Jennie berbalik, mengubah posisi tidurnya sembari menarik selimut. Ia masih ingin tertidur. Lelap. Seperti semalam. Di mana mimpi-mimpi yang membuatnya gelisah tidak hadir lagi dan tidak ada perasaan resah setelah terbangun berkali-kali seperti malam-malam biasanya.
Semalam... ia benar-benar tertidur. Dalam pelukan Jisoo.
Namun, pagi ini, sesuatu memaksanya membuka mata. Dengan keadaan kepala yang masih terasa berat dan ingin kembali tidur, Jennie sadar bahwa hari ini ia harus bangun lebih cepat untuk menemani Ella berangkat sekolah, menyiapkan segala kebutuhannya.
Ia bangkit, melirik ruang kosong di sampingnya. Tidak ada lagi Jisoo di sana. Pria itu pasti sudah bersiap kerja. Namun, matanya membulat saat melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul delapan pagi. "Ella!" teriaknya seraya menyibak selimut dari kaki. "Ya ampun." Jennie mengusap wajahnya dengan kasar, langkahnya terasa oleng karena terburu-buru dan segera memegang handle pintu.
"Ella, maafin Mommy. Mommy kesiangan," serunya lagi sembari menuju kamar gadis kecilnya itu. Namun..., kosong. Saat membuka pintunya, tidak ada siapa-siapa di dalam. Jennie mengumpati dirinya sembari menuruni anak tangga, lalu melihat meja makan yang diisi beberapa piring kotor dan potongan roti, tapi tidak dihuni siapa pun.
"Ella?" Jennie berputar, tatapannya berpendar, mencari sosok gadis kecil itu. Karena, tidak mungkin anak itu pergi sekolah sendirian, kan? Jisoo sudah pasti berangkat kerja sejak pagi.
Jennie baru saja akan melangkah ke luar. Namun, suara pintu depan yang terbuka membuatnya terkejut. "Ella?" serunya lagi sambil melangkah ke sana.
Namun tebak, siapa yang baru saja dilihatnya menutup bilah pintu dan berjalan di ruang tamu sekarang?
Jisoo. Pria itu, dalam waktu sesiang ini-versinya, masih mengenakan kemeja putih juga celana khakinya dan berkeliaran di rumah. "Udah bangun?" tanyanya ketika melihat Jennie.
"Mas, kamu...."
"Habis antar Ella ke sekolah," ujarnya seraya menghampiri Jennie. Ia memegang keningnya. "Tadi malam kamu agak demam, tapi kayaknya sekarang udah baikan."
Jennie yang sempat terkejut dengan tangan Jisoo yang tiba-tiba menempel di keningnya, kini masih mematung di tempat saat pria itu sudah beranjak meninggalkannya. Ia berbalik perlahan, menatap Jisoo yang kini memasuki pantry. "Kamu ... nggak kerja?"
"Kamu sakit. Di rumah nggak ada asisten." Itu bukan jawaban, tapi Jennie bisa menyimpulkannya.
"Kamu bisa bangunin aku tadi. Aku udah baikan kok." Jennie melangkah mendekat, berdiri di sisi meja makan, melihat Jisoo kini membuka lemari es, meraih beberapa sayuran yang masih berada di dalam kemasan dan menaruhnya di meja dapur.
Jisoo hanya menghela napas, meraih apron dari lemari gantung di sudut kanan pantry dan memakainya. "Semua pakaian udah aku antar ke laundry. Rumah udah aku bersihkan tadi pagi."
Ucapan Jisoo membuat Jennie mengedarkan pandangannya, melihat lantai yang memang jauh lebih bersih dari semalam ia tinggal tidur. "Mas...." Jennie ingin meminta maaf. Tentang pagi ini, atau mungkin saja tentang percakapan dan racauan terakhirnya semalam, sebelum Jennie terlelap tanpa sadar.
Jisoo mulai memotong sayuran, lalu mendongak hanya untuk berkata, "Lapar? Tunggu sebentar."
Jennie meninggalkan ruangan itu beberapa saat untuk mandi dan berganti pakaian. Saat sudah kembali ke meja makan, ia masih melihat Jisoo dengan apron kremnya berdiri di depan kompor sembari mengaduk masakannya--yang entah apa--di dalam panci.
Jisoo dan segala keteraturan yang dimilikinya. Entah apa yang tidak bisa ia lakukan di dunia ini. Urusan rumah yang membuat Jennie hampir menyerah, bahkan bisa diselesaikan dengan rapi dalam waktu sepagi ini. Dan semua hal yang tak terduga bisa dilakukan oleh seorang Jisoo, Jennie menjamin pria itu bisa mengatasinya dengan mudah.