13

984 53 7
                                    


Saat ini keluarga Mahardika sudah sampai di bandara. Sekitar satu jam lagi baru mereka akan Take off.

"Tuan muda mau minum," ucap bik Sri menawarkan minum saat melihat Rafidar nampak seperti kelelahan.

Padahal ia hanya berjalan kaki dari mobil sampai ke dalam bandara, dan itu jaraknya lumayan jauh. Tapi sudah membuatnya lelah seperti berjalan berkilo kilo meter.

"Iya bik," jawab Rafidar yang hendak mengusap keningnya yang basah oleh keringat menggunakan tangannya.

"Pake ini, jangan pake tangan, Kotor." ucap Rafa lalu memberi Tisu basah pada Rafidar.

Rafidar menerima tisu basah tersebut, kemudian mengusap wajahnya dengan tisu itu. "Perhatian juga ini si muka datar." Batinnya.

Tapi ada rasa senang dalam hatinya. Jadi begini rasanya punya saudara, apalagi di perhatikan dari hal sekecil apapun. Untuk Rafidar yang sedari kecil tidak punya saudara,  tentu itu menjadi suatu kebahagiaan sendiri untuknya.

Bisakah ia merasakannya lebih lama lagi? Tapi itu tidak mungkin kan. Kalau suatu saat nanti ia kembali ke raga aslinya.

"Ini tuan muda," bik Sri memberikan segelas air putih  Dan di terima baik oleh Rafidar. "Terima kasih bik."

"Sama sama, ini sudah menjadi tugas bibi."  Bik Sri merasa senang melihat Rafidar yang sekarang. Bik Sri berharap dengan perubahan itu, bisa membuat hubungan keluarga Mahardika kembali seperti dulu.

Setelah menunggu beberapa saat, kini semua sudah berada di dalam pesawat.  Ternyata Mahardika sudah menyiapkan pesawat pribadi untuk mereka. Dan semua sudah di persiapkan jauh jauh hari tanpa sepengetahuan anak dan cucunya.

"Jadi kakek udah nyiapin ini buat kita." Rafidar tidak menyangka jika kakeknya telah menyiapkan semuanya.

"Tentu saja, semua demi kamu," ucap Mahardika sambil mengusap kening Rafidar yang masih berkeringat.

"Kamu istirahat, nanti kakek bangunin jika sudah sampai."

"Hem," jujur saja saat ini ia sangat mengantuk, entah kenapa akhir akhir ini Rafidar sering merasa cepat lelah. Padahal sedang tidak melakukan apa-apa, tapi tubuhnya sudah lelah dan selalu berkeringat seperti habis melakukan pekerjaan berat.

Apa ada yang salah dengan tubuhnya? Semoga hanya perasaannya saja.

Sementara Bima, pria tiga anak itu sedari tadi hanya diam saja. Bima tidak tahu harus berbuat apa sekarang, pikirannya melayang kemana mana.

Bayangan masa lalu kembali berputar di otaknya. Apa yang akan lakukan selanjutnya? Dari mana ia akan memperbaiki semuanya. Bima sungguh tidak tahu harus dari mana untuk meluruskan masalahnya dengan seseorang yang dulu pernah menjadi bagian terpenting dari hidupnya.

Haruskah ia mundur, dan bersembunyi seperti pengecut yang selama ini ia lakukan. Lari sejauh mungkin tanpa bertanggung jawab atas segalanya.

Tapi tidak! Bima sudah memikirkan hal ini. 'Melanjutkan' atau ia akan kehilangan semuanya. Seperti ucapan dari papanya tempo hari.

Ancaman papanya sungguh tidak main main. Apapun yang sudah di ucapkan Mahardika, itulah yang akan terjadi. Siap pun tidak bisa melarang bahkan menghentikanya.

Berbeda dengan Bima yang sedang sibuk dengan pikirannya sendiri. Si kembar Rafa dan Refi, mereka memilih untuk tidur sebentar mengistirahatkan mata dan pikiran.
sebab beberapa hari ini mereka berdua sibuk mengurus dari perpindahan sekolah mereka dan juga Mala tentunya.

Kenapa tidak Bima atau Mahardika yang mengurusnya? Jawabannya  Rafa Refi tidak mau mereka yang mengurusnya. Selagi masih bisa di lakukan sendiri, kenapa harus orang lain yang melakukannya, itu prinsip mereka berdua.

RAFIDAR MAHESA. (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang