BAB 11

94 13 0
                                    

Ini bukan kali pertama Irine ditugaskan ke D&C Bank yang merupakan salah satu bank yang ditunjuk Integra Utama dalam transaksi ekspor dan impor. Bank ini berada di kawasan perkantoran Kuningan tepatnya di D&C Tower. Untuk layanan nasabah korporasi letaknya terpisah dari layanan utama.

D&C Bank sendiri berada di lantai 18-23 gedung ini. Untuk transaksi kali ini Irine diarahkan menuju lantai 20. Sebelumnya Irine terlebih dulu menukarkan kartu identitasnya agar mendapat access card untuk bisa naik ke lantai 20.

Sampai di lantai 20 Irine disambut oleh security yang sudah hafal dengannya dan memersilakannya untuk menunggu di lobi. Tak lama kemudian dilihatnya sosok yang gak asing menuju arahnya.. Yang dilihat terus menunjukkan senyum tiada habisnya.

"Selamat Siang, dengan Ibu Kinasih Irine?"Sapanya dengan tawa yang sudah lama gak didengar oleh Irine.

"Nares? Jadi Lo pengganti Bu Rini?"Balas Irine tak kalah semangat.

"Gue pindah dari Bintaro ke sini. Ternyata kliennya Lo. Sempit banget ya. Apa kabar?" Tanya Nares sambil memeriksa dokumen yang dibawa Irine.

Diamatinya penampilan Nares dari atas hingga bawah yang terlihat semakin dewasa dan.. Manly. Kemeja linen koleksi Zara Man dengan celana hitam itu terlihat pas membalut tubuh Nares siang ini. Gaya rambut rapi ala curtain style semakin menyempurnakan penampilannya.

"Baik banget. Gak nyangka Gue bisa ketemu Lo lagi setelah 4 tahun ada kali ya?"

"Iya 4 tahun 5 tahun something, deh Rine. Boleh save nomor Lo?"

Boleh.. boleh banget malah. Batin Irine bahagia. Tanpa ditanya permintaan Nares itu seperti sebuah keinginan terpendam yang seharusnya dia lakukan dari dulu.

**

Pukul 17.00 adalah jam macet-macetnya jalanan di Jakarta. Semua kendaraan beradu agar bisa sampai duluan ke tujuan. Namun hari ini Irine terlihat masih fokus dengan laptopnya. Dia harus menyelesaikan draft dokumen untuk dikirimkan ke buyer. Apalagi kalau bukan karena shipment dadakan. Dia harus memersiapkan pengiriman sample untuk prospek buyer baru.

Marketing sama Exim memang love-hate relationship gitu deh, kasih infonya dadakan tapi maunya cepet diladenin. Kadang ini yang bikin capek kerja di departemen Exim. Karena suka ada shipment Roro Jonggrang di luar plan awal. Niatnya mau pulang tenggo tapi apalah daya.

"Gue duluan gak pa-pa Rine?" Pamit Ifan selepas salat Magrib.

"Iya mas, habis ini gue juga kelar. Tinggal dikit" Balas Irine tanpa mengalihkan fokus dari layar di depannya.

"Yaudah, gue tinggal ya. Jangan malem-malem pulangnya." Tambahnya kemudian

Walaupun Ifan kadang setipe dengan Rio yang suka bercanda, namun di saat-saat tertentu dia juga terlihat dewasa. Seperti sekarang ini. Ifan sengaja salat di kantor sekalian menunggu adik kesayangannya itu menyelesaikan pekerjaannya. Lalu dia pamit pulang setelahnya. Irine memeriksa ponsel yang dari tadi belum sempat dia sentuh. Ada banyak Whatsapp yang belum dia baca. Mulai dari Mamanya hingga banyak grup kantor dan.. Nares.

Dipandanginya foto profil Nares yang langsung bikin hati Irine berdesir. Nares terlihat ganteng tapi manly tapi juga charming di saat yang sama. Yang jelas hal ini mampu mengesankan Irine walau cuma dari fotonya saja. Dipandanginya foto yang diambil secara candid dengan Nares yang menghadap samping di depan background gunung. Irine tahu sejak dulu Nares memang pecinta alam. Namun mana boleh dia mencuri hati Irine cuma dari fotonya saja. Padahal di foto itu dia tampil sangat sederhana menggunakan celana dan kaos berwarna hitam dengan sepatu Decathlon MH100 yang makin membuat dia terlihat laki. Irine kagum dengan cowok yang punya hobi produktif. Ibaratnya seperti punya originalitas dan dunia lain yang menarik untuk diselami.

Nares Pratama : Rine save nomor gue ya. Udah pulang belum?

Irine : Iya ini lagi mau prepare. Lembur dikit. Udah gue save.

Nares Pratama : Oke, take care ya.

**

Pertemuannya dengan Nares rupanya mampu membuat Irine senyum-senyum kecil dan mengenang masa-masa itu. Mereka dipertemukan saat keduanya mendaftar untuk menjadi member AIESEC saat kuliah. Iya Non Governemental Organization yang dilirik karena leadership dan sustainability programnya.

Suatu hari di tahun kedua kuliahnya Irine menerima informasi jika dia lolos tahap seleksi berkas AIESEC. Diapun mengikuti tahap lanjutan yaitu Focus Group Discussion dan Interview. Saat pembagian kelompok FGD datang satu cowok agak terlambat dan menduduki satu-satunya kursi kosong di sebelah Irine. Nares sempat memperkenalkan diri dan bersalaman dengan Irine sebelum FGD dimulai.

AIESEC dikenal dengan tingkat kesulitannya dalam proses rekrutmen. Itulah yang dirasakan Irine saat itu. Ketika FGD berlangsung satu kelompok yang berisikan delapan orang tadi dibagi berpasangan untuk menjadi tim yang sama dengan pilihan pihak pro dan kontra.

Irine dan Nares dengan 2 teman lainnya berada di pihak kontra, sedangkan 4 orang sisanya ada di sisi pro. Menjadi pihak kontra rasanya cukup berat. Apalagi jika topik yang diangkat normal-normal saja. Tentu harus pintar-pintar memutar otak untuk mencari titik kelemahan yang bisa dijadikan senjata untuk melawan dan memengaruhi pihak pro supaya setuju mengubah pemikirannya sejalan dengan kontra. Rumit juga, kan.

Irine melakukan diskusi berdua dengan Nares sebelum menyampaikannya dalam forum. Berdiskusi dengan Nares menurut Irine rasanya luar biasa. Ternyata cowok itu sangat cerdas dan solutif dalam menemukan pemikiran lain terkait strategi NGO di Indonesia yang dihubungkan dengan peran stakeholder.

Saat mengemukakan dalam forum pun, Nares dengan bijak memberikan kesempatan yang sama kepada Irine. Diskusi yang apik tersebut berakhir dengan keduanya yang diterima di AIESEC. Mereka berasal dari universitas yang berbeda dan saling mengenal karena organisasi tersebut. Namun ketika sudah diterima, Irine dan Nares jarang bertemu karena keduanya berada di project yang berbeda hingga saling lost contact. Namun sepertinya dipertemukan kembali oleh semesta.

**

Pagi-pagi Rio dan Ifan sudah nangkring di kubikel Irine untuk nyemil. Irine memang suka membeli snack dan dimasukkan ke toples yang diletakkan di meja kerjanya. Ibaratnya Irine adalah lumbung padi dan mereka tikusnya.

Irine datang sedikit terlambat dari biasanya. Sehingga melewatkan aktivitas pagi yang biasa dia lakukan.

"Tumben Rine lo telat?"Rio bersuara.

"Waaaaaaah, parah nih Febri telat jemput pasti."Tambah Ifan saat melihat Febri menuju ke arahnya.

"Sori ya Dek, tadi mas bannya bocor. Jadi gak bisa jemput, deh."Timpal Febri sambil senyum-senyum sok iye.

"Tikus-tikus ini masih pagi udah di sini aja"Celoteh Febri kemudian.

"Yeeeee, iri kan lo. Gang Barat gak ada lumbung padi. Cantik pula yang jagain lumbungnya."Mas Ifan sok memuji karena ikutan nyemil.

"Dihhhhhhhhh, makin manis ye mulutnya habis makan Japota butter cream. Harus re-fill nih."Goda Irine

"Iya nih bun, tikusnya udah gemoy-gemoy. Cocok asupannya."Ucap Rio sambil tertawa kemudian.

Di tengah-tengah obrolan mereka tiba-tiba Dion datang dan meminta Febri untuk memeriksa Lapotopnya. Febri pun mengekori Dion dan yang lain cuma ketawa saja.

"Bener-bener ya Pak Dion tuh gak bisa lihat kita nganggur dikit."Rio menyudahi rumpik pagi ini dan mereka pun kembali ke kubikel masing-masing untuk bekerja.

**

LETTER OF INDEMNITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang