BAB 33

1K 59 1
                                    

“Masih marah, hmm?” tanya Halim

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Masih marah, hmm?” tanya Halim. Laki-laki itu mendekati Mitha yang tengah duduk di kasur dengan posisi bersandar ke kepala ranjang.

Saat kedua orang tua mereka telah pulang, Mitha tiba-tiba saja mendekatkan bibirnya kepada Halim ketika pintu rumah baru di tutup. Halim refleks menahan tubuh Mitha, mendorong Mitha menjauh dengan gerakan pelan, sangat lembut. Halim bukannya tidak mau mencium Mitha, tapi dia baru saja merokok di luar bersama Andra dan Adi. Mitha langsung marah, merasa di tolak, dan memilih berdiam diri di kamar.

Mitha memalingkan mukanya ke arah lain saat Halim duduk di sisi kasur, menatapnya. Kedua tangannya di lipat di dada, wajahnya cemberut. “Pikir aja sendiri”

“Tadi, aku baru selesai merokok, Sayang. Aku gak bermaksud nolak kamu. Sekarang aku udah gosok gigi, kalau__”

“Udah gak mood” potong Mitha, masih belum mau melihat Halim.

Halim menghela napas pelan. Menghadapi Mitha yang dulu saja dirinya harus sabar. Apalagi Mitha dengan kondisi hamil yang hormonnya naik turun, mood yang tidak stabil. Sepertinya, Halim harus meluaskan lagi ruang kesabarannya berkali-kali lipat dari sebelumnya.

“Aku minta maaf, ya? Aku tadi udah salah. Jangan marah lagi, nanti dedeknya ikut BT” Halim mengusap perut Mitha yang masih datar. “Kalau kamu marah ke aku, nanti anak kita ikut marah juga ke aku”

“Salah kamu sendiri”

Halim mengangkat kepalanya, menatap Mitha yang masih cemberut. Laki-laki itu terkekeh geli. “Udah, jangan manyun lagi” Halim mengecup singkat bibir Mitha.

Mitha menatap Halim kesal, menutup bibirnya dengan tangan. “Aku gak mau, Halim! Kamu ciuman sama Tanisa aja sana! Jangan sama aku!”

Halim terdiam beberapa saat, pembahasan tentang Tanisa kembali di ungkit. “Aku gak mau ke depannya kehidupan kita terus di sangkut pautin sama Tanisa, Sayang. Gak baik buat hubungan kita. Aku telepon Tanisa biar semuanya jelas, ya”

“Gak mau!” sentak Mitha. Perempuan itu menahan tangan Halim yang hendak mengambil ponsel.

“Biar aku yang ngomong kalau kamu gak mau ngomong” Halim mencondongkan tubuhnya ke arah lain, menghindari tangan Mitha yang ingin mengambil alih ponselnya.

Mitha yang tidak bisa menahan Halim, menatap kesal ke arah laki-laki itu. Mitha mendengus kasar, melipat kedua tangannya di dada. Dia tidak lagi berusaha menahan Halim yang sudah mengetikkan pesan kepada Tanisa, meminta izin untuk menelepon perempuan itu.

Halim mendekatkan ponselnya ke arah telinga saat Tanisa mengangkat teleponnya. “Halo, Tan. Ini aku, Halim”

"Iya, Halo, Halim. Kenapa? Kamu berubah pikiran?”

Halim melirik Mitha sejenak, kemudian menggelengkan kepalanya. “Keputusan aku tetap yang sama, Tan”

Ucapan Halim sedikit membuat Mitha tertarik, perempuan itu menatap Halim dengan alis berkerut. Penasaran dengan apa yang di bicarakan oleh Tanisa di balik telepon.

LimMit! (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang