"Realitas yang Mengerikan"

27 2 0
                                    

Pintu bunker akhirnya terkunci rapat, dan suasana di dalam ruangan berubah drastis. Bunker itu ternyata lebih besar daripada yang mereka bayangkan. Dinding-dinding logam berwarna abu-abu dan lampu neon yang berkedip memberikan nuansa seperti di film-film fiksi ilmiah. Beberapa meja dan kursi terlihat di sudut ruangan, serta beberapa rak penuh dengan persediaan makanan dan air. Namun, bunker itu tetap terasa menakutkan, terutama setelah pelarian gila yang baru saja mereka alami.

Mingyu, yang paling tinggi di antara mereka, membanting dirinya ke kursi terdekat, mengusap keringat dari wajahnya. "Aku rasa kita semua perlu latihan kardio lebih banyak."

Dino tertawa kecil, meskipun dia masih terengah-engah. "Aku setuju, hyung. Aku tidak pernah membayangkan tur dunia ini berubah jadi ajang lari marathon."

Hoshi, yang duduk di lantai sambil menatap langit-langit, tampak lelah tetapi tetap berusaha menjaga semangat. "Nah, kalau nanti kita selamat, aku mau buat konsep comeback yang penuh aksi. Latihan lari selama koreografi!"

Semua tertawa kecil, meskipun ketegangan masih terasa. Tapi seperti yang sudah menjadi kebiasaan mereka, lelucon kecil selalu menjadi pelarian dari situasi yang sulit.

Seungcheol, sebagai pemimpin, bangkit dan mulai memeriksa bunker. "Tempat ini terlihat lebih aman. Ada cukup persediaan untuk beberapa hari, mungkin seminggu kalau kita hemat. Tapi kita harus tetap waspada. Kita belum tahu apakah tempat ini benar-benar aman dari zombie atau tidak."

Jun, yang biasanya tidak banyak bicara, ikut berkomentar sambil memeriksa rak persediaan. "Sepertinya tempat ini sudah disiapkan untuk keadaan darurat. Ada banyak makanan kaleng, air, dan beberapa alat seperti obor dan radio. Mungkin ada juga senjata di sini."

Vernon, yang duduk di dekat pintu, mengangguk setuju. "Ini tempat yang bagus, tapi kita tidak bisa berdiam diri terlalu lama. Kita harus pikirkan bagaimana caranya keluar dari kota ini. Kalau kita hanya menunggu, kita bisa terjebak lebih lama."

Dokyeom, yang sejak tadi duduk dengan wajah penuh penyesalan, tiba-tiba mengangkat tangan. "Maaf soal tadi... soal rak yang aku jatuhkan. Itu kecelakaan, aku tidak bermaksud membuat semua jadi lebih sulit."

Minghao menepuk bahu Dokyeom dengan senyum tipis. "Hei, jangan khawatir. Kalau tidak ada momen konyol, kita bukan Seventeen namanya. Yang penting kita semua selamat, kan?"

Seungkwan langsung memanfaatkan momen ini untuk menambahkan leluconnya. "Ya, tapi kalau kita mati karena rak jatuh, kita pasti akan menjadi grup K-pop pertama yang meninggal bukan karena zombie, tapi karena Dokyeom."

Semua tertawa lagi, meskipun kali ini tawa mereka terdengar lebih lepas, seperti ada kelegaan kecil di tengah ketegangan. Dokyeom, meskipun malu, ikut tertawa. "Oke, aku janji tidak akan menjatuhkan apa-apa lagi."

Setelah suasana sedikit mencair, Woozi dan Wonwoo mulai mengeksplorasi bunker lebih dalam. Woozi memeriksa panel listrik yang terletak di sudut ruangan, sementara Wonwoo fokus pada komputer yang masih menyala di salah satu meja.

"Aku bisa mencoba mencari informasi lebih banyak dari sistem ini," kata Wonwoo sambil mengetik cepat di keyboard. "Kalau ini bunker milik pengelola mal atau pemerintah, mungkin ada informasi tentang kota ini, atau bahkan peta keluar dari sini."

Jeonghan, yang selalu tenang, berjalan mendekati Wonwoo sambil bersandar di meja. "Apa kita bisa berharap mendapatkan koneksi internet juga? Siapa tahu kita bisa menghubungi manajemen atau seseorang di luar kota ini."

Wonwoo menggeleng. "Koneksi internet sudah mati. Sepertinya jaringan komunikasi di kota ini diputus total."

Woozi, yang sedang memeriksa kabel listrik, menambahkan, "Tapi listrik di sini sepertinya berasal dari generator terpisah. Kita masih punya daya untuk sementara waktu."

Survival GrooveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang