Telon jadi Saksi

394 30 18
                                    

Aku meraih tissue kemudian menyeka air yang ada di dahi dan pipinya. Setelahmya tak ada dari kami yang membuka percakapan.
Sampai dirumah, aku melihat dia langsung menyandarkan punggungnya pada sofa ruang tamu.

Rony tampak memejamkan mata dan memijat pelipisnya, ada sedikit kegelisahan di hatiku saat melihat kondisi Rony seperti ini.

“Lo kenapa Ron?”dia sedikit meringkuk agak mengigil.

Aku meraba ujung dahinya dan ternyata terasa hangat. Sebelum aku beranjak hendak mengambil handuk untuk di kompres dan minyak telon, dia menarik tanganku hingga terduduk di sofa sebelahnya.

Dia memelukku “gini dulu Ca” seketika tubuhkupun ikut menghangat, seakan panas tubuh Rony ikut menjalar padaku.
Kedua tangan merangkul penuh tubuhku dengan dia yang bersandar pada bahuku. Dapat kurasa deru napasnya yang teratur. Aku membiarkan ini karena tak ingin menganggu ia yang tampak kelelahan.

“pindah ke kamar aja Ron”aku mencoba membangunkannya, bukannya melepas tubuhku justru peluk itu lebih erat dari sebelumnya.

“gue masakin dulu, lo belum makan kan?”dia menggeleng

“gue udah gak lapar”

“tapi tetap aja harus makan dulu, terus lo ganti pakaian dulu” aku mengingatkan bahwa bajunya masih lembab.

Akhirnya dia mengurai peluk, aku menuju kamar kemudian membuka lemari miliknya, setelah menyiapkan handuk bersih dan pakaian ganti. Aku menuju dapur dan membuatkan makan malam seadanya dengan ayam goreng dan capcai. Kebetulan semua bahan masih tersedia di freezer dan sudah di potong potong tinggal di cuci bersih dan di olah menjadi makanan yang siap disajikan.

Setelah semua sudah tertata di atas meja makan, aku menuju kamar Rony dengan secangkir membawa teh hangat. Belum sempat aku mengetuk pintu kamar, sosoknya sudah muncul tepat dihadapanku dengan wajah yang fresh dan rambut masih sedikit basah.

“lo mandi lagi?”tanyaku pada pria yang menggunakan celana pendek rumahan itu.

“gue baru mandi”

“dari pulang gak mandi?:
Ia hanya mengangguk kecil kemudian menyeruput teh yang telah kusediakan di atas meja.

“nasinya dikit aja Ca” Saat ini dia sudah duduk di kursi makan dan aku tengah menyendokkan nasi pada piringnya.

“lo gak makan?’

“gue udah makan”

“dimana?’

“rumah temen gue”

“Nabila”Dahiku mengkerut

“lo tau dari mana kalau teman gue namanya Nabila?”

“kan lo ijin ke gue buat main ke rumah Nabila dan gue sering ngeliat lo bareng cewek itu kalau di kampus” dia menjawabku setelah menelan nasi yang ada di mulutnya.

“terus lo tau dari mana alamat rumah Nabila?”

“ada deh”

“ishh...gue serius Ronik”

“siapa sih yang gak tau cewek secakep dia”

Ada rasa tak nyaman saat dia memuji Nabila hingga membuat aku diam tak bersuara.

“Sal”dia memecah keheningan

“hmm...”aku menjadi tak berminat berbincang padanya.

“kok diam aja sih”

“kan lo lagi makan?”jawabku asal tanpa melihat wajahnya.

“kalau gue punya pacar, lo masih gini sama gue?”

tentang RonyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang