Udara semakin dingin ketika mereka mendekati gedung pencakar langit yang menjulang di tengah kota. Gedung itu tampak seperti simbol kegelapan di tengah kehancuran. Seventeen dan Taejin tahu, inilah pusat dari semua kekacauan, tempat virus mematikan ini diciptakan dan disebarkan.
"Kita semakin dekat," kata Taejin dengan nada rendah. Bahunya masih terluka, namun ia berjalan dengan penuh tekad. "Laboratorium ini bukan sekadar fasilitas biasa. Ini adalah pusat kendali untuk semua eksperimen yang mereka lakukan di kota ini."
"Kita benar-benar akan masuk ke sarang mereka?" tanya Jeonghan, suaranya penuh keraguan.
Taejin mengangguk. "Jika kita berhasil menghancurkan sistem di dalam, kita bisa menghentikan penyebaran virus ini. Itu satu-satunya cara untuk menghentikan semua ini."
Seungcheol menatap gedung itu, wajahnya serius. "Bagaimana kita masuk? Gedung sebesar itu pasti dijaga ketat."
Taejin tersenyum tipis. "Ada pintu masuk rahasia di bawah gedung. Jalur evakuasi militer. Hanya sedikit yang tahu jalur itu. Kalau kita berhasil melewati pintu itu tanpa diketahui, kita bisa langsung masuk ke pusat kendali."
Mereka melanjutkan perjalanan dengan penuh kewaspadaan. Tidak ada lagi lelucon atau tawa yang terdengar, semua orang tahu bahwa misi ini adalah pertempuran terakhir mereka.
Ketika mereka mendekati gedung, suara kendaraan militer mulai terdengar dari kejauhan. Seungkwan mengintip ke arah depan gedung, melihat beberapa kendaraan militer dan tentara yang berjaga di sekitar pintu masuk utama.
"Ini terlihat lebih buruk dari yang kupikirkan," kata Seungkwan sambil mundur perlahan. "Mereka punya cukup banyak orang untuk menghancurkan kita dalam hitungan detik."
"Kita tidak bisa masuk lewat pintu utama," jawab Woozi, matanya penuh dengan ketegangan. "Pasti ada cara lain."
Taejin memberi isyarat kepada mereka untuk mengikutinya, dan mereka segera bergerak menyusuri sisi gedung. Di balik bayang-bayang reruntuhan, Taejin menemukan pintu besi kecil yang tersembunyi oleh tanaman liar dan puing-puing. "Ini dia," katanya. "Jalur ini akan membawa kita langsung ke dalam gedung tanpa terdeteksi."
Seungcheol mendekat, mengintip ke dalam kegelapan di balik pintu. "Kita nggak punya pilihan lain," katanya. "Semua siap?"
Mingyu mengangkat tongkat besinya dengan yakin. "Aku siap kapan pun," katanya dengan senyum tipis.
Taejin membuka pintu itu, dan satu per satu mereka masuk ke dalam lorong sempit yang panjang. Di dalam, udara terasa lembap dan dingin. Dinding-dindingnya penuh dengan jamur, dan bau besi tua menusuk hidung mereka.
"Tempat ini lebih menyeramkan dari yang kuduga," kata Dino, suaranya berbisik namun tegang.
Mereka berjalan dalam diam, hanya terdengar langkah kaki mereka yang bergema di sepanjang lorong. Cahaya dari senter yang mereka bawa menjadi satu-satunya sumber cahaya, dan setiap langkah membawa mereka semakin dalam ke dalam gedung.
Setelah beberapa menit berjalan, Taejin akhirnya menghentikan mereka. Di depan mereka ada sebuah pintu besar dengan logo militer. "Ini dia. Begitu kita masuk, kita berada di pusat gedung. Tempat ini pasti dijaga ketat, jadi kita harus cepat."
"Kalau kita ketahuan, kita nggak akan punya waktu untuk mundur," kata Seungcheol, memandang teman-temannya dengan tatapan serius. "Tapi kita harus masuk."
Semua anggota Seventeen mengangguk, meskipun rasa takut terlihat jelas di wajah mereka. Namun, tidak ada yang mundur. Mereka sudah sampai sejauh ini, dan tidak akan berhenti sekarang.
Taejin menarik napas panjang sebelum membuka pintu itu. Di baliknya, mereka melihat sebuah ruangan besar yang dipenuhi dengan layar komputer dan panel kontrol. Beberapa petugas militer duduk di depan layar, sibuk mengawasi data dan kamera pengawas.
"Kita masuk ke pusat kendali," bisik Taejin. "Kita harus menemukan cara untuk menghancurkan sistem ini."
Namun, sebelum mereka bisa bergerak lebih jauh, salah satu petugas militer melihat ke arah mereka. Matanya langsung melebar, dan dia berteriak, "Intruder! Serang mereka!"
Suasana langsung berubah kacau. Alarm mulai berbunyi, dan para petugas militer segera bangkit dan meraih senjata mereka. Seungcheol langsung bergerak cepat, memimpin teman-temannya untuk berlindung di balik meja kontrol.
"Taejin, apa yang harus kita lakukan sekarang?" teriak Jeonghan, yang menunduk sambil mencoba menghindari tembakan.
"Kita harus menghancurkan panel utama di sana," jawab Taejin, menunjuk ke arah sebuah server besar di tengah ruangan. "Itu tempat mereka mengendalikan semua eksperimen di kota ini."
Mingyu langsung berlari ke arah panel, menghindari tembakan yang datang dari segala arah. Dengan satu ayunan kuat, dia menghantam server itu dengan tongkat besinya, namun server tersebut masih bertahan.
"Ini lebih kuat dari yang kupikirkan!" teriak Mingyu, mencoba menghantam server itu lagi.
"Berikan aku waktu!" teriak Woozi sambil merangkak ke panel kontrol di dekatnya. "Aku bisa mematikan sistemnya dari sini, tapi aku butuh perlindungan."
Dino dan Hoshi segera bergerak untuk melindungi Woozi, menghadang tembakan dari petugas militer yang semakin dekat. "Ayo cepat, Woozi! Kita nggak bisa menahan mereka lebih lama!" seru Hoshi.
Sementara itu, Taejin dan Seungcheol bergerak cepat ke sisi lain ruangan, mencoba menjatuhkan petugas-petugas militer yang masih menembak. Taejin menembak dengan presisi, melumpuhkan beberapa petugas, sementara Seungcheol menggunakan tongkat besinya untuk menyerang dari jarak dekat.
Joshua dan Jeonghan bergabung dalam serangan, melindungi sisi kiri ruangan sambil memastikan tidak ada musuh yang mendekat terlalu dekat. "Kita harus bertahan sampai Woozi selesai!" teriak Joshua, sambil menembak ke arah petugas yang mendekat.
"Sedikit lagi!" teriak Woozi dari panel kontrol, jemarinya bergerak cepat di atas tombol-tombol kontrol.
Namun, sebelum Woozi sempat menyelesaikan tugasnya, pintu di belakang mereka tiba-tiba terbuka lebar, dan segerombolan zombie mutan masuk dengan gerakan cepat. Mereka mengerang dengan ganas, mata mereka yang merah bersinar di bawah lampu ruangan.
"Kita punya masalah besar!" teriak Dokyeom, yang berdiri paling dekat dengan pintu. "Zombie-zombie ini lebih banyak dari sebelumnya!"
Vernon langsung menarik senjatanya dan menembak ke arah zombie pertama yang masuk. "Kita harus bertahan sedikit lebih lama! Woozi, cepatlah!"
Seungkwan bergabung dalam pertarungan, menendang salah satu zombie yang mendekat dengan gerakan cepat. "Kalau kita keluar dari ini hidup-hidup, aku akan langsung ikut kelas bela diri!"
Taejin yang terluka, terus menembak zombie yang semakin mendekat, meskipun kekuatannya mulai habis. "Kita harus menghancurkan panel ini sebelum zombie-zombie itu membanjiri ruangan!"
Dengan satu gerakan cepat, Woozi akhirnya berhasil mematikan sistem. Seluruh layar komputer di ruangan itu langsung padam, dan suara sistem yang sedang berjalan berhenti seketika.
"Kita berhasil!" teriak Woozi, meskipun napasnya terengah-engah.
Namun, zombie-zombie mutan masih terus menyerbu ruangan. Seungcheol langsung mengambil alih. "Ayo kita keluar dari sini! Kita tidak bisa bertahan lebih lama lagi!"
Mereka semua mulai mundur menuju pintu keluar, berusaha menghindari zombie-zombie yang terus mendekat. Mingyu dan Seungcheol berada di barisan paling belakang, melindungi yang lain dari serangan zombie.
Meskipun berhasil menghancurkan sistem, mereka masih harus berjuang untuk keluar dari laboratorium itu dengan selamat. Zombie-zombie terus datang, dan setiap langkah terasa semakin berat.
Namun, saat mereka hampir mencapai pintu, suara gemuruh besar terdengar dari belakang. Seungcheol menoleh, melihat sesuatu yang lebih besar dan lebih mengerikan muncul dari dalam ruangan. Zombie Alpha versi yang jauh lebih kuat dan lebih ganas daripada yang pernah mereka hadapi sebelumnya.
"Mereka masih punya senjata rahasia," kata Taejin dengan suara lemah. "Kita belum sepenuhnya menang."
Semua orang terdiam sesaat, menyadari bahwa pertempuran terakhir mereka baru saja dimulai.
_____
![](https://img.wattpad.com/cover/376166867-288-k571868.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Survival Groove
Hayran KurguSaat wabah zombie menyerang di tengah tur dunia, Seventeen harus bertarung untuk bertahan hidup. Dengan dunia yang berubah menjadi mimpi buruk, bisakah mereka menghadapi monster terbesar dan keluar hidup-hidup?