"Pengkhianatan"

89 8 0
                                        

Suara tembakan memecah keheningan di lorong, dan semua anggota Seventeen langsung merunduk. Echo peluru itu menggema di antara dinding sempit, sementara kelompok bersenjata di ujung lorong terus mendekat dengan senjata terangkat.

"Menunduk!" seru Seungcheol dengan cepat, menarik Dino dan Jeonghan ke belakangnya.

Joshua segera merapat ke dinding sambil menarik Hoshi bersamanya. Mingyu, yang sudah siap sejak awal, dengan sigap mengangkat tongkat besi di tangannya, memposisikan dirinya untuk melindungi yang lain. Di belakangnya, Vernon dan Dokyeom bergerak cepat untuk berlindung di balik kotak logam yang terletak di sepanjang lorong.

"Siapa mereka?" bisik Minghao sambil merunduk di balik dinding beton. Tatapannya tajam, siap menghadapi ancaman baru.

Sosok-sosok bersenjata terus mendekat. Seorang pria tinggi dengan rambut hitam pendek melangkah maju, menatap tajam ke arah mereka. Wajahnya penuh determinasi, namun dingin dan tak kenal ampun.

"Kalian tidak seharusnya ada di sini," katanya dingin. "Kota ini sudah ditutup. Kami tidak bisa membiarkan siapa pun keluar."

"Apa maksudmu?" Seungcheol balas berteriak, meskipun dia tahu jawabannya sudah jelas. "Kami hanya berusaha bertahan hidup!"

Pria itu tidak menjawab. Dia hanya mengangkat tangannya, memberi isyarat kepada anak buahnya. Beberapa dari mereka mulai menyebar, memposisikan diri untuk mengepung Seventeen.

"Kita tidak bisa diam saja," bisik Jeonghan yang mulai merasakan ketegangan meningkat. "Kalau kita biarkan mereka mendekat, kita akan terpojok."

Seungcheol mengangguk cepat. "Kita harus bergerak cepat."

Di detik berikutnya, Wonwoo yang sudah merencanakan langkahnya dengan matang, tiba-tiba bergerak maju dengan kecepatan luar biasa. Dia meraih sebuah tongkat besi yang tergeletak di lantai, lalu dengan cepat mengayunkannya ke arah salah satu pria bersenjata yang paling dekat. Dengan satu hentakan kuat, dia berhasil menjatuhkan senjata dari tangan pria itu.

"Dapatkan dia!" teriak salah satu dari mereka, namun sebelum mereka sempat bereaksi, Mingyu sudah berlari dengan kecepatan penuh ke arah mereka.

Dengan kekuatan penuhnya, Mingyu menghantam salah satu pria bersenjata dengan tongkat besi yang ia pegang, membuat pria itu terlempar ke dinding. Suara dentuman keras bergema saat tubuh pria itu menghantam tembok beton, membuatnya tersungkur di lantai.

"Ambil senjatanya!" seru Mingyu kepada Dino, yang dengan cepat bereaksi dan berlari mengambil senjata pria yang pingsan itu.

Sementara itu, Joshua bergerak dengan gesit, merunduk di balik kotak logam sambil memberikan aba-aba kepada Hoshi dan Vernon untuk bergerak maju. Hoshi, yang biasanya ceria, kini sepenuhnya fokus. Dengan kecepatan luar biasa, dia berlari melintasi lorong, menyusup di antara kotak-kotak untuk mencapai salah satu pria bersenjata yang masih terdiam, tampak terkejut oleh perlawanan tiba-tiba dari Seventeen.

Pria itu mengangkat senjatanya, tetapi Hoshi dengan cepat menghindar, kemudian menendang senjata itu keluar dari genggamannya. Sebelum pria itu sempat menyerang balik, Minghao bergerak dari belakang dan dengan gerakan yang cepat, menghantam punggung pria itu hingga tersungkur ke lantai.

"Bagus!" seru Seungkwan yang berada di belakang, sementara dia dan Jun merapat untuk membantu anggota lain mengumpulkan senjata yang jatuh.

Namun, sebelum mereka bisa melanjutkan, salah satu pria dari kelompok bersenjata itu berhasil menembakkan peluru ke arah mereka. Peluru itu meleset tipis di samping Jeonghan, nyaris mengenai bahunya. Mereka semua langsung merunduk kembali.

"Ini bukan main-main," kata Woozi dengan suara tegang, memegang tongkat di tangannya. "Mereka serius memburu kita."

Sementara itu, Seungcheol menatap pria yang memimpin kelompok bersenjata tersebut. Mata mereka bertemu, dan di sana tidak ada niat damai. Seungcheol bisa merasakan ada sesuatu yang lebih besar dari sekadar bertahan hidup di balik aksi pria ini. Tapi saat ini, tidak ada waktu untuk mencari tahu lebih jauh.

Pria itu mengarahkan pistolnya langsung ke arah Seungcheol. Namun sebelum dia sempat menembak, Jeonghan tiba-tiba berlari cepat dan menghantamkan tongkatnya ke lengan pria itu, membuat tembakannya meleset ke dinding.

"Pergi sekarang!" teriak Seungcheol. "Kita tidak bisa bertahan di sini lebih lama!"

Mereka semua segera bergerak, berlari keluar dari lorong, sementara tembakan-tembakan terus terdengar di belakang mereka. Zombie-zombie yang tadinya mereka khawatirkan sekarang justru tertarik oleh suara tembakan itu, dan mulai berlari ke arah sumber suara.

"Kita hanya punya sedikit waktu sebelum mereka mengejar kita lagi," kata Mingyu dengan napas terengah-engah, saat mereka berhasil mencapai ruangan terbuka lain di ujung lorong. "Kita harus segera cari jalan keluar dari mal ini."

Dino yang masih memegang senjata yang ia ambil dari pria tadi, menoleh ke Seungcheol. "Apa kita harus melawan mereka lagi? Mereka akan terus mengejar kita."

"Belum tentu," jawab Seungcheol sambil berusaha berpikir cepat. "Mungkin ada jalan lain. Kita perlu waktu untuk merencanakan ulang langkah kita."

Saat mereka tiba di ujung ruangan, Woozi menarik peta elektronik yang sudah ia simpan. "Terowongan di dekat sini mungkin bisa menjadi jalur kita keluar. Tapi tidak ada jaminan terowongan itu masih aman."

"Apa ada pilihan lain?" tanya Jeonghan sambil melihat sekeliling ruangan, memastikan tidak ada ancaman langsung.

Namun, sebelum mereka sempat bergerak lebih jauh, tiba-tiba terdengar suara pintu berderit di sebelah kiri ruangan. Dari pintu itu, muncul zombie-zombie yang terseret dengan cepat. Jumlah mereka jauh lebih banyak dari yang mereka hadapi sebelumnya, dan mereka tampak jauh lebih lapar.

"Zombie lagi?" seru Dokyeom dengan nada putus asa. "Kita bahkan tidak diberi waktu istirahat!"

Tanpa peringatan lebih lanjut, zombie-zombie itu menyerbu ke arah mereka dengan langkah cepat. Salah satu zombie dengan tubuh besar hampir menangkap Dokyeom, namun Dokyeom dengan cepat menghindar dan menendang zombie itu ke belakang.

"Ayo! Kita harus terus bergerak!" seru Hoshi, yang kini tampak lebih serius dari biasanya. "Kalau kita berhenti, mereka akan mengepung kita."

Dengan kecepatan penuh, mereka semua mulai bergerak melewati ruangan yang penuh dengan barang-barang rusak dan puing-puing. Zombie-zombie terus mengejar mereka dari belakang, sementara suara tembakan di kejauhan masih terdengar, menandakan bahwa kelompok bersenjata tadi juga masih dalam pertempuran mereka sendiri.

"Ke kiri!" teriak Wonwoo, memimpin mereka menuju pintu di ujung ruangan yang tampaknya mengarah ke tangga darurat. Mereka berlari menuju pintu tersebut, namun zombie semakin mendekat.

Mingyu, dengan tubuh besarnya, bergerak cepat untuk melindungi yang lain. Dia mengayunkan tongkat besinya ke salah satu zombie yang mendekat, menghantam kepala makhluk itu dengan kekuatan penuh. Zombie itu jatuh ke lantai, tetapi lebih banyak lagi yang datang dari belakangnya.

"Kita tidak akan bisa bertahan kalau terus seperti ini." kata Vernon sambil terengah-engah. "Mereka terlalu banyak!"

Akhirnya, mereka sampai di pintu tangga darurat, dan Seungcheol segera membuka pintu tersebut. "Cepat masuk!"

Satu per satu mereka masuk ke dalam tangga darurat, dan dengan cepat Seungcheol menutup pintu di belakang mereka, mengunci zombie di luar. Namun, meskipun mereka aman untuk sementara, mereka tahu bahwa masalah mereka belum selesai.

"Kita masih harus keluar dari sini," kata Seungcheol sambil berusaha menenangkan napasnya. "Ini hanya langkah pertama."

Mereka mulai menuruni tangga darurat dengan cepat, tetapi di setiap langkah, mereka tahu bahwa bahaya masih menunggu di depan. Kelompok bersenjata yang mereka hadapi tadi masih berkeliaran di luar sana, dan zombie-zombie terus bertambah banyak.

Namun, tepat saat mereka hampir mencapai lantai bawah, terdengar suara keras dari pintu di bawah tangga. Suara itu disertai dengan langkah kaki berat, dan saat pintu terbuka... muncul seseorang yang tak mereka duga.

_____

Survival GrooveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang