Langit menggelap dengan perlahan, cahaya kemerahan tercipta di angkasa yang kelabu. Matahari tenggelam di garis cakrawala, seolah pemisah antara langit dan lautan. Pantulan kilau senja terlihat di permukaan air, pesona indahnya membuat takjub semua orang.
Pemandangan magis itu sama sekali tak bisa dinikmati oleh pria yang sedari tadi kelimpungan mencari Tuannya yang belum juga pulang. Sejak sore tadi, ia belum menemukan keberadaannya. Setelah melangkah jauh, di dekat dermaga tua, manik birunya mendapati sosok yang ia cari.
"Tuan, anda baik-baik saja?" Tanyanya mendekat.
Matanya berubah memicing berhadapan dengan Lord Werewolf, mengancam tak takut jika terjadi apa-apa pada Tuannya.
"..."
"Aku baik-baik saja, Frankenstein," kata Sang Noblesse menjernihkan suasana.
"Tenanglah Frankenstein, aku tidak mengajaknya untuk bertarung," ujar Muzaka.
"Apa tujuanmu datang kemari, Lord Muzaka?"
"Bertemu seorang teman sekaligus berlibur. Kenapa memangnya?"
"Aku tidak pernah memercayaimu," balas pria berambut pirang sebahu itu.
"Kenapa rasanya kau semakin tidak suka padaku?"
"Memang seharusnya seperti itu"
"Apa?"
"Aku mengatakan apa yang kukatakan"
Bukannya emosi, pria werewolf itu tersenyum maklum. Hanya Frankenstein yang bisa berbuat seperti ini padanya. Sepertinya ia jadi semakin overprotective pada Tuannya. Ah tidak, memang sedari dulu manusia arogan yang satu ini berperilaku seperti itu sejak ia dilahirkan, pikir Muzaka.
"Tuan sebaiknya kita kembali," ajaknya pada sang majikan.
Raizel mengangguk.
"Wah-wah, aku diusir dan diabaikan"
"Hei Raizel, kau tidak membelaku?" Rengeknya.
"Lanjutkan mimpimu di rumah, Muzaka," ucap Frankenstein tanpa memanggil embel-embel "Lord".
Pria dengan bekas luka di pipi kanan itu menghela napas seraya tersenyum, "Yah, setidaknya mereka baik-baik saja." Ia meninggalkan kawasan pantai menuju tempat ramai disana. Berbagai restoran, pedagang kaki lima, dan toko memenuhi jalanan.
Sungguh berbeda dari ratusan tahun lalu yang ia ingat dulu. Ketika malam tiba, manusia akan masuk ke rumah dan mengunci pintu rapat-rapat. Objek wisata belum ada saat itu, alat transportasipun sangat terbatas. Manusia yang dianggap lemah, kini bisa membangun peradaban sebesar ini.
Ia larut dalam pikirannya sendiri, memikirkan kaumnya agar bisa bertahan di dunia ini. Zaman telah berubah, ia harus belajar dari kesalahannya di masa lalu. Termasuk kesalahan kepemimpinan Maduke culas itu, yang menggunakan kaumnya sendiri untuk dikorbankan. Ia sudah memusnahkan eksperimen keji itu, memperbaiki sistem werewolf secara menyeluruh, serta para prajurit lama ikut membantu para werewolf muda untuk bertarung. Ia merasa itu semua belum cukup, tentu saja belum, melindungi seluruh werewolf menjadi prioritasnya sekarang.
"Garda, tunjukkan dirimu. Aku tahu kau disana."
Nama yang dipanggil segera menghadap, "Saya disini untuk menjemput Lord," katanya sambil berlutut.
"Kau selalu saja begitu, aku sudah bilang untuk pergi sebentar."
Wanita dikuncir ekor kuda itu tak menjawab. Bagaimana mungkin ia bilang jujur bahwa ia khawatir pada Lordnya.
"Kau sudah disini jadi mari kita pulang. Kau bilang untuk menjemputku, kan?"
"?"
"Kenapa terkejut sekali?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Noblesse; Red Snow
FanfictionSalju merah. Di langit malam itu, terdapat salju merah yang aneh. Semua orang bertanya tanya. Apa yang sebenarnya terjadi?. Kejadian itu adalah sebuah tragedi sekaligus keajaiban. Berbagai rasa pilu dan sakit yang dialami mereka merupakan sebuah t...