11

554 105 15
                                    

Pagi ini Jisoo harus sampai di kantor lebih pagi karena pekerjaan kemarin yang tertunda. Setelah menyelesaikan semua berkas di atas mejanya, siang ini ia harus melakukan survei ke lapangan bersama Bona, dilanjut dengan beberapa jadwal meeting yang juga tertunda karena keputusan tidak bekerjanya hari kemarin.

Tadi pagi, sebelum berangkat kerja, Jisoo menyempatkan untuk membuat sarapan berupa dua tangkup roti panggang selai cokelat dan stroberi. Ia melakukannya di saat Jennie masih berada di kamar Ella, sibuk membantu gadis kecil untuk mempersiapkan keperluan sekolahnya.

Roti berisi selai cokelat untuk Ella.

Sementara roti berselai stroberi untuk Jennie.

Katakan saja itu kejutan kecil di pagi hari—jika bisa dikatakan demikian.

Siang ini, satu cup kopi panas yang dibelinya dari coffee shop tadi pagi sudah mulai dingin, baru disesap setengahnya karena ia terlalu sibuk dengan semua berkas di meja. Sarapan bahkan tidak masuk ke dalam list kegiatannya pagi ini.

Jisoo mengecek ponselnya, untuk ke ... ke sekian kali. Ia bahkan kewalahan jika harus disuruh menghitung berapa kali melihat layar ponselnya sejak pagi, setiap menit, mungkin saja ia melakukannya. Pasalnya, di bawah piring roti berisi selai stroberi untuk Jennie, ia menyelipkan sebuah kertas yang berisi pesan, Hubungi aku kalau ada apa-ара.

Namun, sampai siang hari, Jennie tidak kunjung menghubunginya.

Oke, ia memang sama sekali tidak berharap mendapat telepon untuk sebuah kabar buruk. Namun,..... ehm, begini, apa Jennie sama sekali tidak ingin mengomentari roti panggang yang ditinggalkannya tadi pagi di meja makan? Lalu.... berterima kasih?

Jisoo menyingkirkan berkas di mejanya, kursinya diputar seratus delapan puluh derajat, membelakangi meja dan meninggalkan semua pekerjaannya. Kali ini, fokusnya hanya tertuju pada layar ponsel.

Jisoo sudah menyentuh nomor kontak Jennie, nama kontak bernama 'Istriku' itu muncul beserta foto Jennie yang tengah tersenyum lebar ke arah kamera sembari memeluk Ella yang memiliki ekspresi yang sama. Ia menyentuh kolom pesan, yang menunjukkan beberapa pesan dari pekan lalu, dan hanya berisi pesan yang benar-benar singkat tentang keperluan sekolah Ella tanpa membahas masalah lain.

Seburuk itu komunikasi keduanya, bahkan Jisoo lupa kapan terakhir kali ia menelepon Jennie, istrinya sendiri.

Tangannya bergerak-gerak di atas layar ponsel tanpa menyentuh, ragu memilih antara mengirim pesan atau langsung menelepon. Namun, entah mendapat dorongan dari mana, ibu jarinya dengan yakin menekan satu sambungan telepon, sehingga foto Jennie dan Ella kini memenuhi layar ponselnya, yang anehnya tiba-tiba membuatnya tersenyum.

Jisoo masih memandangi layar ponselnya, sampai sambungan telepon benar-benar tersambung dan melewatkan waktu dua detik untuk memandangi wajah dua perempuan dalam hidupnya... yang mungkin saja belum pernah benar-benar ia bahagiakan.

"Halo, Mas?" Suara di seberang sana menyapa saat Jisoo baru saja menempelkan ponsel ke telinga. "Kenapa? Ada masalah?"

Apa sebuah sambungan telepon yang dilakukan oleh seorang suami harus selalu berarti ada masalah atau ada apa-apa? Sejanggal itu memang telepon darinya. "Nggak." Jisoo berdeham. "Lagi apa?"

"Hah?" Jennie malah kedengaran bingung.

"Kamu."

"Apanya?"

"Kamu. Lagi apa?"

Hening beberapa saat. Hening semakin panjang. Sampai rasanya Jisoo merasa seluruh isi perutnya berputar-putar dan mulas. Kenapa menunggu jawaban dari pertanyaan sesederhana itu membuatnya segugup ini?

Bertahan (JENSOO) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang