BAB 18

941 42 0
                                    

Tubuh Mitha terasa remuk akibat Halim yang tidak berhenti menggempurnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tubuh Mitha terasa remuk akibat Halim yang tidak berhenti menggempurnya. Halim terus saja berganti posisi, meminta izin kepada Mitha, dan Mitha tidak kuasa untuk menolak. Mitha menikmati sentuhan Halim, tangan kekar itu membuatnya ketagihan. Mereka benar-benar membuat keributan semalam tanpa memikirkan bahwa ada Hima di rumah mereka. Halim, maupun Mitha sama-sama terhanyut dalam kegiatan panas di atas ranjang.

Halim mengeratkan pelukannya, menarik tubuh Mitha semakin dekat. Tidurnya sangat nyenyak, dan Halim sangat enggan untuk membuka matanya. Jika tidak mengingat ada Hima, Halim mungkin memilih kembali tidur sambil terus memeluk tubuh Mitha.

Halim tersenyum melihat Mitha, perempuan itu sudah membuka matanya, sama sepertinya. "Capek gak?"

Mitha mengangguk. "Dikit, paha aku pegal"

"Aku pijitin" Halim memijat pelan paha Mitha dengan tangannya. Mitha pegal karenanya, dan Halim harus bertanggung jawab untuk itu. "Kalau capek, kamu istirahat aja. Aku harus keluar, soalnya ada Hima"

Ah, Mitha baru mengingatnya. Di rumah mereka sedang ada Hima. Mitha menggigit bibir bawahnya sejenak. "Hima dengar gak, ya?" Mitha sedikit takut jika suara mereka semalam di dengar Hima. Mitha tidak bisa diam, terus saja menjerit, mendesah di bawah Halim.

Halim terkekeh. "Aku gak tahu. Gimana lagi, udah gak tahan aku"

Halim harap, Hima tidak mendengarnya. Terdengar mustahil memang, dinding kamarnya tidak kedap suara. Suara Mitha di kamar sebelah saja selalu bisa Halim dengar, kemungkinannya Hima juga mendengar percintaan mereka semalam. Hima juga sudah dewasa, Halim tidak perlu khawatir walaupun adiknya itu mendengarnya.

"Udah, Lim" Mitha menghentikan tangan Halim yang masih memijat pahanya. "Kasihan Hima, dia belum sarapan pasti"

Halim mengecup pipi Mitha. Tatapannya beralih ke arah leher Mitha yang terdapat beberapa jejak kepemilikannya. "Semalam sakit gak?" Halim menyentuh jejak merah di leher Mitha.

Mitha menggeleng. "Enggak. Emangnya merah, ya?"

Halim mengangguk. "Iya, lumayan banyak juga. Nanti kamu mau keluar gak walaupun ada merah-merah gini? Kalau gak mau, aku antar sarapan ke kamar aja"

Mitha menyentuh lehernya sendiri, tampak berpikir sejenak. "Aku keluar aja. Gak enak kalau diam aja di kamar, padahal lagi ada Hima. Nanti bekasnya bisa aku tutupin"

Halim memeluk Mitha lagi, membuat Mitha menatap Halim aneh. Mitha membalikkan badannya, menatap ke arah Halim. "Katanya mau keluar"

"Bentar lagi" Halim membelai pipi Mitha dengan lembut, menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. "Masih pengen aku"

Mitha tersenyum, dia bisa merasakan kejantanan Halim yang sudah menegang di bawah sana. Kejantanan itu menusuk-nusuk pahanya dengan posisi tubuh mereka yang begitu dekat. "Dia berdirinya karena apa?"

"Karena pengen"

"Selain itu?" tanya Mitha penasaran.

"Lagi mikir jorok, bayangin kegiatan seksual, banyak. Di sentuh sama tangan kamu juga berdiri" Halim membawa tangan Mitha untuk menyentuh kejantanannya. Halim memejamkan matanya, tangan lembut milik Mitha mengantarkan listrik. "Jangan, sayang" Halim menahan tangan Mitha yang mengusap kejantanannya. "Aku takut gak bisa nahan diri, nanti aku malah nusuk kamu lagi"

LimMit! (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang