"Bima.."Deg..
Bima beranjak dari duduknya dan ingin pergi dari sana, namun tangannya lebih dulu di cekal oleh seseorang yang tadi memanggilnya.
"Tunggu! Aku ingin bicara denganmu."
"Tidak ada yang perlu kita bicarakan."
"Ada, Bim. Tolong beri aku waktu untuk menjelaskan semuanya. Aku mohon," Dimas harus segera mengakhiri kesalah pahaman ini. Sudah cukup baginya bersabar, masalah sebesar ini harus secepatnya di akhiri.
"Apa yang mau kamu jelaskan, bukanya semuanya sudah jelas!"
"Bima, bukan aku yang menculik dan membunuh Din--"
Bukk!!
"Jangan pernah menyebut nama istriku dengan mulut busukmu itu!" Marahnya.
Dimas mengusap bibirnya yang sedikit mengeluarkan darah, " Kenapa Bim, kenapa kamu tidak pernah percaya padaku! Sudah berapa kali aku katakan, bukan aku pelakunya!" Kenapa sulit untuknya menyakinkan Bima bahwa dirinya tidak bersalah.
"Ayah! Ayah kenapa bisa jatuh? Ayah gapapa." Teriak Lia saat melihat ayahnya terduduk di bawah.
"Ayah, mulut ayah berdarah," Lia terkejut ketika melihat darah di bibir ayahnya.
"Ayah gapapa, ini tadi gak sengaja ayah jatuh, terus berdarah. Lia jangan khawatir ayah baik baik aja kok."
"Beneran gapapa."
"Iya."
"Om siapa?" Tanya Lia pada Bima yang masih berdiri di tempatnya.
"Om..."
"Oh.. ini teman ayah, tadi mau bantu ayah, ehh.. keburu Lia dateng.." ucap Dimas berbohong supaya anaknya tidak bertanya lagi.
"Iya kan Bim," Dimas mengedipkan matanya mengode Bima agar menjawab 'iya' dan Bima mengangguk "iya."
Bima mengulurkan tangannya guna membantu Dimas berdiri, "Terima kasih," ucap Dimas.
"Sama -sama."
"Ayah, ayo cepat ikut Lia, kakaknya tadi menangis ayah.." memang tadi Ela di suruh Sela untuk mencari Dimas. Sebab Sela yang kebetulan sedang menjaga anaknya yang belum sadar tiba tiba saja menangis. Membuatnya sangat terkejut, akhirnya Sela memanggil dokter dan menyuruh Ela mencari ayahnya.
"Menangis, kakak sudah sadar Lia?"
"Lia gak tau, makanya ayo liat kakak ayah.." Lia menarik tangan Dimas supaya segera ke ruang rawat kakaknya.
"Iya iya.. ayo, Bima sekali lagi terima kasih. Aku pergi dulu." Pamitnya.
Bima tak menjawab, tapi pikirannya tertuju pada pembicaraan Dimas dengan anaknya tadi. "Kakak, siapa yang di maksud dengan 'kakak' apa dia anaknya Dimas?
Bima menggelengkan kepalanya membuang pikiran tersebut, "Itu bukan urusanku." Setelahnya pergi dari sana tujuannya adalah ke ruang rawat Rafidar. Apakah anaknya sudah sadar atau belum, Bima sangat mencemaskan keadaan Rafidar, apalagi setelah mengetahui jika Rafidar sedang sakit.
•••••
Rafidar sudah sadar sejak setengah jam lalu, tapi ada yang aneh dari sikapnya setelah bangun dari pingsan nya. Dan itu membuat kembar bingung. "Bang, lo nyadar gak sih, bang Rafi jadi aneh sejak dia sadar." bisik Refi pada Rafa yang sejak tadi hanya menatap Rafidar penuh tanda tanya.
Rafa juga bisa melihat keanehan dari abangnya. "Liat, tapi biarkan saja." Jawab Rafa santai, dan itu membuat Refi mendengus kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAFIDAR MAHESA. (On Going)
Novela JuvenilRAFIDAR tidak pernah menyangka hal ini terjadi padanya, transmigrasi jiwa. Siapa yang percaya itu akan terjadi di dunia nyata kan, itu semua hanya ada di dalam sebuah novel saja dan itu Juga hanya sebuah imajinasi dari seorang penulis novel. Tapi ad...