8

498 94 18
                                    

Jennie tidak ingat kapan terakhir kali menyalakan kompor, memakai pemanggang roti, menggunakan penanak nasi, dan berjalan ke sana-kemari di dapurnya sendiri untuk menyiapkan sarapan. Bahkan, sesaat sebelum memasuki dapurnya pada subuh tadi, ia berkali-kali berharap semoga kekacauan tidak dilakukannya pagi ini.

Mungkin dua atau tiga tahun yang lalu terakhir kali ia membuat nasi goreng, mungkin juga dua atau tiga tahun lalu terakhir kali memanggang roti, juga menuang susu untuk Ella di gelasnya, entah. Beruntung, ia masih ingat bagaimana melakukan semuanya sampai pekerjaannya selesai, walaupun tentu meninggalkan tumpukkan cucian piring di wastafel.

Langkahnya terayun ke arah anak tangga setelah melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul enam pagi. Sesaat ia merutuk pelan, karena biasanya Juli membangunkan Ella pukul setengah enam dan gadis kecil itu sudah mengenakan pakaian seragam lengkapnya pada pukul enam pagi.

"Ella?" Jennie mengetuk pintu tiga kali, lalu membuka pintu ketika mendengar sahutan kecil dari arah dalam. "Maafin Mommy karena...." Jennie mematung di ambang pintu, menatap gadis kecil yang kini tengah duduk di ujung tempat tidur seraya mengancingkan kemeja seragamnya.

"Pagi, Mom!" sapa Ella, lalu kembali menunduk, masih sibuk dengan kancing kemejanya.

"Pagi...," balas Jennie, nyaris berbisik. la melangkah masuk. "Mommy pikir, kamu belum bangun."

Ella menyengir setelah berhasil merapikan semua kancing kemejanya, lalu turun dari tempat tidur. "Bi Juli bilang, selama Bi Juli di kampung, aku harus mandiri," ujarnya. "Bi Juli juga udah nyiapin semua seragam yang harus aku pakai selama tiga hari."

"Oh, ya?" Jennie tersenyum, getir. Bertanya-tanya dalam hati, ke mana saja ia selama ini, sampai tidak sadar bahwa Ella sudah bisa melakukan semua hal untuk dirinya sendiri sejauh ini?

"Oke, Mommy bantu masukin buku sesuai jadwal mata pelajaran hari ini aja kalau gitu!" Jennie menatap jadwal pelajaran yang tertulis di sebuah kertas warna-warni di atas meja belajar. "Hari ini..." telunjuk Jennie menelusur di kertas itu. "...Hari Selasa, jadwal pertama Matematika."

"Mom?"

Jennie mengalihkan tatapannya pada jejeran buku di rak buku, di bagian atas meja belajar. "Ini, ya?" tanyanya seraya menarik buku bersampul biru. "Ini buku Matematika?"

"Mommy?" Ella tersenyum, meraih buku dari tangan Jennie lalu menyimpannya kembali ke sela kosong di antara buku lainnya. "Ini namanya buku Tematik."

Jennie meringis. "Oh, Mommy salah?"

"Iya." Ella menyengir. "Lagian, aku biasa masukin buku pelajaran itu malam hari. Bi Juli bilang, biar besoknya semua udah siap. Jadi, tadi malam aku udah masukin semua, Mom."

Begitu, ya? Jennie mengangguk kecil, berusaha tersenyum, tapi rasanya sulit sekali. Mengapa tidak ada yang ia ketahui sedikit pun dari Ella? Anaknya sendiri?

"Makasih ya, Mom," ujar Ella seraya meraih tas sekolahnya. "Udah mau bantuin aku pagi ini, aku seneng banget." Dua tangan kecil itu meraih tangan Jennie. "Mommy habis masak, ya?"

"Hmm?" Jennie mengerjap, lalu menunduk untuk menatap apron biru muda yang masih dikenakannya. "Mommy bau, ya?" tanyanya.

Ella menggeleng. "Nggak, kok." Tangannya menarik tangan Jennie ke luar sembari menyerahkan sebuah sisir dan ikat rambut. "Mommy sisirin rambut aku selama aku sarapan, ya?"

"Oke!" Sahutan Jennie membuat Ella tertawa kecil. Entah kenapa, pagi ini Ella terlihat jauh lebih ekspresif dari biasanya.

Sekarang, keduanya sudah berada di meja makan. Jennie berdiri di belakang Ella, menyisir rambutnya, selanjutnya mengikatnya menjadi kuncir kuda setelah bingung hendak mengikatnya dengan gaya seperti apa. Ah, benar-benar, ia sangat tidak bisa diandalkan.

Bertahan (JENSOO) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang