2

3.5K 211 8
                                    


Sepasang mata yang semula tertutup rapat kini mulai berkedip, apakah ini pertanda bahwa pemiliknya akan segera membuka matanya.

Seorang wanita paruh baya yang masih setia duduk di sampingnya menyadari akan itu. "Tuan muda, tuan muda bisa mendengar suara saya," ucapanya sambil mengelus pipi tirus pemuda yang sedang terbaring lemah dengan tangan kirinya di lilit kain perban, dan tangan kanan terdapat infus tertancap di punggung tangannya.

Wanita itu terlihat begitu senang, karena tuan muda yang sudah anggap sebagai anaknya sendiri akhirnya sadar dari komanya.

Samar samar pemuda itu mendengar suara dari wanita tersebut, tapi matanya seakan berat untuk terbuka. Akhirnya ia hanya bisa mengerakan jari jarinya meskipun pelan, namun wanita itu dapat merasakan gerakan jarinya.

"Tuan muda bisa mendengar ucapan bibi, jika ya, tuan muda coba gerakan lagi jari tangannya." Ucap bik Sri, nama wanita paruh baya yang sudah merawat anak majikannya itu sejak bayi hingga sekarang.

Dengan perlahan Rafidar mencoba menggerakkan jari tangannya, ya. Rafidar pemuda yang sudah tertidur selama tiga bulan kini akhirnya bangun juga.

"Sebentar bibi panggilkan dokter, terima kasih banyak Tuhan, akhirnya engkau mengabulkan doa hamba," ucapnya bersyukur karena doanya dikabulkan oleh Tuhan.

Kemudian bik Sri keluar dari ruangan untuk memanggil dokter, saking bahagianya sampai bik Sri melupakan tombol yang ada di samping ranjang.

Saat ingin membuka pintu, pintu itu lebih dulu di buka oleh seseorang.

"Kenapa?" Tanya orang itu melihat bik Sri terlihat terburu buru.

"Tuan, tuan muda Rafi sudah bangun tuan." Jawab bik Sri sedikit takut saat berhadapan dengan tuan muda keduanya itu.

"Bangun, sejak kapan." Ucap Rafa dengan nada dingin sampai membuat bik Sri merinding.

"A-anu tuan, baru saja."

"Panggil dokter." Perintahnya dan langsung di angguki oleh bik Sri.

"Baik tuan." Kemudian keluar untuk memanggil dokter.

Sementara Rafa dengan ekspresi wajah datarnya berjalan menuju ranjang Rafidar, tatapan mata tajam itu bertemu dengan tatapan mata milik Rafidar. Tapi tunggu, ada apa dengan tatapanya? Itu seperti bukan tatapan mata yang selama ini ia lihat dari abangnya.

Ya, saat Rafa mendekat bertepatan dengan Rafidar benar benar membuka kedua matanya, jika Rafidar yang dulu selalu takut dan menghindari tatapan mata dari Adeknya, lain untuk sekarang. Rafidar yang sekarang justru membalas kembali tatapan tajam Adeknya itu. Hal itu membuat Rafa heran, ada apa dengan abangnya itu? Apa hanya gara gara mencoba bunuh diri dengan mengores tangan bisa berubah sikap seseorang? Aneh.

"Lo siapa?" Pertanyaan yang keluar dari mulut Rafidar sungguh membuat Rafa semakin bingung. Apa otak abangnya sedang bermasalah? Hingga abangnya lupa dengan dirinya.

"Lo bisu ape budek sih? Di tanya diem bae." Kesal Rafidar melihat orang yang ada di depannya malah diam saja bukan menjawab pertanyaanya.

"Muka aja ganteng, tapi sayang budek!"

Rafidar sungguh ingin menampar orang ini? Udah muka seperti tembok datar, bisu lagi.

"Abang lupa sama kita berdua, udahlah bang! Gausah pura pura amnesia," sahut seorang yang baru saja datang.

"Sekarang mau drama apa lagi? Udah lumpuh, sekarang amnesia." Lanjutnya lalu duduk di sofa yang ada di sana.

Rafidar masih bingung dengan situasi saat ini, memangnya dia siapa? Berani sekali bicara seperti itu dengannya. Rafidar ingin sekali bangkit dan meninju wajah songong laki laki tadi yang seenak jidat menuduhnya sembarangan. Kenal aja gak!

RAFIDAR MAHESA. (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang