Rumah Sakit Medika Nusantara, Jakarta, pagi itu sibuk seperti biasa. Suara langkah kaki para tenaga medis yang berlalu lalang memenuhi lorong-lorong rumah sakit, menciptakan ritme yang akrab bagi para dokter dan perawat yang telah terbiasa dengan hiruk-pikuk ini. Di tengah kesibukan itu, Dr. Andra Wicaksono berjalan dengan langkah cepat menuju ruang operasi. Dengan jas lab putih yang selalu tampak rapi, Andra dikenal sebagai dokter bedah kardiovaskular senior yang sangat dihormati. Dia selalu fokus, dingin, dan tegas-pribadi yang sempurna untuk pekerjaannya yang menuntut.
Namun, hari itu sedikit berbeda. Di ruang rapat kecil di samping ruang operasi, seorang dokter residen baru sedang menunggu untuk diperkenalkan kepada tim bedah. Namanya Dr. Nadya Ardianti. Nadya adalah dokter muda yang baru saja menyelesaikan pendidikan medisnya dan sangat antusias memulai tugasnya di rumah sakit ternama ini. Dengan senyum cerah dan mata yang penuh semangat, Nadya memperlihatkan antusiasme yang tinggi-sesuatu yang Andra selalu anggap sebagai sifat yang terlalu naif untuk dunia medis yang keras ini.
Ketika Nadya pertama kali bertemu Andra, dia merasakan campuran antara kekaguman dan ketegangan. Andra, dengan ketenangan yang mengintimidasi, hanya memberikan anggukan singkat sebelum mulai memberikan instruksi tentang operasi yang akan mereka lakukan hari itu.
Andra: "Selamat datang, Dr. Nadya," ucapnya singkat tanpa senyum. "Saya Dr. Andra Wicaksono. Di sini, kita tidak punya banyak waktu untuk basa-basi. Anda di sini untuk bekerja, belajar, dan yang paling penting, tidak membuat kesalahan. Kita akan melakukan operasi Coronary Artery Bypass Grafting (CABG) pada seorang pasien bernama Pak Yanto pagi ini. Ini kasus yang rumit, jadi saya harap Anda siap."
Nadya: "Tentu, Dr. Andra. Saya siap dan akan melakukan yang terbaik," jawab Nadya dengan nada penuh keyakinan, meskipun dalam hatinya, dia merasa gugup.
Andra hanya mengangguk singkat dan berbalik untuk pergi. Nadya mengikuti di belakangnya menuju ruang persiapan operasi. Di sana, dia melihat keluarga Pak Yanto, istri dan anaknya yang tampak cemas. Nadya, yang selalu percaya bahwa dukungan emosional adalah bagian penting dari perawatan pasien, mendekati mereka.
Nadya: "Bu, Pak, saya Dr. Nadya, salah satu dokter yang akan membantu dalam operasi Pak Yanto. Saya tahu ini saat yang sulit, tapi saya ingin memastikan bahwa kami akan melakukan segala yang kami bisa untuk menjaga Pak Yanto. Saya harap Ibu dan Bapak bisa tetap tenang dan berpikir positif."
Istri Pak Yanto, Bu Sari, menatap Nadya dengan mata berkaca-kaca.
Bu Sari: "Terima kasih, Dok. Kami hanya berharap semuanya akan berjalan lancar. Kami sangat bergantung pada Anda semua."
Nadya tersenyum dan meremas tangan Bu Sari dengan lembut.
Nadya: "Kami akan melakukan yang terbaik, Bu. Tolong percaya pada kami."
Namun, saat Nadya berbalik untuk kembali ke ruang persiapan, dia mendapati Andra yang berdiri dengan tangan bersilang di dadanya, memandangnya dengan tatapan tajam.
Andra: "Dr. Nadya," katanya dengan nada dingin, "di sini kita bukan untuk memberi harapan palsu. Anda mungkin berpikir bahwa dengan memberikan kata-kata manis, Anda bisa menenangkan keluarga pasien, tapi pada akhirnya, yang penting adalah tindakan kita di ruang operasi. Jangan biarkan emosi Anda mengganggu pekerjaan Anda. Fokus pada pasien, bukan pada keluarganya."
Nadya terkejut dan sedikit tersinggung dengan komentar Andra, tetapi dia berusaha untuk tidak memperlihatkannya.
Nadya: "Saya hanya mencoba untuk memberi mereka sedikit ketenangan, Dr. Andra. Mereka sangat cemas, dan saya pikir-"
Andra: (memotong) "Cemas adalah hal yang wajar. Mereka tidak butuh kata-kata penghiburan, mereka butuh hasil. Dan hasil hanya bisa dicapai dengan fokus dan ketenangan dalam bekerja. Jangan biarkan emosi Anda mengganggu. Kita masuk ke ruang operasi untuk menyelamatkan nyawa, bukan untuk bermain perasaan."
Nadya mengangguk, meskipun di dalam hatinya, dia merasa bahwa pendekatan Andra terlalu kaku dan tidak manusiawi.
Nadya: "Saya mengerti, Dr. Andra. Saya akan fokus pada operasi."
Andra menatapnya sejenak sebelum berbalik dan berjalan menuju ruang operasi tanpa sepatah kata lagi. Nadya menghela napas dan berusaha menenangkan dirinya. Ini adalah operasi pertamanya bersama Andra, dan dia tidak ingin membuat kesalahan.
Di ruang operasi, suasana sangat tegang. Pak Yanto sudah terbaring di meja operasi, dan tim bedah mulai bersiap-siap. Andra berdiri di posisi utama, memimpin tim dengan ketenangan yang luar biasa.
Andra: "Scalpel," perintahnya singkat, dan Nadya segera memberikan alat yang diminta.
Operasi berjalan dengan baik pada awalnya, tetapi tiba-tiba, monitor menunjukkan bahwa detak jantung Pak Yanto mulai tidak stabil. Tim operasi mulai panik, tetapi Andra tetap tenang.
Andra: "Cardiac massage, sekarang!" katanya tegas.
Nadya, yang berada di samping Andra, langsung bergerak mengikuti instruksi. Dia menyaksikan dengan kagum saat Andra mengendalikan situasi dengan keterampilan dan ketenangan yang luar biasa. Setelah beberapa menit yang menegangkan, detak jantung Pak Yanto kembali stabil.
Andra: "Baik, kita lanjutkan. Dr. Nadya, siapkan clamp."
Nadya segera melaksanakan perintah Andra, meskipun tangannya sedikit gemetar karena tekanan situasi. Operasi berlanjut hingga selesai dengan sukses. Setelah operasi selesai, Andra langsung memberikan instruksi singkat kepada tim dan kemudian berjalan keluar dari ruang operasi tanpa sepatah kata pun kepada Nadya.
Nadya berdiri sejenak, merasa lega sekaligus bingung. Dia tahu operasi itu sulit, dan dia bangga bisa melewatinya tanpa kesalahan besar. Tetapi dia juga merasa ada jarak yang besar antara dirinya dan Andra. Dia berharap bisa belajar banyak dari Andra, tetapi sikap dingin Andra membuatnya merasa terasing.
Saat hari semakin siang, Nadya mendapati dirinya merenungkan kata-kata Andra di ruang operasi. Dia tidak bisa menyingkirkan perasaan bahwa ada sesuatu di balik sikap dingin Andra-sesuatu yang mungkin berkaitan dengan pengalaman atau trauma masa lalu. Tapi untuk saat ini, dia tahu bahwa dia harus fokus pada pekerjaannya dan membuktikan bahwa dia layak berada di sini.
Di hari-hari berikutnya, Nadya terus berusaha beradaptasi dengan lingkungan barunya. Dia bekerja keras, belajar dari setiap kasus, dan meskipun Andra tetap menjaga jarak, dia terus mengamati setiap gerak-geriknya, mencoba memahami filosofi kerja Andra yang sangat berbeda dari dirinya. Nadya mulai melihat bahwa di balik sikap keras dan dingin Andra, ada seorang dokter yang sangat berdedikasi-seseorang yang mungkin terlalu sering menyaksikan kegagalan dan penderitaan sehingga dia memilih untuk menutup dirinya dari emosi.
Namun, Nadya juga menyadari bahwa jika dia ingin bertahan dan sukses di rumah sakit ini, dia harus menemukan caranya sendiri untuk menyeimbangkan empati dengan profesionalisme. Dan meskipun ini baru permulaan, dia tahu bahwa perjalanan ini akan penuh dengan tantangan dan pelajaran yang tak ternilai harganya.Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Healing Hearts
RomanceKisah antara Dr. Andra Wicaksono yang merupakan dokter bedah kardiokasvular senior dengan seorang dokter residen yaitu Dr. Nadya Ardianti, yang saling menjalin keakraban dengan adanya sedikit bubuk cinta. Seiring berjalannya waktu kedekatan mereka s...