BAB 14

65 13 0
                                    


Pagi ini Irine berniat makan ayam goreng yang tadi dia beli di minimarket untuk sarapan. Dibukanya pantry yang ternyata sudah ramai oleh cowok-cowok kantor yang sedang ngobrol seru.

"Gimana semalem? Kacau banget tuh wasit! Harusnya bisa unggul 2-1 kita bro!"Rio berseru dengan semangat walaupun mulutnya penuh dengan gado-gado.

"Iya si wasit geblek, mana bisa tambahan cuma enam menit tapi kebobolannya di hampir seratus."Zeri menjawab sambil menuangkan air panas ke cangkir kopinya.

"Untung gue ketiduran. Kalau enggak bisa dongkol pagi-pagi. Timnas udah jauh sekarang."Ifan menjawab seadanya.

"Pantes aja ya Mas, jadi trending topic X. Sampai-sampai Jerome bikin konten penjumlahan sembilan puluh ditambah enam. Sakit perut gue baca komennya."Irine ikut nimbrung sambil memakan ayam gorengnya.

Jegrek..

Dion yang baru masuk ke pantry terlihat sibuk menaruh bawaannya. Seperti biasa bubur ayam masih menjadi menu favorit.

"Pagi Pak!"Sapa Ifan di sebelahnya.

"Pagi semua!"

"Ngikutin pertandingan juga Pak semalem?"Tanya Ifan bermaksud melibatkan Dion dalam obrolan.

"Iya. Mainnya udah bagus sayang aja kendalanya di wasit. Sampe tegang lihat akhirnya."

"Ya kan Pak.. AFC kalau gak ada tindakan udah paling parah sih."Zeri menjawab dengan santai namun tetap sopan.

"Pagi ini gue buka Instagram, account wasit sempat hilang lho, Zer. Diserang netizen Indo yang seabrek."Irine menunjukkan ponselnya kepada Zeri.

"Kacaw.. kacaw banget itu komennya. Lo nemu aja Rine."

"Iya Zer habisnya semua following gue pada bikin story itu-itu mulu. Jadi kepo sama orangnya gitu deh."

"Kayanya tema khutbah Jumat nasional nanti sama deh. Bahas doa pendukung timnas yang terzalimi."Rio melemparkan candaan seperti biasa.

"Iya semua lagi potek gara-gara tuh wasit. Nih lihat di youtube sampai ada meme video pakai thumbnail fotonya terus dikasih judul, Orang yang Paling Dilaknat Allah & Rasul di Akhir Zaman."Seloroh Ifan yang kebetulan sedang membuka youtube di ponselnya. Kemudian semua tertawa melihat postingan receh itu.

Zeri yang sudah selesai dengan kopinya pun pamit balik duluan. Disusul dengan Rio dan Ifan yang sama-sama telah menghabiskan sarapannya. Irine merutuki kemampuan mengunyahnya yang selevel anak SD, rasanya ayam goreng itu berkurang baru seperempatnya saja. Irine takut jika ditinggal berdua saja dengan Dion, nanti pasti ada saja permintaan aneh-aneh mengenai pekerjaan. Seperti biasa.

"Kenapa Rine kok buru-buru gitu?"Tanya Dion karena melihat Irine mengunyah penuh paksaan samapai hampir tersedak.

"Ah.. enggak kok Pak. Ini, apa.. tepungnya keras banget."Kilah Irine yang terbaca oleh Dion dengan gamblang.

"Udah berapa lama kamu kerja di sini?"Tanya Dion basa-basi.

"Hampir tiga tahun pak. Bapak sendiri dulu dimana?"

"Saya dulu sempat dari konstruksi. Terus dapat tawaran di sini yaudah ambil aja. Mumpung masih muda. Cocok aja dengan ekspansi gede-gedean di sini. Lebih challenging rasanya."Dion menjawab panjang walaupun tidak diminta.

"Tapi seru gak sih Pak PPC itu? Semacem bisa ngendaliin semua elemen."Irine berniat menyeriusi obrolan basa-basi ini.

"Jadi avatar gak tuh Rine kalau sudah kaya gitu? Bawa-bawa elemen segala."Balas Dion sambil terkikik.

"Resek deh Pak. Padahal memang kaya gitu kan."

Dion memerhatikan Irine dengan leluasa. Irine termasuk tipikal cewek yang mudah bergaul. Dia gak harus bersama dengan para cewek. Contohnya seperti tadi, dia terlihat nyaman saja ngobrol dengan cowok-cowok kantor. Obrolan yang dia keluarkan juga bisa sefrekuensi dengan mereka. Mungkin inilah alasan yang bikin cowok-cowok suka menggodanya dan terlihat peduli kepada Irine. Secara fisik cewek ini sebenarnya juga gak kalah dengan Sabrina. Walaupun make up yang dipakainya tipis-tipis, namun tidak mengurangi kecantikan yang dimiliki.

Bisa dibilang Irine punya 3B yang mendekati sempurna. Brain, Irine selalu jadi anak kesayangan Pak Dayat sampai-sampai apa-apa Irine. Cewek ini cukup tegas dan bisa melindungi departemennya saat meeting kemarin walaupun memiliki wajah yang manis. Tapi kalau sudah berdebat, dia berani menatap lawan bicara dengan tegas walaupun jabatannya di atas Irine. Selagi dia benar sepertinya dia gak mau iya-iya aja. Beauty, Irine memiliki mata yang indah kalau dipandang. Tatapannya lembut namun tegas. Terlihat dari pupil hitam kecoklatan dengan kelopak mata yang bagus. Behaviour, untuk poin terakhir agaknya sedikit minus. Mengingat Irine hobi sekali mendebat dirinya jika dibandingkan dengan staf cewek lain.

"Duluan ya, Pak!"

**

LETTER OF INDEMNITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang