Hari yang di tunggu tunggu telah tiba, dimana hari Rafidar akan kembali ke Indonesia beberapa hari lagi. Senyuman tak pernah luntur di wajah tampannya membuat siapapun yang melihatnya akan ikut tersenyum."Bang, lo gak gila kan?" Sebuah pertanyaan yang terlontar dari mulut lemes Refi membuatnya mendapatkan pukulan maut dari Rafa.
"Aduh! Sakit bang! Kok lo mukul pala gue. Kalau sampai gue gagar otak. Lo mau tanggung jawab. Hah!" Refi mengelus kepalanya yang sakit akibat pukulan dari Rafa.
"Lo ngatain bang Rafi gila."
"Abis dari tadi senyam senyum sendiri, gue cuma takut bang Rafi gila gitu."
"Gue gak gila." Sahut Rafidar lalu menghampiri kedua adiknya. Maksudnya adik dari Rafidar yang asli, kemudian duduk di sebelah Rafa.
"Lha terus, ngapain abang senyum senyum sendiri kek tadi. Jadi gak salah kan, kalo gue mikir abang gila."
Ucapan Refi benar juga. Kalau gak gila, apa setres. Orang senyum senyum sendiri kayak begitu.
"Gue masih waras, emang gak boleh! gue senyum senyum sendiri. Gue itu, seneng aja bisa balik lagi ke Indonesia," lalu Rafidar merebahkan tubuhnya dan paha Rafa di jadikan bantalnya.
"Gue ngantuk, mau tidur bentar."
"Tidur di kamar."
"Gak! Gue mau di sini."
"Tapi-"
"Bisa diam gak!"
Rafa tidak menjawab lagi, percuma saja berdebat dengan abangnya ujung ujungnya dirinya yang mengalah.
Jadi, ini ceritanya kebalik gitu? Adik yang mengalah pada kakaknya.
Rafa hanya bisa menghela napas berat, namun dalam hatinya sangat bahagia. Karena sekarang ia bisa sedekat ini dengan Rafidar Tanpa harus diam diam lagi seperti dulu.
Begitu juga dengan Refi, melihat perubahan dari abang pertamanya membuatnya sangat bahagia dan juga senang. Meskipun harus selalu berdebat atau bertengkar dengan Rafidar, tapi itu yang di inginkan Refi dari dulu.
Refi ingin keluarganya bahagia seperti dulu saat mamanya masih ada. Walaupun dulu Rafidar pendiam jarang berinteraksi dengan kedua adiknya, setidaknya dulu mereka pernah dekat.
Tapi sejak kejadian penculikan dan mamanya meninggal dunia, Semuanya menjadi berantakan papanya sering marah, bahkan menyalahkan semuanya pada Rafidar.
Rafidar yang awalnya sudah pendiam dan penakut, menjadi lebih parah. Ia tidak pernah lagi berbicara dengan keluarganya, jangankan berbicara bertemu saja tidak mau.
Hanya dengan bik Sri dan Mala saja Rafidar mau bertemu dan berbicara.
Rafa dan Refi tidak bisa berbuat apa-apa, karena selain Rafidar tidak mau bertemu dengan siapa siapa papanya juga melarang mereka berdua untuk bertemu dengan Rafidar. Jika ketahuan mereka menemui abangnya, pasti papanya akan melukai Rafidar.
Dengkuran halus terdengar mulut Rafidar. 'lucu' mungkin kata yang tepat untuk Rafidar dengan mulut sedikit menganga.
"Sekarang kelihatan lucu banget pas tidur. Tapi kalau udah bangun, kelihatan sok galak kek kucing garong."ujarnya Refi sambil tersenyum melihat abang pertamanya tertidur pulas di pangkuan Rafa.
"Hah! Gue seneng sekarang bang Rafi udah berubah. Tapi rasanya ada yang aneh," Refi memang sudah curiga dari awal Perubahan sikap dan perilaku Rafi begitu mendadak. dan anehnya lagi, abangnya itu cuma melukai tangannya tapi kenapa bisa amnesia?
Dokter bilang kalau kepalanya tidak ada luka sama sekali, lalu apa penyebab abangnya bisa mengalami amnesia.
"Aneh,"
KAMU SEDANG MEMBACA
RAFIDAR MAHESA. (On Going)
Teen FictionRAFIDAR tidak pernah menyangka hal ini terjadi padanya, transmigrasi jiwa. Siapa yang percaya itu akan terjadi di dunia nyata kan, itu semua hanya ada di dalam sebuah novel saja dan itu Juga hanya sebuah imajinasi dari seorang penulis novel. Tapi ad...