11

1.2K 60 5
                                    


Akhirnya Boby bisa bernapas lega, karena dua orang beda usia itu sudah berdamai. Ya, walaupun harus dengan adanya kesepakatan dahulu.

"Beneran, situ gak bakal bohongin gue, kalau sampai bohong.. Awas aja!" Rafidar dengan mata melotot sok galak memastikan jika ucapan dari pria tua itu benar benar tidak bohong.

"Kamu tidak percaya dengan kakekmu sendiri," kesal Mahendra. Sia sia bicara panjang lebar, jika cucunya masih tidak percaya dengan kata-katanya.

"Bukan begitu, gue cuma mau mastiin doang! Siapa tau situ bohongin gue lagi! Gue gibeng lo-." Ujarnya yang tak kalah kesal.

"Iya, tapi ada syaratnya."

"Apalagi Sihh.."

"Panggil saya kakek," kata Mahardika dengan menekan kata kakek.

"Cuma itu doang?" Tanya Rafidar.

"Hm." Hanya deheman yang keluar dari mulut Mahardika.

Percayalah saat ini ia sedang menahan emosinya, jika tidak ingat pemuda yang ada di hadapannya itu cucunya sendiri. Pasti sudah sedari tadi Mahardika membuangnya ke sungai.

Di kira sampah! Main buang aja!

"Oke setuju, Kakek," Rafidar langsung menyetujui dan memanggil dengan sebutan kakek.

Mahardika merasa senang mendengar panggilan itu, sudah lama ia tidak mendengar cucunya memanggilnya kakek.  Sebenarnya salahnya juga yang selalu mengacuhkan dan menjauhi Rafidar.

Hanya karena Rafidar tidak seperti yang ia harapkan, menjadi pemuda yang berani, dan juga bisa di andalkan. Sebagai cucu pertama yang nantinya akan menggantikan posisinya di perusahaannya. Tapi nyatanya Rafidar tumbuh menjadi anak yang penakut dan lemah. Kecewa itulah yang di rasakan Mahardika selama ini.

Benci, tentu saja tidak!

"Kalo begitu gu- aku juga punya permintaan," pintanya. Rafidar tidak mau rugi lah! Jika itu pria tua punya syarat, ia juga harus minta imbalan.

Dan imbalanya ia punya satu permintaan, mau tau Rafidar minta apa sama Mahardika? Rafidar ingin kembali ke Indonesia.

Ya kembali ke Indonesia, sebab ia sudah mengetahui bahwa keluarga Mahardika punya saudara yang tinggal di Indonesia. Maka dari itu dengan alasan ingin mengunjungi anggota keluarga yang ada di sana, sekalian Rafidar bisa mencari tahu tentang tubuhnya yang dulu.

Apakah sudah mati,ada ada di suatu tempat dengan keadaan koma begitu, itu artinya jika tubuhnya koma kesempatan untuk kembali ke tubuh aslinya bukan.

Ya... Semoga saja.

*****

Sudah bisa Rafa tebak apa yang di lakukan oleh Bima papanya. Pasti mengrung diri di kamar mandi, dan menyakiti dirinya sendiri dengan mengores lengannya menggunakan pisau kecil lipat.

Bima selalu mengunakan pisau itu untuk menggores tangannya sendiri.

"Bang, gue rasa ini udah terlalu lama, apa sebaiknya kita dobrak ini pintu," Refi sudah mulai mencemaskan keadaan papanya.

Jika terlalu lama di biarkan, Refi khawatir papanya akan mati kehabisan darah. "Bagaimana?"

Rafa pun memikirkan hal yang sama, jika begini terus papanya akan mati sia sia. Kalo papanya sampai mati sebelum minta maaf pada Rafidar, tidak! Itu tidak boleh terjadi. Pikiran macam apa itu!

"Gimana!" Ulang Refi mulai kesal karena Rafa hanya diam tidak menjawab pertanyaanya.

"Hah! Iya, gue buka," Rafa merogoh saku celananya mengambil kunci cadangan. Soal kunci cadangan, Rafa memang sudah menyiapkannya. Buka hanya satu tapi ada banyak kunci cadangan yang ia simpan.

RAFIDAR MAHESA. (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang