BAB 8

873 43 1
                                    

Mohon dukungannyaVote dan komen, please😭😭Mau ngasih target vote dan komen, tapi sadar diri pembacanya dikit huhu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mohon dukungannya
Vote dan komen, please😭😭
Mau ngasih target vote dan komen, tapi sadar diri pembacanya dikit huhu

*****

S

epeninggal Selena dan Adi, Mitha duduk terdiam di ruang tamu, memikirkan cara menyelamatkan hubungannya dengan Zaki, tapi tidak akan bisa. Apa dia pura-pura putus saja di depan Halim, dan bertemu secara diam-diam?

Mitha mengangkat kepalanya, menatap ke arah Halim yang baru saja kembali dari mengantarkan kedua orang tuanya di depan rumah. Mitha berdecak sebal, Halim tidak akan bisa dia bodohi. Bertemu secara diam-diam pun tidak akan mungkin karena Halim pasti tidak akan mengizinkannya untuk keluar rumah.

“Mau putus sama Zaki kapan?” tanya Halim, mengambil posisi duduk di sebelah Mitha.

“Sabar kali, Om. Kasih orang napas dulu kek! Gak sabaran banget” gerutu Mitha, menatap Halim kesal. Baru juga orang tuanya pergi, dan Halim sudah menagih janjinya saja.

Halim terkekeh, panggilan om terus saja melekat padanya. Akan Halim anggap panggilan itu sebagai panggilan kesayangan Mitha kepadanya, dan Halim tidak masalah jika menganggapnya begitu. Di panggil kakek sekalipun, Halim akan terima jika itu bentuk panggilan sayang.

Mitha menatap Halim lagi. “Bisa kasih waktu sebulan gak, Lim? Semalam Zaki pasti lihat pas kamu cium aku, dia marah pasti, nih”

“Aku yang lihat kamu ciuman sama Zaki, gak masalah gitu, Mit? Terus aku dengar kamu mau buka baju buat dia, aku gak marah gitu?”

Mitha mendengus kesal. “Yaudah sih! Orang nanya doang! Mana tahu mau di kasih waktu lagi”

Halim tidak menjawab, laki-laki itu malah salah fokus dengan bibir Mitha yang terluka. “Sini dulu bentar” Halim menggapai tangan Mitha, sedikit menarik tubuh perempuan itu agar mendekat kepadanya.

Mitha mengangkat dagunya, menatap Halim dengan menantang. “Apa?”

Tangan Halim bergerak menyentuh bibir Mitha. “Sakit gak bibirnya?” tanyanya lembut. Halim memfokuskan matanya untuk melihat bibir Mitha. “Lumayan ini lukanya. Kamu lagian, ngapain gigit bibir, sih”

Mitha menahan napasnya saat tangan Halim menyentuh bibirnya, jantungnya berdebar sangat kencang. Mitha merasa ini pasti efek trauma karena paksaan dari Halim semalam. “Gak usah dekat-dekat, Om! Aku trauma, ya, sama kamu” Mitha mendorong dada Halim dengan kedua tangannya, memukul mundur laki-laki itu.

Halim terkekeh geli. “Katanya mau tidur bareng nanti. Kalau gak boleh dekat-dekat gimana mau tidur bareng”

Mitha memejamkan matanya sejenak, mendesis kasar mendengar ucapan Halim. Mitha sudah terlanjur janji kepada Selena untuk memenuhi kewajibannya sebagai seorang istri, tentu saja Mitha paham maksud Selena. Bahkan tanpa malu Selena menyuruhnya membuka baju dan bertelanjang di depan Halim, memuaskan suaminya itu. Mengingatnya lagi membuat Mitha ingin memutar waktu sebelum dirinya datang ke rumah orang tuanya untuk mengadukan kelakuan Halim.

“Ya, kan gak harus dekat-dekat! Kamu di ujung kasur, aku di ujung kasur satu lagi, tidur bareng deh”

“Kamu tahu kan maksud Mama kamu tadi itu apa? Gak mungkin cuman tidur di kasur yang sama aja” goda Halim. Dia menahan dirinya agar tidak tertawa saat Mitha berhasil di buat membisu.

Mitha mendengus, menjauhkan dirinya dari Halim. Tangannya bergerak merogoh ponsel yang ada di saku celananya. Mitha ingin mengecek kondisi ponselnya yang dia biarkan semalam. Tadi pagi dia melihat pesan dari Zaki sekilas, dan belum sempat membacanya karena harus mengadu kepada Selena.

My Bf
Kamu kenapa biarin Halim cium kmu?
Katanya kamu gak di sentuh Halim
Hubungi aku kalau udah selesai sama Halim
P
Mitha
Woi
P

Mitha menatap kecewa pesan dari Zaki, tidak ada satu pun pesan yang menanyakan bagaimana keadaannya. Dia rasa Zaki pasti melihat jika Halim memaksanya, dan laki-laki itu malah mengira Mitha membiarkan Halim. Sudah jelas Mitha menolak saat itu.

“Aku mau ke tempat Zaki dulu, dia marah sama aku” Mitha bangkit dari duduknya, kembali memasukkan ponselnya ke saku celana.

Halim menahan tangan Mitha, membuat perempuan itu menatapnya bingung. “Kamu ketemu Zaki bukan buat minta maaf, Mit, tapi minta putus sama dia”

“Kasih waktu aku dulu, Lim. Masa aku main minta putus saja sama dia, baru semalam dia lihat aku__”

“Aku suami kamu, mau aku cium kamu atau apa pun yang aku lakuin ke kamu, bukan urusan dia, Mit”

Mitha mengerang frustasi. “Iya, yaudah, nanti aku minta putus sama dia” pasrahnya.

“Aku yang antar kamu ketemu dia” Halim ikut bangkit dari duduknya. Halim melangkah menjauh untuk mengambil kunci mobil yang ada di gantungan, kemudian kembali ke ruang tamu.

“Kamu ngapain ikut? Gak ada urusan juga, kan?”

“Ada. Aku harus pastiin kamu benar putus sama dia” Halim melangkahkan kakinya keluar rumah. Merasa Mitha tidak mengikutinya, Halim menoleh ke belakang. “Ayo”

Mitha menatap Halim kesal, mengentakkan kakinya ke lantai, dan baru sesudahnya dia melangkah menyusul Halim keluar rumah. Mitha harus mengikuti Halim jika tidak mau di laporkan ke Selena.

******

“Gak usah turun!” peringat Mitha saat melihat Halim membuka sabun pengamannya. “Biar aku aja yang ke sana, aku gak mau, ya, kamu ribut-ribut sama pacar aku”

“Dia akan jadi mantan pacar kamu, Mit”

Mitha memutar bola matanya kesal. “Ya, kan sekarang masih pacar. Kamu tunggu di sini aja, pulang duluan juga jauh lebih baik. Kamu mau kerja juga, kan?” Mitha meneliti penampilan Halim yang sudah rapi sedari dia di antarkan oleh kedua orang tuanya tadi.

“Aku gak jadi berangkat kerja. Aku akan tunggu di sini. Berapa lama kamu butuh waktu buat mutusin dia? 5 menit? 10 menit? Atau 15 menit cukup?”

“Satu jam”

“Kamu mau mutusin hubungan atau mau bikin anak di sana? Lama banget satu jam. Aku kasih waktu 5 menit buat kamu mutusin dia, dan 5 menit buat jalan ke sana. Jadi, kamu punya waktu 10 menit”

“Bentar banget!” protes Mitha. “Kamu kira mutusin hubungan secepat itu?!”

“Hubungan kamu belum seserius itu sama dia sampai harus butuh waktu lama buat nyelesaiin semuanya. Aku gak mau tahu, 10 menit harus selesai semua, Mit. Aku gak akan kasih kamu waktu buat berduaan sama dia. Aku gak tahu apa yang bakal muncul di benak kalian nanti, bisa aja kamu melarikan diri”

Mitha mendengus. “Apaan sih! Siapa juga yang mau melarikan diri”

“Kosannya nomor berapa?” tanya Halim.

“Lantai 3 nomor 305” jawab Mitha. Kemudian, perempuan itu keluar dari mobil, dan menutup pintu mobil dengan membantingnya.

Halim sedikit terkejut karena Mitha membanting pintu cukup keras. Laki-laki itu hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah Mitha. Halim beralih melihat jam tangannya, mengecek pukul berapa Mitha naik ke sana, dan memantau waktu 10 menit dari sekarang.

Mitha menaiki tangga menuju lantai 3, di mana Zaki tinggal, pacarnya itu memang tinggal di sebuah kosan, lumayan elite, tapi minusnya tidak memiliki lift. Mitha tidak yakin bisa menempuh perjalanan selama 5 menit, ini saja dia kelelahan naik tangga yang jumlahnya sangat banyak itu.

Mitha berdiri di depan pintu kosan Zaki, mengetuk pintu berulang kali. “Zaki, ini aku, Mitha. Buka pintunya, aku mau ngomong”

Mitha menunggu beberapa saat sampai Zaki membukakan pintu. Terlihat Zaki baru bangun tidur dengan bertelanjang dada, dan rambut yang acak-acakan, dari mulutnya menguar bau alkohol. Mitha mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah saat merasakan bau alkohol memenuhi kamar Zaki. Ini kunjungan Mitha kedua kalinya ke kosan Zaki. Dia lebih sering bertemu dengan Zaki di luar.

“Kamu gak mabuk, kan, Ki?” tanya Mitha. Ingin memastikan jika dia nanti tidak akan berbicara dengan orang mabuk.

Zaki menutup pintu kamar, kemudian membalikkan badannya, menatap Mitha. “Semalam aku mabuk-mabukan pas kamu lagi enak-enakan sama Halim. Gimana semalam? Enak tidur sama Halim? Dia jago di ranjang?”

“Apa sih, Ki. Aku sama Halim gak ngelakuin itu”

“Aku lihat kamu ciuman sama dia, dan aku gak tahu apa yang kamu lakuin pas VC di matiin. Bisa aja kan kamu tidur sama dia” Zaki menarik kursi yang ada di kosannya, dan duduk di sana. “Enak gak batang Halim?”

“Ki, kok kamu malah ngomong gitu, sih? Aku ke sini niatnya mau ngomong baik-baik loh sama kamu. Aku mau minta maaf”

Zaki mengangguk. “Oke, aku akan maafin kamu, asal kamu puasin aku” Zaki bangkit dari duduknya, berjalan mendekati Mitha. “Habis puasin Halim, kamu harus puasin aku juga dong. Kamu harus adil, Mit”

Mitha memundurkan langkahnya saat melihat tatapan Zaki yang terlihat begitu aneh. “Ki, kayaknya aku ngomong sama kamu nanti aja deh, kamu masih mabuk kayaknya” Mitha hendak menggapai gagang pintu, tapi Zaki terlebih dahulu menahan tangannya.

“Kenapa sih? Aku juga mau di puasin kayak Halim” Zaki membelai wajah Mitha.

Mitha memejamkan matanya sejenak, memundurkan kepalanya menghindari sentuhan dari tangan Zaki. “Aku sama Halim gak ngelakuin apa-apa, Ki”

“Aku gak peduli, kamu harus puasin aku kalau mau dapat maaf dari aku”

Mitha tersentak saat Zaki menarik tangannya, dan melemparkan tubuhnya ke atas kasur milik laki-laki itu. Mitha menatap Zaki panik. “Ki, jangan gini!”

Zaki mendorong Mitha untuk berbaring, dan laki-laki itu duduk mengangkangi paha Mitha, menahan kaki Mitha agar tidak bergerak. Dengan cepat Zaki menarik baju tidur Mitha, membuat semua kancingnya copot, terlempar ke sisi kasur, dan sebagian terlempar ke lantai menimbulkan bunyi berdenting.

“Jangan, Ki” Mitha menutupi bagian atas tubuhnya dengan tangan, air matanya sudah berlinang.

“Lo kira gue gak sakit hati lihat lo sama Halim, hah?!”

Mitha menggeleng-gelengkan kepalanya. “Aku sama Halim gak ngapa-ngapain, Ki”

“Gak ngapa-ngapain, tapi bibir lo sampai luka karena ciuman sama dia” Zaki mengusap bibir Mitha dengan kasar sampai luka yang tadi sudah kering kembali berdarah. “Kalau emang dasarnya jalang, tetap aja jalang!”

“ENGGAK, ZAKI!” Mitha berteriak saat Zaki menarik paksa celana tidurnya. Mitha menarik kakinya untuk terduduk, meringkuk di sudut kasur. Mitha berusaha menyembunyikan tubuhnya yang setengah telanjang. Mitha gemetar di dalam duduknya sambil terisak.

Zaki tersenyum senang melihat tubuh Mitha. Zaki mendekati Mitha, ingin menarik paksa perempuan itu untuk kembali berbaring di atas kasur. Mitha berusaha terus memberontak, dan melarikan diri dari Zaki. Mitha sampai jatuh tersungkur ke lantai dengan kepala terbentur lantai. Mitha meringis merasakan perih di kepalanya.

“Lo mau gaya nungging, Mit?” tanya Zaki, menarik pinggul Mitha ke arah selangkangannya. “Mau gini?” Zaki memaju mundurkan bokongnya, masih dengan celana lengkap, tapi Mitha bisa merasakan benda yang mengeras itu.

“LEPAS!” teriak Mitha. Perempuan itu menggapai tangan Zaki, mencoba melepaskan tangan laki-laki itu darinya. “JANGAN! AKU GAK MAU!” Tangisan Mitha terdengar semakin kencang.

Suara gebrakan pintu terdengar, Halim menatap tajam ke arah Zaki yang memperlakukan Mitha dengan tidak senonoh seperti itu. Dia mendengar teriakan Mitha saat berniat akan menghampiri perempuan itu karena waktu 10 menitnya sudah lewat. Halim melangkahkan kakinya dengan cepat, terkesan berlari, dan satu pukulan dia layangkan kepada Zaki.

“ANJING LO! LO APAIN BINI GUE!”

Zaki tersungkur ke kasur, sementara Mitha kembali jatuh ke lantai karena pegangan Zaki pada pinggulnya terlepas. Halim mendekati Mitha, berjongkok di dekat perempuan itu. Rahang Halim mengeras saat melihat kondisi bibir dan kening Mitha yang berdarah.

“Halim” rintih Mitha, menatap Halim dengan wajah basah oleh air mata.

“Maafin aku, Mit. Aku telat” Halim mengusap wajah Mitha dengan lembut. Dia harusnya mengecek ke atas lebih awal lagi, tidak perlu menunggu 10 menit. Harusnya Halim bersikeras menemani Mitha ke atas untuk menemui Zaki.

Mitha menggelengkan kepalanya. “Aku mau pulang, Lim”

Halim menarik Mitha ke dalam pelukannya. “Iya, kita pulang” Halim merenggangkan pelukannya, kemudian berdiri. Halim menatap tajam ke arah Zaki yang duduk di atas kasur sambil menyeringai. “BANGSAT LO!” Pukulan kembali Halim layangkan ke arah Zaki.

Halim menarik selimut yang ada di kasur, menggunakan selimut itu untuk menutupi tubuh Mitha. “Ayo, kita pulang” Halim mengangkat tubuh Mitha yang sudah dia balut dengan selimut.

“Pakai itu cewek bekasan gue. Emang lo mau sama cewek yang udah di pakai cowok lain” teriak Zaki.

Halim mengepalkan kedua tangannya, dia berbalik menatap Zaki. “Mitha istri gue, sampai kapan pun dia tetap istri gue. Lo gak pantas buat cewek kayak Mitha”

Jika tidak mengingat kondisi Mitha saat ini yang bisa saja hal itu membuat perempuan itu trauma, maka Halim sudah menghabisi Zaki saat itu juga. Halim harus memikirkan Mitha yang ada di gendongannya, perempuan itu sangat terguncang dengan apa yang terjadi.

*****

LimMit! (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang