Zombie besar itu bergerak maju dengan langkah terseok-seok, namun berbeda dari zombie lainnya, gerakannya tampak lebih cepat dan lebih terorganisir. Tangannya yang panjang dan berotot menjangkau ke arah Seungcheol dan yang lain, seolah-olah siap menerkam mereka kapan saja.
"Zombie ini... mutan?" bisik Joshua dengan mata membelalak.
Seungkwan, yang masih berdiri di belakang Seungcheol, langsung mengangkat tangannya seolah ingin menghentikan zombie itu dengan kata-kata. "Hei, hei, kalau kau cuma lapar, ada ramen di tasku. Mungkin kita bisa diskusi sambil makan."
Dokyeom tertawa kecil meski cemas. "Kalau dia bisa ngomong, mungkin kita harus tanya menu favoritnya dulu. Siapa tahu dia mau pilih 'Seungkwan Ala Carte'."
Seungkwan melotot. "Kalau ada yang jadi makanan, jelas bukan aku duluan! Zombie-zombie ini pasti tertarik sama yang banyak ototnya, kayak Mingyu. Lihat dia, jelas daging wagyu."
Mingyu, yang berdiri dengan tongkat besi di tangannya, hanya tersenyum getir. "Aku yakin zombie mutan ini mungkin lebih suka makan yang punya otot besar, tapi sayangnya, aku tidak masuk menu. Aku lebih suka jadi chef daripada jadi hidangan."
Zombie mutan itu mendekat dengan cepat. Seungcheol segera melangkah maju, siap untuk bertindak. "Oke, cukup bercanda. Kita harus keluar dari sini sekarang, sebelum dia benar-benar menyerang."
Zombie itu mengeluarkan erangan rendah, suaranya lebih mengerikan daripada zombie biasa. Wajahnya tampak mengerut dengan gigi yang menonjol keluar, seolah-olah makhluk ini berevolusi dari zombie yang lebih sederhana menjadi predator yang lebih mematikan.
Jeonghan, yang biasanya tenang, kali ini tampak sedikit pucat. "Uh, kalau kita tetap di sini, dia akan mengubah kita jadi hidangan utama. Aku tidak ingin jadi menu spesial."
Jun, meski dalam situasi genting, tidak bisa menahan diri untuk menimpali. "Aku yakin, kalau zombie ini tahu siapa kita, dia akan lari ketakutan karena Seventeen punya fandom besar. Dia mungkin tidak siap menghadapi Carat."
Tawa mereka mungkin singkat, tetapi ketegangan tetap terasa nyata. Zombie mutan itu mendekat dengan langkah lebih cepat dari yang diharapkan, dan kini hanya beberapa meter dari mereka.
"Kalau kita tidak lari sekarang, dia akan membunuh kita," kata Seungcheol dengan nada tegas.
"Atau dia mungkin minta kita perform 'HOT' untuknya sebelum kita mati," timpal Seungkwan cepat, dengan senyum masam. "Aku berharap kalau memang itu yang dia mau, setidaknya dia punya selera musik bagus."
Dengan isyarat dari Seungcheol, mereka semua berlari secepat mungkin menuju pintu keluar bunker yang terletak di sisi lain ruangan. Suara zombie yang mengerang di belakang mereka semakin keras, seolah-olah ia semakin mendekat dan siap menyerang kapan saja.
"Dia datang semakin cepat! Lebih cepat daripada waktu comeback kita!" teriak Hoshi sambil berlari.
Mereka terus berlari, dan ketika mereka hampir sampai di pintu keluar, tiba-tiba salah satu anggota tim penyelamat menekan tombol di dinding. Pintu keluar itu mulai terbuka perlahan, tapi suara gerakannya membuat zombie semakin tertarik. Sang mutan itu mempercepat langkahnya, kini hampir tak terkendali.
Seungcheol yang berada di belakang rombongan, menoleh ke belakang dan melihat betapa dekatnya zombie itu dengan mereka. "Kita harus keluar sekarang! Pintu ini tidak akan terbuka cukup cepat!"
Namun, Mingyu dengan cepat melangkah maju dan menahan pintu agar terbuka lebih cepat, menggunakan kekuatan fisiknya untuk mendorongnya. "Ayo cepat! Jangan berhenti!"
Hoshi, yang masih setengah tertawa karena tegang, berkata, "Lihat kan, zombie-zombie ini harusnya masuk ke gym dulu sebelum mencoba menyerang. Mereka jelas nggak siap untuk ini."
Mingyu hanya mendesah sambil tertawa. "Kalau mereka latihan, mungkin aku bisa kasih kelas gratis. Tapi sekarang bukan waktunya, ayo cepat keluar."
Akhirnya, pintu terbuka cukup lebar, dan satu per satu, anggota Seventeen mulai melarikan diri ke luar bunker. Mereka berlari melewati lorong sempit, mencoba menghindari zombie yang semakin mendekat.
Namun, tepat saat Vernon hendak keluar, zombie besar itu berhasil mencapai mereka. Tangan kasarnya hampir menjangkau Vernon, yang langsung melompat ke samping untuk menghindar.
"Hei, nggak perlu buru-buru, bro!" seru Vernon sambil melompat keluar dari pintu. "Ada antrean, tunggu giliran."
Zombie itu mengerang marah, seolah-olah mengerti bahwa mereka sedang bercanda tentang dirinya. Namun, sebelum zombie itu bisa menyerang lebih jauh, Seungcheol dengan cepat mengunci pintu dari luar. Suara gedoran keras terdengar dari dalam bunker, tetapi setidaknya mereka aman untuk saat ini.
Semua orang terdiam sejenak, mencoba mengatur napas setelah pelarian yang mendebarkan itu. Zombie masih menggedor pintu di belakang mereka, tetapi mereka tahu bahwa mereka harus terus bergerak.
Woozi yang sudah kehabisan napas, akhirnya berkata, "Kalau zombie itu bisa bicara, aku yakin dia akan mengeluh soal bagaimana kita mengunci pintu di wajahnya."
Seungkwan menimpali dengan cepat. "Ya, dia pasti ngambek.'"
Tawa kecil kembali terdengar, meski jelas mereka semua masih cemas. Seungcheol melirik ke lorong yang panjang di depan mereka. "Kita harus terus bergerak. Zombie itu bisa memecahkan pintu kapan saja."
Namun, sebelum mereka sempat melangkah lebih jauh, terdengar suara langkah kaki lain yang mendekat dari ujung lorong. Kali ini, langkah itu terdengar lebih berat dan teratur, tidak seperti zombie.
"Apa itu?" tanya Minghao, suaranya pelan namun waspada.
Seungcheol mengangkat tangannya, memberi isyarat untuk berhenti. Mereka semua menahan napas, berusaha mendengarkan lebih baik.
Langkah-langkah itu semakin mendekat, dan tiba-tiba muncul sosok-sosok bayangan dari ujung lorong. Orang-orang bersenjata muncul dari balik bayangan, dan mereka tampak lebih terorganisir daripada tim penyelamat yang mereka temui sebelumnya. Namun, wajah-wajah mereka terlihat tidak bersahabat dan senjata mereka terarah langsung ke Seventeen.
"Apa yang kalian lakukan di sini?" salah satu dari mereka berteriak dengan nada dingin.
Seungcheol menatap dengan hati-hati, merasa bahwa bahaya baru saja dimulai. "Kami terjebak di mal ini. Kami hanya berusaha bertahan hidup."
Pria bersenjata itu menatap mereka dengan tajam. "Mal ini sudah ditutup. Tidak ada yang boleh keluar."
Sebelum mereka bisa menjelaskan lebih jauh, salah satu pria lain menarik senjatanya lebih tinggi, bersiap menembak.
"Tunggu... apa yang terjadi?" bisik Joshua, merasa bahwa situasi ini lebih buruk dari yang mereka bayangkan.
Dan di detik berikutnya, terdengar suara tembakan keras yang memecahkan keheningan lorong.
_____
![](https://img.wattpad.com/cover/376166867-288-k571868.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Survival Groove
FanfictionSaat wabah zombie menyerang di tengah tur dunia, Seventeen harus bertarung untuk bertahan hidup. Dengan dunia yang berubah menjadi mimpi buruk, bisakah mereka menghadapi monster terbesar dan keluar hidup-hidup?