ﺑِﺴۡـــــــــﻢِ ﭐﻟﻠّٰﻪِ ﭐﻟﺮَّﺣۡـﻤَـٰﻦِ ﭐﻟﺮَّﺣِـــــــﻴْﻢ
📿📿📿
Bulan perlahan muncul di balik awan abu-abu, ditambah dengan taburan bintang bintang yang bersinar terang mampu membuat siapa saja terdiam membisu menatap keindahannya, seorang gadis yang mengenakan piyama tampak berdiri di balkon dengan kepala menengadah ke atas untuk menyaksikan keindahan alam yang Allah ciptakan.
Beberapa helaan nafas keluar dari bibir nya tak kala ia mengingat hal yang menjadi beban pikiran hingga sampai saat ini.
"Ya Allah, ini gimana? Aya, takut bunda sama ayah kecewa." Matanya mulai mengabur disaat air mata mulai mengembun.
Setetes air mata sudah luruh membasahi pipi mulus nya, gadis itu menunduk dan menarik nafas dalam. "Aya payah, pasti bunda sama ayah bakal kecewa sama Aya."
"Athaya."
Gadis itu berjingkrak kaget saat merasakan pundak nya ditepuk dan mendengar namanya di sebut dengan lembut.
"Bunda? Ayah?"
"Kamu baik-baik saja nak?" Alif memandang khawatir melihat Athaya, yang terlihat sedih.
"Kok ayah sama bunda gak ngucapin salam dulu, Aya kan jadi kaget." Athaya cemberut.
Ayana terkekeh melihat wajah Athaya yang terlihat menggemaskan. "Udah, bunda sama ayah udah ngucapin salam dan ngetuk pintu, tapi Aya gak jawab jadi ayah sama bunda masuk saja karena khawatir."
Athaya menggaruk pipi nya yang tak gatal. "O-oh gitu bun."
Ayana mengusap lembut lengan Athaya. "Aya, kenapa? Mau cerita sama bunda nak?"
Athaya menunduk dengan meremas kuat-kuat ujung piyama nya guna menghilangkan rasa gugup yang di rasa.
"Nak?" Alif menarik lembut tangan Athaya, dan menatap tepat pada kedua bola mata indah milik Athaya yang sangat mirip dengan Ayana.
"Baiklah, Aya cerita. Tapi Aya harap ayah sama bunda jangan kecewa ya."
Alif dan Ayana saling tatap, dan dengan kompak mengangguk. Kemudian ketiganya duduk di karpet yang ada di kamar Athaya.
Athaya terdiam beberapa saat untuk mengumpulkan keberanian untuk berbicara.
Athaya berdehem pelan. "Ja-jadi, tadi di sekolah Aya, ada ulangan matematika. Dan Aya dapat nilai 80, padahal Aya sebelumnya udah belajar udah do'a juga supaya Allah bantu Aya, tapi ternyata usaha Aya sia-sia karena nilai yang Aya dapatkan jelek." Jelasnya dengan suara yang amat sangat pelan.
Hening. Suasana menjadi hening saat Athaya selesai berbicara, baik Ayana maupun Alif tak ada yang mengeluarkan suara.
"Maaf ... " lirih Athaya, dengan suara bergetar menahan tangis.
"Maafin Aya, bun, ayah. Aya payah, Aya bukan anak yang pintar, Aya-"
Ucapan Athaya, terhenti ketika merasakan Ayana memeluknya. "Jadi kekhawatiran kamu hanya karena hal ini, nak?"
Athaya mengangguk dalam pelukan Ayana. "Maaf, bun."
"Berhentilah meminta maaf nak, kamu tidak melakukan kesalahan apapun sehingga Aya, harus terus menerus meminta maaf."
"Tapi Aya gagal, Aya payah karena gak bisa dapetin nilai yang sempurna." Kata Athaya, masih merasa gagal menjadi seorang anak.
Ayana mengelus lembut puncak kepala Athaya, dan memberikan senyum menenangkan. "Nak ... Dengerin bunda. Kamu tau? Bunda sama ayah gak pernah marah ataupun kecewa jika kamu mendapatkan nilai kurang baik, karena melihat usaha kamu saja yang ingin membanggakan ayah dan bunda dengan prestasi mu itu sudah mampu membuat kita bahagia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tasbih Pembawa Jodoh 2
Short Storysequel Tasbih Pembawa Jodoh -di kala takdir menuntun mu pada ku-