"Terowongan"

27 3 0
                                    

Sosok-sosok bersenjata muncul dari kegelapan di ujung lorong, wajah mereka terselubung oleh bayangan, tetapi Seventeen mengenali mereka dengan segera. Mereka adalah kelompok yang sebelumnya menyerang mereka di mal. Kali ini, mereka datang dengan lebih siap, senjata otomatis siap digunakan, dan mereka jelas tidak akan memberi kesempatan kedua.

"Lari!" teriak Seungcheol tanpa ragu. Ia langsung mengambil posisi di depan, melindungi yang lain sambil mengarahkan mereka menuju pintu terowongan di belakang.

Peluru pertama menghantam dinding beton, memantul dengan suara keras. Kilatan api dari senapan para pria itu menerangi lorong sempit, membuat setiap detik terasa seperti ledakan.

"Cepat!" Taejin menembak balik, mencoba melindungi mereka yang lain. Namun, jumlah peluru yang melesat dari pihak lawan jauh lebih banyak. "Kita tidak punya banyak waktu!"

Mingyu dan Dino segera berlari ke depan, mengambil posisi di dekat Seungcheol. "Kita harus menahan mereka sementara yang lain lari dulu!" teriak Mingyu sambil mengayunkan tongkat besinya ke arah salah satu pria bersenjata yang mendekat. Ia berhasil memukul senjata dari tangan pria itu, tapi lebih banyak lagi yang mendekat.

Dino, dengan refleks cepat, melompat ke samping untuk menghindari peluru yang hampir menyasar kepalanya. Dengan gerakan gesit, dia menendang salah satu pria bersenjata yang terlalu dekat, membuatnya terjatuh ke lantai.

"Tembakannya makin deras!" seru Woozi dari belakang, sembari merunduk. Dia memimpin Seungkwan, Dokyeom, dan Jun untuk berlari lebih cepat menuju pintu terowongan. "Kita harus keluar dari sini sekarang!"

Taejin melontarkan granat asap untuk menciptakan penghalang. Asap putih pekat segera memenuhi lorong, memberi mereka sedikit waktu untuk bernafas. Namun, mereka tahu itu hanya sementara. Kelompok bersenjata pasti akan menemukan cara untuk mengejar mereka.

"Cepat ke pintu!" seru Taejin sambil memerintahkan Seungcheol dan yang lainnya untuk bergerak. "Aku akan menahan mereka!"

"Tidak! Kau juga harus ikut dengan kami," balas Seungcheol dengan nada tegas. "Kita tidak bisa kehilangan orang lain!"

Namun, sebelum mereka bisa berdiskusi lebih lanjut, suara erangan rendah mulai terdengar dari balik asap. Semua orang segera menoleh ke belakang.

"Mereka bukan hanya manusia lagi," kata Taejin sambil menatap tajam ke arah kabut asap yang mulai tersibak. "Zombie mutan juga ada di sini."

Dari balik asap putih yang mulai menghilang, muncul beberapa sosok besar yang bergerak dengan kecepatan dan kekuatan yang menakutkan. Zombie mutan, makhluk-makhluk bermutasi yang tampak lebih buas, otot-otot mereka menonjol dengan kuat dan mata mereka bersinar dengan amarah.

Seungkwan menelan ludah dengan keras. "Oke... sekarang kita benar-benar dalam masalah besar."

"Berpisah!" teriak Taejin. "Beberapa dari kalian ambil jalur terowongan, sementara yang lain ikut dengan saya ke sisi lain!"

Seungcheol mengangguk. "Oke, kita berpisah, tapi tetap waspada. Mingyu, Dino, Joshua, ikut aku ke terowongan. Yang lain, ikuti Taejin."

Kelompok itu segera terpisah menjadi dua tim. Seungcheol memimpin Mingyu, Dino, dan Joshua ke dalam pintu terowongan di sebelah kiri, sementara Taejin membawa sisanya ke sisi lain lorong untuk mencari jalan keluar alternatif.

Seungcheol berlari di depan, mencoba membuka jalan di antara gelapnya terowongan bawah tanah. Suara napas Mingyu terdengar berat di belakangnya, sementara Dino dan Joshua mencoba menjaga langkah mereka tetap ringan, meski ketakutan mulai menjalar di setiap inci tubuh mereka.

"Seungcheol, kita tidak tahu apa yang ada di ujung terowongan ini." teriak Mingyu. Dia memegang tongkatnya erat-erat, bersiap menghadapi ancaman yang tak terduga.

"Kita tidak punya pilihan lain," jawab Seungcheol cepat. "Kalau kita berhenti, kita akan dikejar baik oleh zombie maupun mereka yang bersenjata. Ini satu-satunya jalan keluar."

Namun, langkah mereka tiba-tiba berhenti ketika sebuah ledakan terdengar dari belakang mereka. Dinding terowongan bergetar hebat, dan bagian langit-langit terowongan runtuh di belakang mereka, memutuskan jalan kembali.

"Kita terjebak di sini!" seru Dino panik. "Bagaimana kita bisa keluar kalau jalannya tertutup?"

Joshua, meskipun tegang, tetap berpikir cepat. "Kita harus terus maju. Kalau kita berhenti di sini, kita hanya akan mati tertimbun atau diburu. Terus maju, Seungcheol!"

Dengan anggukan, mereka kembali berlari, melewati lorong-lorong sempit yang semakin gelap dan lembap. Namun, di tengah perjalanan, Seungcheol tiba-tiba berhenti. Sesuatu yang besar bergerak di depan mereka, samar terlihat dalam kegelapan.

"Diam," bisik Seungcheol dengan tangan terangkat, menyuruh yang lain berhenti. "Ada sesuatu di depan."

Suara erangan rendah terdengar, dan dari balik kegelapan, muncul zombie mutan lain. Makhluk itu lebih besar dari yang sebelumnya mereka hadapi, dan gerakannya jauh lebih cepat. Dengan cakarnya yang besar, ia melompat ke arah mereka.

Mingyu langsung bergerak cepat, mengayunkan tongkatnya ke arah zombie itu, tetapi makhluk itu menangkis dengan kekuatan yang luar biasa, membuat Mingyu terdorong mundur. Seungcheol menyerang dari arah samping, mencoba menusukkan tongkat besinya ke kepala zombie, namun makhluk itu bergerak terlalu cepat.

Dino dan Joshua berlari ke samping, mencoba mengalihkan perhatian zombie, sementara Seungcheol dan Mingyu bertarung mati-matian untuk menjatuhkan makhluk itu.

"Kita butuh rencana!" seru Dino, yang kini mencari celah untuk menyerang.

"Joshua, coba serang dari belakangnya!" perintah Seungcheol, sambil berusaha mengunci pergerakan zombie. "Aku dan Mingyu akan menahannya di depan."

Joshua segera bergerak cepat. Dengan ketepatan yang luar biasa, dia mengayunkan senjata ke bagian belakang kepala zombie itu, tepat di titik lemah. Zombie itu mengerang kesakitan, memberikan kesempatan bagi Seungcheol dan Mingyu untuk menyerang secara bersamaan.

Mingyu menghantamkan tongkatnya dengan kekuatan penuh ke arah kepala zombie, sementara Seungcheol menusukkan tongkat besinya ke dada makhluk itu. Erangan zombie semakin melemah, dan akhirnya, dengan satu teriakan terakhir, makhluk itu jatuh ke lantai terowongan.

Mereka semua berdiri terengah-engah, napas berat memenuhi udara yang lembap. Meski zombie itu sudah kalah, ketegangan masih belum hilang.

"Ini gila," bisik Mingyu sambil mengusap keringat dari dahinya. "Makhluk itu... jauh lebih kuat dari yang kita bayangkan."

"Dan ada lebih banyak dari mereka," jawab Seungcheol, matanya masih memandang tubuh zombie yang tergeletak. "Kita harus keluar dari sini sebelum kita bertemu yang lain."

Mereka melanjutkan perjalanan dengan cepat, berharap bisa menemukan jalan keluar sebelum terlalu banyak musuh yang datang. Namun, di ujung terowongan, mereka kembali mendengar suara langkah berat. Kali ini, bukan hanya zombie yang datang... tetapi juga pria-pria bersenjata dari kelompok yang mereka hadapi sebelumnya.

"Kita terjebak di antara dua musuh," bisik Joshua, matanya melirik ke arah Seungcheol.

"Lawan atau lari?" tanya Dino, menggenggam senjatanya erat-erat.

Seungcheol menatap jalan di depan mereka, mendengar suara musuh yang semakin mendekat. "Lawan kalau harus, tapi kita harus keluar dari sini."

Namun, sebelum mereka bisa merencanakan langkah selanjutnya, suara ledakan besar terdengar di belakang mereka, disusul oleh runtuhnya bagian lain terowongan. Lorong itu semakin hancur, dan kini, mereka benar-benar terjepit.

_____

Survival GrooveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang