3 bulan kemudian.
"Jadi, lebih pilih perusahaan dari pada anaknya, ya, Pi?" Lingga menatap sang papi yang sedang menandatangani suatu berkas.
"Ya, mau gimana lagi? Horizon development udah berdiri sejak tahun 90an, mereka juga punya ribuan karyawan, jadi gak mungkin ngorbanin mereka semua demi satu orang," balas Angga, masih menandatangani beberapa berkas yang menumpuk di meja.
Lingga mengambil duduk di sofa dan menatap sang papi di seberangnya. "Tapi beneran bakal dapet hukuman ‘kan, Pi? Lingga gak mau kalau tiba-tiba dapet keringanan."
"Kamu tenang aja, Papi jamin mereka gak akan bisa suap orang-orang di pengadilan nanti," ucap Angga.
Ekspresi wajah Lingga menunjukkan kelegaan, dia lantas diam sebentar sebelum akhirnya bertanya, "Kalau Lingga yang ada di posisi itu gimana, Pi? Papi bakal tetep nyelametin perusahaan seperti yang dilakuin Pak Satrio?"
Angga tampak diam, bahkan bolpoin yang dipegangnya mengambang di udara, lantas terdengar helaan napas dari mulutnya. "Enggak ada orang tua yang sempurna di dunia ini, Lingga. Mungkin Papi berhasil dalam mengurus perusahaan, tapi belum tentu berhasil dalam mengurus dan mendidik anak. Papi bakal introspeksi diri, dan tentunya bakal kasih kamu hukuman juga kesempatan supaya bisa jadi orang yang lebih baik lagi," ujarnya, "mengakui kesalahan mungkin bakal bikin orang-orang hilang kepercayaan sama perusahaan Papi, tapi gak kenapa-napa, asalkan Papi bisa dapet kesempatan untuk mendidik anak Papi dengan benar."
Gantian Lingga yang terdiam, belakangan dirinya merasa bersalah atas apa yang telah terjadi 10 tahun lalu sampi hari ini. Dia selalu berandai jikalau hari itu dirinya menemani Bintang yang sedang marah, mungkin tragedi itu takkan pernah terjadi. "Pi, Lingga minta maaf karena udah ngerepotin Papi. Belakangan Lingga ngerasa bersalah sama Bintang, orang tuanya, juga Papi dan Mami. Harusnya, Lingga bisa cegah hal itu, mungkin hidup Bintang gak akan semenyakitkan ini, dan Papi juga gak akan repot berurusan sama Pak Satrio," ungkapnya.
Angga menatap Lingga dengan dalam, kemudian menaruh bolpoinnya dan menghampiri sang putra seraya menepuk kedua bahunya. "Kamu tahu ... semua yang terjadi di dunia ini kehendak Tuhan, kita sebagai manusia cuma bisa menjalaninya."
"Papi bangga sama kamu karena mau berusaha memperbaiki kesalahan yang diperbuat, kamu bahkan nerima Zio seperti anak kandung sendiri. Jadi, gak ada yang perlu disesali lagi, jalan takdirnya memang seperti ini, sekarang cukup fokus membahagiakan keluarga kamu," sambung Angga.
Lingga tersenyum, kemudian ia bangkit untuk memeluk sang papi. "Mungkin ini malu-maluin, tapi Lingga sayang banget sama Papi," ucapnya, yang membuat Angga tertawa.
───── 𝑻𝒊𝒘𝒂𝒍𝒂 ─────
17.41 WIB.
Bae ♡
Ga, tadi Mami nelpon suruh mampir ke rumah, kamu langsung ke sini ya, aku sama Zio udh duluan ke siniLingga langsung menelpon Bintang setelah membaca pesan masuk darinya. "Aku on the way pulang, kamu mau nitip sesuatu, By?" ucapnya ketika sambungan telepon sudah terhubung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiwala 2024 ✓ | Proses Revisi
Romance(n) Percaya _________________________________________ ❝𝑼𝒏𝒊𝒗𝒆𝒓𝒔𝒆 𝒘𝒐𝒓𝒌𝒔 𝒊𝒏 𝒂 𝒎𝒚𝒔𝒕𝒆𝒓𝒊𝒐𝒖𝒔 𝒘𝒂𝒚.❞ "Ga, aku sayang sama kamu, semoga di kehidupan selanjutnya, kisah kita berakhir bahagia. I love you, Lingga. Always." ~ Bintang...