Jennie masih mendongak ke belakang, menatap Jisoo yang matanya masih tertuju pada layar komputer. Ia ingat ketika mendengar pernyataan Hyunjin tadi siang, rasanya seperti tiba-tiba diseret ke masa lalu, di mana ia kembali menjadi Jennie yang mengagumi Jisoo dari kejauhan, tersenyum diam-diam saat pria itu tersenyum atau tertawa, memandangnya lekat-lekat saat pria itu tengah serius dengan tugas kuliahnya di perpustakaan atau berdiskusi dengan teman organisasinya.
Kekonyolan yang dimulai dari seragam putih-biru, sampai akhirnya berani mendekat, menyatakan perasaannya ketika keduanya duduk di bangku kuliah.
Jennie ingat saat itu, saat Jisoo baru saja selesai melakukan sidang skripsi dan menjadi lulusan terbaik di fakultasnya. Jennie menunggu di balik dinding fakultas, bersama buket bunga hidup warna-warni yang terselip sebuah kertas di dalamnya, yang entah bisa dikatakan surat atau bukan karena isi tulisannya terlalu singkat.
Keramaian mengerumuni Jisoo ketika baru saja keluar dari ruang sidang, buket bunga dan berbagai macam hadiah menyerbunya, sampai laki-laki itu kelihatan kesulitan memeluk semua kejutan yang didapatkan dari teman-temannya——ada Bona di antara salah satunya, bahkan menjadi orang pertama yang menyambut Jisoo dari ruang sidang.
Jennie masih berdiri di tempatnya, menunggu Jisoo terbebas dari kerumunan yang entah akan berakhir kapan, ucapan selamat untuk Jisoo dari orang-orang baru kembali hadir setelah yang sebelumnya sudah pergi. Begitu terus sampai Jisoo tidak kunjung beranjak dari tempatnya.
Sedikit putus asa, saat itu Jennie hanya bisa mengembuskan napas kencang. Buket bunga yang berada di tangan, dipeluknya. Ia berpikir, mungkin seharusnya menyerah saja, tidak melakukannya. Padahal, di antara tahun-tahun yang ia lalui untuk mengagumi Jisoo, ia berharap bisa mengatakannya, membuat Jisoo tahu, ada seorang gadis yang begitu memujanya. Hanya itu.
Walaupun setelah itu mereka tidak akan pernah bertemu lagi.
Karena, setelah hari itu, mungkin Jisoo tidak akan kembali ke kampus, sampai hari wisudanya tiba. Jadi, sebelum itu terjadi, Jennie ingin mengakhiri semuanya. Mengakhiri semua kekagumannya sebelum Jisoo benar-benar pergi, berharap bisa memiliki kehidupan normal tanpa bayangan Jisoo setiap harinya.
Iya, ketika Jisoo sudah meninggalkan kampus, itu artinya kegiatan Jennie untuk mengaguminya berakhir. Jisoo akan melanjutkan pendidikan ke luar negeri, dan Jennie tidak mungkin lagi mengejar langkah lebarnya. Waktunya habis. Cukup sampai di sana.
Jennie masih menunduk, menatap buket bunga dalam genggamannya. Ia sudah tidak berharap banyak. Jisoo.... mungkin saja seolah-olah diciptakan dalam dunia lain, hanya untuk ditatap, tidak untuk didekati, disentuh.
Jennie baru saja akan melangkah pergi ketika seorang pria tinggi tiba-tiba hadir di hadapannya. Ia mendongak, untuk beberapa detik kehilangan kemampuan berpikir, kehilangan kemampuan untuk bergerak, tubuhnya membeku.
Pria yang saat itu berdiri di hadapannya adalah Jisoo. Yang sebelumnya tidak pernah memiliki jarak sedekat itu.
Jennie mengerjap, memastikan laki-laki di hadapannya adalah benar, Jisoo. Tidak pernah membayangkan hal itu sebelumnya. Karena, dalam pikirannya terpatri, Jisoo bukan untuk berada dalam jangkauan, walaupun ia benar-benar mengharapkannya.
"Permisi," ucap Jisoo, yang membuat Jennie mengangkat dua alisnya, bingung. Setelah itu, Jisoo menunjuk ke arah belakang punggung Jennie, yang ternyata merupakan jalan untuk menuju ke toilet.
"O-oh. Maaf." Jennie menggeser tubuhnya, memberikan ruang bagi Jisoo untuk berjalan.
Namun, Jisoo tidak langsung pergi, malah tertegun di tempatnya, cukup lama, seperti menunggu Jennie untuk meyakinkan diri. Setelah tidak ada sesuatu yang berarti yang Jennie tunjukkan, langkah Jisoo mulai terayun, pergi. Dan saat melihat punggung Jisoo yang mulai menjauh, Jennie baru sadar bahwa sejak tadi ia menyia-nyiakan kesempatan.