BAB 15

68 13 2
                                    

Pukul sebelas Pak Agus terlihat membagikan donat ke tiap meja. Irine baru balik dari toilet dan melihat Dobah milky attack itu sudah bertengger manis di sebelah kirinya. Donat dan pizza seperti makanan wajib di hari terakhir, bagi seseorang yang resign. Bagaimana Irine bisa tahu? Karena kalau ulang tahun biasanya akan ada email blast dari HRD mengenai member's bithday of the month. Yang kemudian akan disusul dengan ucapan-ucapan. Namanya aja Donat Bahagia tapi ujung-ujungnya tetap jadi lambang perpisahan juga. Pertemanan di kantor memang gak bisa awet, itulah kenapa gak boleh terlalu baper. Karena siapapun bisa datang dan pergi kapan saja tanpa diduga.

"Hari ini Sabrina terakhir ya?"Rio bertanya kepada Irine.

"Heem.. Dia dapat offer dari bank apa gitu, gue lupa tanya detailnya."

"Kapan ya giliran gue?"

"Emang lo masih laku? Udah tua!"Irine menjawab dengan julid. Mengingat Rio dari dulu memang punya keinginan untuk resign. Tapi entah kenapa belum ada tanda-tanda CV-nya nyangkut di perusahaan impian. Umur-umur segini kalau mau punya gaji lebih tinggi jalan ninjanya..ya resign. Kalau nunggu promosi di kantor juga kelamaan. Itu pun belum pasti.

"Mulutnya ya mbak. Minta dicabein."

"Hahahahaha. Emang kenapa sih kerjaan lo Yo? Kurang bonusnya?" Mas Ifan ikut menimpali.

Kalau Ifan sepertinya akan bertahan. Terlihat kalau selama ini dia sudah nyaman dengan pekerjaannya. Terlebih jobdesc-nya fleksibel banget. Belum tentu di tempat lain dia bisa sesantai ini. Bahkan Ifan sepertinya sudah ada rencana untuk menikah.

"Ya gak gitu Fan. Sebagai alumni accounting gue ngerasa belum puas kalau gak masuk Big Four. Eh.. Kalau berat minimal Big Ten deh."

"Hahaha.. cepet banget udah direvisi. Gak PD lo sama skill sendiri?"

"PD-nya sih PD, takut ketinggian aja ekspektasi. Ntar kalau gue makin jumawa takut malah jadi makin jauh sama mimpi gue. Udah sombong duluan soalnya. Hehehe."

Walaupun jail dan suka ngomong asal namun Rio sebenarnya salah satu pegawai yang dapat diandalkan di kantor. Dia cerdas dan cukup tanggap dalam bidangnya. Tak ayal Pak Hendra, Head of Finance Department sering memberikan dia tugas tambahan. Mungkin ini juga salah satu alasan yang bikin dia ngebet buat resign.

"Tumben bijak. Kata-kata..hari ini,"Rama seperti lagi menabuh gendang untuk memancing..

"Kata-kata hari ini, makin jumawa makin jauh sama mimpi."Umpan itu pun diterima oleh Dewa dengan menirukan nada bicara Rio.

Memang Tim Finance di kantornya ini adalah biangnya keributan. Karena diisi oleh cowok-cowok dengan usia gak berbeda jauh.

"Kalau lo, Rine? Udah tiga tahun loh. Kayanya udah cukup buat jadi kutu loncat. Paling nggak HRD gak akan curiga kalau interview."

"Emmm... gak tau deh. Let's see."

"Udah cinta mati sama kantor nih?" Tio ikut-ikut berkomentar. Cowok ini memang paling pendiam di antara yang lain di Finance department. Dia lebih sering jadi pendengar daripada ikut ngoceh.

"Hahahahaha. Iya kayanya gue udah terlanjur sayang sama kalian? Gimana dong?"Jawab Irine sekenanya,

"Ciee... disayang Irine. Kalau sayang biasanya makin sering bagi Japota nih. Setahu gue gitu sih kalau orang udah sayang. Suka ngasih-ngasih."Komentar Rio dengan semangat padahal dari tadi jadi korban bully dengan kalimatnya yang gak terduga siang-siang begini.

"Si paling oportunis!"Balas Irine dan diiringi ketawa dari yang lain.

**

Sore itu farewell email dari Sabrina akhirnya sampai juga kepada semua member Integra Utama. Cewek itu terlihat berkeliling ke setiap meja untuk berpamitan di hari terakhirnya.

LETTER OF INDEMNITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang