BAB 8

126 17 7
                                    

Hi!
Gatau kenapa inspirasi nulis lagi banyak aja. So, happy reading!❤
Ps. Semoga aja ngalir terus hihi

**

"Makan bareng yuk, Rine." Ajak Dewa yang terlihat membereskan file-file di meja.

"Gue skip aja ya. Mau pesan shopee food." Jawab Irine berusaha terlihat biasa saja padahal yang dia lakukan mencoba untuk menghindar dari mereka sementara.

"Ayolah Rine, Sasa sama Febri gabung juga kok." Rama menimpali

"Udah. Gak usah dipaksa guys. Irinenya ada janji kali." Rio menimpali obrolan dengan nada yang terdengar mengejek. Bikin Irine makin malas saja.

"Ok, I'm in." Sahut Irine cepat. Dengan segera Irine membereskan meja kerjanya dan buru-buru memanggil Sasa untuk turun bersama.

Semua dilakukan Irine untuk mencegah Rio mengeluarkan kata-kata lain yang gak ingin dia dengarkan. Apalagi kejadian pagi tadi masih membayangi kerja Irine hingga detik ini. Beruntungnya pagi tadi Ifan cabut untuk meeting setelah sampai di kantor. Hari ini Irine bebas dari Rio dan Ifan. Walau mungkin hanya untuk sementara. Siapa yang tahu nantinya.

**

Pilihan makan siang hari ini jatuh di rumah makan soto betawi yang tempatnya cuma 200 meter dari kantor. Rumah makan ini cukup terkenal di kalangan komplek perkantoran Jakarta Timur karena memang bumbunya yang khas betawi banget dan tempatnya nyaman untuk makan bareng beberapa orang.

"Biar gue pesenin deh gengs. Yuk Rine." Inisiasi Sasa seperti biasa. Memang cowok-cowok ini akan merasa lebih ringan bebannya saat makan bareng cewek-cewek. Ya, karena mereka gak perlu repot-repot mengantre dan pesan.

Kembali dari pesan, Sasa dan Irine atau mungkin -hanya Irine- dikagetkan dengan Tim PPC yang bergabung di meja mereka. Sebenarnya itu semua hal yang wajar, kalau saja Dion gak duduk di situ. Iya, gak tahu gimana ceritanya dia bisa bersebelahan dengan Irine.

Dilihatnya Rio sekilas yang kebetulan lagi menatapnya juga dengan tersenyum penuh kode, yang Irine tahu dengan baik maksudnya.Semoga Rio gak bocor di sini. Harapan kerasnya dalam hati, berharap Tuhan membantunya kali ini.

"Eh sori ya Rine, Sa. Kita gabung di sini boleh?" Mulai Zeri basa-basi.

"Apaan sih, boleh-boleh aja Zer. Tempat umum juga kan." Jawab Irine dengan senyum setulus mungkin.

Ya kali mau bilang gak boleh tapi lo-nya udah duduk manis di situ, tambahnya dalam hati sambil ketar-ketir sendiri teringat kejadian ajaib pagi tadi.

"Pak Dion, charming banget kalau dilihat dari dekat." Canda Sasa yang diyakini Irine gak sekedar bercanda. Sepertinya dia sengaja membalaskan dendam karena terakhir kali mati gaya dicuekin Dion. Memang tuh cewek kalau sudah di luar kantor merasa batas atasan dan staf musnah begitu saja. Lalu menganggap semua orang sebagai temannya. Apalagi di situasi seperti saat ini yang memang bareng anak-anak. Makin PD dan ngerasa semua berada di kubunya.

"Sasa, si Rama matanya udah hampir mau lepas aja tuh lihatin lo muji Pak Dion." Febri menimpali. Memang seperti rahasia umum kalau Sasa lagi 'diprospek' oleh Rama. Gak ada bosan-bosannya memang Rama gombalin Sasa tiba-tiba di berbagai kesempatan. Sampai semua orang pun tahu.

"Tenang guys, doi artificial doang sama Pak Dion. Seriusnya sama gue. Tinggal tunggu tanggal mainnya aja" Jawab Rama gak mau kalah.

"PD banget lo, Ram. Hubungan juga masih stagnan dari awal. Gak ada beda." Jawab Dewa sadis walaupun niatnya cuma bercanda.

"Pak, kalau makan lihat piringnya. Jangan sebelahnya." Celetuk Rio tiba-tiba mengalihkan topik. Mencegah mereka makin kisruh menggoda Rama dan Sasa yang gak tahu tempat.

Tapi kenapa harus Dion banget objek pengalihannya. Irine hanya bisa merutuki mulut temannya itu karena sedari tadi dia gak bersuara apapun. Lebih tepatnya menghindari hal-hal yang gak diinginkan. Salah sikap dikit, dia bisa jadi bahan bully-an karena ada Rio dan Dion di satu tempat yang sama. Mendengar nama Dion disebut, Irine gak bisa nahan untuk gak melototin cowok di depannya itu.

"Abisnya saya kepedesan dari tadi. Lihat yang di sebelah bikin pedasnya berkurang." Jawab Dion gak terduga. Mencoba mengajak bercanda dan mencairkan kembali suasana. Tapi yang terjadi malah sebaliknya. Tahu kan gimana kalau orang kalem bercanda? Iya, jadinya malah garing gak lucu gitu.

Rio yang tadinya akan menyerang dengan bullyan lanjutan akhirnya terdiam seketika. Begitupun yang lain, karena gak menyangka jawaban dari mulut Dion justru sebaliknya. Biasanya Dion hanya diam atau maksimal tersenyum sewajarnya dari pengamatan Rio.

Sementara itu, jawaban Dion ternyata mampu membuat Irine deg-degan mampus walau ekspresi yang dia tunjukkan sebisa mungkin terlihat biasa saja. Ini beneran Dion? Orang paling irit ngomong yang bikin Sasa dan Dirinya sukses mati gaya? Dasar Dion bisa aja, deh.

**

Bekerja beberapa hari di Integra Utama membuat Dion sudah mulai bisa membaca budaya organisasi yang ada di kantor barunya itu. Bisa dibilang dia cukup menikmati ritme kerja yang memang terkadang menuntutnya berkonsentrasi penuh saat planing yang disusun tak sesuai rencana. Sebagai kepala departemen, tentu dialah yang bertanggungjawab dalam suplai material yang ada di pabrik. Memastikan ketepatan kedatangan material impor dengan stok yang ada di pabrik yang jumlahnya tentu tidak sedikit sudah menjadi hal biasa baginya.

Dion sangat menikmati pekerjaan ini karena baginya akan ada kepuasan tersendiri saat dia mampu menyediakan material berkualitas tinggi di waktu yang tepat. Tidak meleset. Mengingat akan kacau jadinya saat tim produksi kehabisan material yang akan diolah dan material yang dinanti tak kunjung datang.

Karena ini nantinya akan membuat pabrik tidak beroperasi dengan maksimal dan tentunya akan menyebabkan kerugian yang besar. Dampaknya akan memengaruhi hasil produksi yang harus diekspor.

Baru saja datang dan melewati meja Zeri sebelum masuk ke ruangannya, Dion meminta stafnya itu untuk mengikutinya. Zeri pun kemudian mengekori Dion menuju ruangan yang letaknya tepat di depan mejanya, yang dibatasi dengan pintu.

Dion termasuk tipikal cowok yang gak mudah terbuka dengan orang lain. Bisa dibilang dia cukup tertutup. Tapi dengan Zeri, dia merasa punya sifat yang cocok. Iya, Zeri sebelas dua belaslah dengan dia. Zeri juga termasuk orang yang bisa baca situasi dengan baik. Beda dengan Rio, Febri, Dewa dan lainnya. Yang suka lupa dimana dia berpijak dan suka berisik dimanapun tempatnya.

"Zer, gimana untuk PO bulan ini? Apa semua material sudah dikirim oleh vendor?"

"Russia oke, Malaysia masih ada 2 shipment yang harusnya datang bulan ini. Masing-masing 50 ton. Shandong, vendor baru yang kemarin diinfo Irine kemungkinan ada 10 ton masuk bulan ini. Gue lihat sekilas kira-kira ada 4 vendor di bulan ini. Total 120 ton."

"Oke thanks. Gue minta lo tetap pantau terus dan ingatkan Tim Exim untuk follow-up. Satu shipment aja telat datangnya, lo tahu kan kita yang bakalan rugi."

"Iya, baik Pak." Jawab Zeri singkat dengan sopannya.

"Oh ya, Zer. Gue mau tanya sesuatu. Mungkin oot dikit sih. Tapi gue harap lo santai aja jawabnya."

"Yang gampang aja ya. Susah gue jawabnya. Karena gak semua kerjaan gue kuasai juga, Pak."

"Si Irine, memang lama banget ya sendiri? Maksud gue gak ada cowok atau gimana setahu lo?"

**
oot : Out of topic

Lanjut di next part ya, guys!
Your vomment would be appreciated. Really❤

Hihi bahagia banget deh itu Irine😀

LETTER OF INDEMNITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang