"Malam Sebelum Kekacauan"

80 9 0
                                    

Malam tiba dengan cepat di kota kecil itu, tetapi suasananya semakin ganjil. Tidak ada gemuruh kendaraan di jalan atau sorak sorai dari restoran di seberang hotel. Seventeen berada di kamar hotel mereka, berusaha menyesuaikan diri dengan situasi aneh ini.

Seungkwan, yang tidak pernah bisa tinggal diam terlalu lama, mulai mengeluh sambil berbaring di kasurnya. "Kita sudah latihan mati-matian untuk konser ini, tapi sekarang mungkin akan dibatalkan? Ini benar-benar mengesalkan!"

"Ya, tapi kita tidak bisa melakukan apa-apa tentang itu," jawab Joshua, berusaha tetap tenang. "Mungkin besok semuanya akan kembali normal. Jangan terlalu khawatir."

Sementara itu, di kamar sebelah, Jeonghan dan Seungcheol sedang membicarakan situasi terkini. Jeonghan duduk di pinggir tempat tidur, tangannya menyisir rambut panjangnya yang sudah mulai kusut. "Apa kau tahu sesuatu soal lockdown ini?"

Seungcheol menggeleng pelan. "Manajer Hyun belum dapat informasi lebih lanjut. Mereka hanya bilang ada masalah keamanan di beberapa bagian kota, jadi kita disuruh tinggal di hotel dulu."

"Ini sangat aneh," gumam Jeonghan. "Kita sudah sering bepergian, dan belum pernah mengalami yang seperti ini sebelumnya. Kau lihat tadi? Lobi hotel kosong, jalanan pun sepi."

"Aku juga merasa aneh, tapi sebaiknya kita tetap tenang dulu," kata Seungcheol. "Kita semua lelah, jadi lebih baik istirahat dulu malam ini. Besok, kita lihat bagaimana situasinya."

Jeonghan mengangguk setuju, meskipun wajahnya masih menunjukkan keraguan. "Semoga saja besok pagi semuanya kembali normal."

Di kamar lain, Wonwoo dan Mingyu sedang berkutat dengan perangkat elektronik mereka. Wonwoo memeriksa beberapa berita di internet, mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.

"Ada beberapa laporan tentang penyerangan aneh di kota-kota lain," kata Wonwoo, matanya fokus pada layar. "Orang-orang tiba-tiba diserang oleh orang lain yang katanya terlihat seperti... zombie."

"Zombie?" Mingyu terkekeh, duduk di sampingnya. "Kau pasti bercanda."

"Tidak, lihat ini," Wonwoo menunjuk artikel yang baru saja dibacanya. "Beberapa kota di dekat sini sudah dikarantina, dan beberapa saksi mengatakan pelaku penyerangan bertindak seperti... orang yang kehilangan kendali."

Mingyu menggeleng tak percaya. "Mungkin hanya hoax atau berita dilebih-lebihkan. Jangan terlalu dipikirkan. Kita punya konser untuk disiapkan, bukan film zombie."

Namun, Wonwoo tak bisa menghilangkan kegelisahan yang mulai menjalar di hatinya. Dia memutuskan untuk tetap membuka informasi terbaru di ponselnya, hanya untuk berjaga-jaga.

Sementara itu, Hoshi dan Dino tak terlalu memedulikan situasi di luar. Mereka malah sibuk berlatih koreografi baru di kamar mereka. Energi mereka seperti tak pernah habis, bahkan setelah sehari penuh latihan.

"Ayo, Dino! Coba ulangi gerakan ini lagi!" seru Hoshi sambil menunjukkan gerakan tari yang rumit.

"Hyung, kita sudah ulangi ini lebih dari sepuluh kali!" keluh Dino, tetapi dia tetap mengikuti arahan Hoshi dengan semangat. "Tapi, kurasa tidak buruk juga kalau kita terus berlatih. Siapa tahu kapan kita akan tampil lagi."

Di tengah-tengah tawa dan obrolan riang mereka, tiba-tiba terdengar bunyi keras dari luar jendela. Seluruh ruangan mendadak sunyi.

"Apa itu?" bisik Dino, matanya melebar.

Mereka berdua mendekati jendela perlahan dan mengintip ke luar. Jalanan yang tadinya sepi kini menampilkan pemandangan yang mengerikan: beberapa orang berlarian panik, dikejar oleh sosok-sosok yang berjalan terseok-seok dengan langkah tak wajar. Hoshi dan Dino terdiam beberapa saat, tak percaya dengan apa yang mereka lihat.

"Apakah... itu zombie?" tanya Dino dengan suara tercekat.

"Aku tidak tahu," jawab Hoshi pelan. "Tapi sepertinya kita harus memberitahu yang lain."

Hoshi segera mengambil ponselnya dan mengirim pesan ke grup chat internal mereka. "Guys, kalian harus lihat ini. Ada sesuatu yang tidak beres di luar."

Tak lama setelah itu, semua anggota Seventeen berkumpul di salah satu kamar, semua menatap keluar jendela dengan raut wajah yang serius. Kini, apa yang mereka lihat semakin jelas: kota itu sedang kacau. Orang-orang lari ke segala arah, dikejar oleh makhluk-makhluk yang tampak... bukan manusia.

Seungcheol, yang selama ini mencoba tetap tenang, tak bisa lagi menahan rasa cemasnya. "Kita harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ini jelas bukan situasi biasa."

Wonwoo langsung mengambil alih dengan menunjukkan berita yang dia temukan di internet. "Lihat ini, kota-kota lain sudah mengalaminya duluan. Mereka bilang ini semacam wabah yang menyebar dengan cepat. Orang yang terkena akan berubah jadi... zombie."

"Zombie?!" Seungkwan hampir berteriak. "Kita di tengah wabah zombie sekarang?!"

Jeonghan, yang biasanya penuh lelucon, kali ini diam dan tampak berpikir dalam-dalam. "Kita harus tetap bersama. Jangan berpencar. Kalau ini benar-benar zombie seperti di film, kita perlu menyusun rencana."

"Benar," Seungcheol setuju, berusaha menjaga ketenangannya. "Kita tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, jadi kita harus siap."

Joshua, yang selalu tenang, menyarankan agar mereka menutup semua pintu dan jendela, menjaga keamanan kamar mereka setidaknya untuk malam itu. "Besok pagi kita akan mencari cara untuk keluar dari kota ini."

Mereka semua mengangguk, tak ada pilihan lain selain mengikuti rencana ini. Malam itu, Seventeen tahu bahwa dunia yang mereka kenal baru saja berubah. Mereka tidak lagi hanya boy group yang menjalani tur, mereka kini terjebak dalam mimpi buruk hidup, dan harus menemukan cara untuk bertahan di tengah kekacauan yang tidak pernah mereka duga.

_____

Survival GrooveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang