rasa hausnya terhadap pengetahuan, mendorongnya untuk melakukan apapun demi kepuasan itu.

Manusia yang selalu dianggap lemah, berusaha bertahan hidup dalam keterbatasan. Tanpa adanya kekuatan, manusia hidup dalam ketakutan. Wabah mematikan menyebar luas sampai pelosok negeri, manusia mati dengan mudah. Tidak seperti bangsawan dan werewolf yang mempunyai kekuatan tanpa adanya rasa takut. Pikirannya kembali ke masa lalu, membuat Dark Spear semakin marah disana.

Ia berusaha menenangkan dirinya sendiri. Kenapa kenangan itu kembali muncul? Manusia hanya ingin bertahan layaknya bangsawan dan werewolf, apakah itu salah? Sepertinya menciptakan senjata gelap ini adalah kesalahan, seperti sebuah kutukan seumur hidup baginya.

/////

Shinwu dkk berpamitan setelah pertemuan tahunan mereka. Para RK baru menyadari bahwa anak-anak yang dulu mereka jaga sudah dewasa, bukan anak sekolah lagi. Salah satu janji mereka dulu adalah melindungi kehidupan yang ada disini sepertinya sudah terwujud.

"Mereka sudah dewasa ya," komentar Takio.

"Umur mereka sudah menginjak 30 tahun," timpal M-21.

"Aneh rasanya ketika mereka sudah memiliki umur yang sama dengan kita, apalagi melebihinya"

Sebagai manusia modifikasi, waktu terasa berhenti bagi mereka. TIdak menua, kekebalan tubuh yang meningkat, dan tentu saja pertahanan fisik dan penyembuhan mereka melebihi manusia biasa.

"Kau benar, Tao."

"Mereka terkadang bicara mengenai kita yang seakan tidak berubah." Satu-satunya perempuan di rumah ini ikut berkomentar. Seira seringkali mendapatkan pernyataan pujian dari Yoona dan Sui. Jujur saja, dia sama sekali tidak tahu cara menanggapinya.

Bagi seorang bangsawan, hidup panjang sampai ratusan tahun adalah hal yang biasa, bahkan ribuan tahun. Tidak berubah dan tetap sama pada tempatnya, seperti itulah mereka.

"Ah," para pria di tempat itu mengangguk mengerti. Bahkan seorang yang sedang duduk menikmati teh dengan cara berkelas itu menyetujuinya. Raizel mendengarkan curhatan para RK dengan seksama.

"Apakah mereka curiga?"

"Sepertinya"

"Tak perlu khawatir, aku sudah kendalikan pikiran mereka." Bangsawan termuda itu kini bersuara.

Noblesse; Red SnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang