Happy Reading
——————
Malam hari. Seiring waktu berjalan malam kian sunyi, sinar rembulan masuk ke setiap cepat rumah-rumah masyarakat, menjadi penerang di kala gelapnya malam. Kesunyian tak mesti menghantarkan ketenangan.
Pukul sepuluh lewat tiga puluh menit, jimin bergerak acak di kasurnya. Entah apa yang dicarinya, yang pasti posisi tidurnya sedang tak enak.
Beruntung sekali miyeon yang memejam di sampingnya tak terbangun karena pergerakan random jimin, jika gadis itu bangun akan banyak protes-protes tak terima untuknya.
Jadilah jimin bangkit dari tidurnya, tidak total tersadar jimin segera menarik kakinya keluar dari area ranjang yang masih memiliki banyak space ini.
“Aish— tidak empuk, kasur orang kaya tidak empuk sama saja bohong.” Jimin berceletuk asal dengan mata yang terkadang memejam terkadang terbuka. Kesadaran tengah diambang batasnya sebagai.
Kaki jimin yang sudah menyentuh lantai kini mencari-cari sandal tidurnya, lama ia mencari, sebab matanya masih terkantuk-kantuk. Sampailah menit terlewati barulah ia mendapati sandal tidurnya.
Sebelum benar-benar berdiri, jimin menarik satu bantal berbentuk persegi dengan warna biru untuk dipeluknya. Lantas kakinya sudah menampak pada dataran, barulah ia berjalan dengan malas keluar dari kamar wastu.
Jangan tanya ia kemana, jimin sendiri tidak tahu akan kemana ia setelah keluar dari kamarnya sendiri.
Tungkai kaki jimin berjalan-jalan dengan langkah sempoyongan karena mengantuk, wastu sebesar ini harus ditinggali bertiga sangat tidak elitnya, karena jika saja jimin menonton horror sudah pasti jimin tak seberani ini untuk berjalan di koridor wastu.
Lama-lama berjalan, akhirnya jimin sampai pada tujuannya, di depan pintu berkayu jati, warna coklatnya nampak berbeda dari warna kamar lainnya, mungkin pemilik wastu yang meminta ini kepada arsitektur untuk dibedakan.
Tok…
Tok…
Tok..
Tiga ketukan jimin sematkan, sebelum ia lancang mendorong kenop pintu dan masuk begitu saja. Matanya yang masih terkantuk-kantuk masih samar-samar melihat ke setiap sudut kamar.
Ada pergerakan lain yang tengah memperhatikannya, di dekat rak-rak buku terdapat meja kerja dengan kursi kebesaran tengah di duduki pemilik kamar.
Matanya menusuk tajam pada jimin yang berdiri di depan pintu, tanpa menutup pintunya.
Tangannya yang semula berkutik pada kertas perusahaan dan benda pipih di hadapannya, mulai tergeletak. Ia menjatuhkan diri ke belakang kursinya. Menjadikan dirinya bersandar pada kepala kursi dengan tangan yang melipat di dada.
Kacamatanya yang tersemat apik di hidung bangirnya, menambah kesan tajam bagi seorang direktur. Meski dengan pakaian rumahan yang santai dan simpel. Jungkook selalu nampak seperti direktur dimanapun keberadaan.
“Ya? Kau perlu bantuan?” Barulah jungkook mempertanyakan keberadaan jimin yang diam menatapnya dengan mata yang masih sama saja seperti tadi.
“Paman, ranjang miyeon tidak ada empuk-empuknya.”
“Dan?” Jungkook lagi bertanya, siapa tahu ada sambungan lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Paman | Kookmin ✓
Romance[✓] Umur hanya seonggok angka yang tak menentukan batas seseorang untuk mencinta, maka mencintai dengan perbedaan umur yang jauh bukan menjadi penghalang dari segala cinta yang dimiliki.