"Pelarian dari Venue"

112 6 0
                                    

Lorong-lorong belakang hotel terasa lebih panjang daripada yang seharusnya. Hanya terdengar bunyi langkah kaki yang hati-hati dan nafas mereka yang tertahan, seakan suara sekecil apapun bisa menjadi undangan bagi makhluk-makhluk di luar sana. Dinding beton yang dingin menambah suasana menegangkan. Meski semuanya berusaha tetap tenang, ketakutan sudah merayap masuk ke dalam hati setiap anggota Seventeen.

Wonwoo, yang selalu berpikir dengan logika, memimpin rombongan. Sesekali, ia berhenti untuk mendengarkan apakah ada suara yang mencurigakan di depan. Dokyeom, dengan sifatnya yang cenderung mudah gugup, berjalan di tengah rombongan sambil sesekali melirik ke belakang, memastikan tidak ada yang mengikuti mereka.

"Berapa jauh lagi?" bisik Mingyu, wajahnya tegang. Dia menggenggam kuat tas berisi persediaan yang mereka ambil dari hotel.

"Sebentar lagi," jawab Wonwoo pelan, meski ia sendiri tidak sepenuhnya yakin.

Mereka tiba di pintu belakang hotel, sebuah pintu besi tua yang berkarat. Seungcheol bergerak maju untuk membukanya, tetapi mendapati pintu itu terkunci rapat. Dia mencoba mendorongnya dengan sekuat tenaga, tetapi pintu tidak bergerak sedikitpun.

"Kita terjebak?" Dino berbisik dengan cemas, melihat ke arah Seungcheol dengan harapan.

"Tunggu," Wonwoo berjongkok, mengamati kunci di pintu itu. "Aku punya ide. Tapi butuh waktu sedikit."

Dengan cekatan, Wonwoo mengeluarkan alat kecil dari saku celananya, sesuatu yang biasa dia gunakan untuk memperbaiki barang elektronik. Dia mulai mencoba meretas kunci pintu dengan cepat, sementara yang lain berjaga-jaga.

Jeonghan, yang biasanya santai dan suka bercanda, sekarang berdiri diam dengan mata waspada, berusaha mendengarkan suara apapun dari lorong yang baru saja mereka lewati. Ketegangan semakin terasa ketika suara dari luar semakin mendekat.

"Ayo, Wonwoo," bisik Jeonghan. "Mereka bisa datang kapan saja."

Wonwoo tidak menanggapi, terlalu fokus pada kuncinya. Hanya beberapa detik berlalu, tetapi setiap detik terasa seperti berjam-jam. Akhirnya, terdengar bunyi klik halus. Pintu besi itu terbuka perlahan.

"Bagus, ayo kita keluar dari sini!" kata Seungcheol dengan suara rendah namun tegas.

Mereka semua bergegas keluar satu per satu, menyelinap keluar dari hotel menuju gang sempit di belakang gedung. Udara dingin malam segera menyergap mereka, membuat suasana semakin mencekam.

Saat mereka bergerak menuju jalan utama, suara langkah kaki yang terseok-seok mulai terdengar semakin dekat. Seungkwan, yang berada di belakang rombongan, melirik cepat ke arah sumber suara dan melihat beberapa zombie yang sedang mendekat, meskipun langkah mereka lambat.

"Uh... guys? Kita punya masalah," kata Seungkwan, suaranya bergetar.

Semua kepala segera menoleh ke arah yang ditunjuk Seungkwan. Beberapa sosok yang menyeret kaki mereka, dengan kulit yang pucat dan luka terbuka, bergerak menuju mereka dengan mata kosong. Salah satu dari mereka mengeluarkan erangan rendah yang seram, memecahkan keheningan malam.

"Jangan bergerak," bisik Joshua, berusaha tetap tenang. "Mungkin mereka belum melihat kita."

"Tapi mereka sudah bergerak ke arah kita!" sahut Dokyeom dengan suara tertahan, matanya melebar.

"Kita harus pergi sekarang," Seungcheol memerintah tegas. "Ayo, sebelum mereka benar-benar menyadari kehadiran kita."

Mereka semua mulai berjalan cepat, hampir berlari, melewati gang kecil yang dipenuhi sampah dan barang-barang berserakan. Jalanan kota ini, yang biasanya penuh kehidupan, sekarang berubah menjadi tempat yang menakutkan dan sepi. Lampu-lampu jalan berkedip-kedip, membuat bayangan zombie semakin menyeramkan.

Survival GrooveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang