Jisoo berdiri di tepi ranjang, menyaksikan Jennie mengemasi semua pakaiannya ke dalam koper. Dan ia, seperti melihat semua kenangan tak kasat mata yang mereka punya berusaha dibawanya pergi. Namun, rasanya percuma karena semua kenangan itu akan tetap hidup walau wanita itu pergi sejauh apa pun.
Jisoo memang menyetujui untuk melepaskannya, membiarkannya melepaskan diri, tapi bukan berarti Jennie yang harus pergi dari rumah. "Rumah ini milik kamu, milik Ella," ujar Jisoo, kembali mengingatkan Jennie, dan wanita itu menoleh.
"Iya," gumamnya sebelum kembali memalingkan wajah untuk meraih sisa pakaian dari lemari.
"Kamu dan Ella bisa tetap di sini, dan aku yang pergi." Entah untuk kali ke berapa Jisoo merayu Jennie untuk tetap diam di kediaman mereka. Namun, Jennie bersikeras untuk pergi.
Sesaat, gerakan Jennie terhenti, tangannya mengusap lipatan pakaian di dalam koper. "Dan.... kamu menjamin Mama nggak akan mengganggu aku dan Ella, jika aku memilih tetap di sini?" Akhirnya, Jennie mengucapkan alasan sebenarnya. Wanita itu meliriknya, tersenyum.
Benar, Jisoo tidak bisa menjamin Mama tidak menyentuh Jennie lagi jika wanita itu tetap berada di rumah ini.
"Aku dan Ella akan baik-baik saja, kembali tinggal bersama Ibu," ujar Jennie, meyakinkan Jisoo. "Dan, untuk sekolah Ella, akan aku pikirkan sebelum liburan semesternya selesai."
Ah, ya. Tentang Ella. Gadis kecil itu hanya tahu bahwa kepergiannya sekarang hanya untuk berlibur di rumah neneknya selama liburan semester, sehingga Jisoo melihat raut wajah antusias saat gadis kecil itu berkemas di kamarnya tadi.
"Jen...."
Kali ini, suara Jisoo tidak membuat Jennie menoleh. Wanita itu hanya menggumam seraya sibuk menutup ritsleting kopernya.
"Percayalah bahwa.... aku nggak pernah menyerah." Jisoo membawa berat suaranya saat bicara. "Tidak ada usaha terakhir untuk mempertahankan kamu, mempertahankan Ella."
Jennie tidak menanggapi, ia terlihat menyibukkan diri dengan kotak make-up yang kini dikemasnya.
"Sekarang aku membiarkan kamu pergi, tapi biarkan aku berharap kamu akan kembali." Jisoo masih berdiri di tempatnya, walaupun seluruh jengkal dalam tubuhnya ingin merengkuh tubuh wanita itu dalam dekap. "Aku nggak akan tinggal diam, Jennie."
Jennie masih tidak menoleh, kali ini langkahnya terayun menuju kabinet di samping ranjang, menarik laci kecil itu dan meraih sesuatu di dalamnya. "Aku akan bawa ini," ujarnya seraya menunjukkan album foto yang mereka punya semasa Ella kecil. "Jaga-jaga kalau.... Ella rindu kamu."
"Aku nggak akan membiarkan Ella hanya melihat aku dari selembar foto seandainya dia rindu. Aku akan datang." Melihat Jennie melakukan hal itu, membuat Jisoo merasa perpisahan itu akan benar-benar terjadi, mereka seolah-olah tidak ada kesempatan bertemu lagi dan..... Ella hanya akan menemukan sosoknya dalam album foto.
Katakan, itu tidak akan pernah terjadi.
Jennie mengangguk. "Kamu bilang, kamu takut berjanji. Jadi... jangan berjanji, Mas."
Jisoo pernah berpikir demikian, tapi kali ini ia benar-benar berharap bisa menepati janjinya. Banyak janji yang ia ucapkan pada dirinya sendiri ketika mendengar Jennie meminta pergi. Janji tentang..... mempertahankan apa yang dimilikinya, tentang mempertahankan keutuhan rumah tangganya, tentang..... hidup selamanya bersama dua orang berharga yang kini ia biarkan pergi.
Tidak akan terjadi lagi, ketika Jennie meminta pergi dan ia diam. Dan kembali, ia berjanji pada dirinya sendiri bahwa 'tidak akan terjadi lagi', tidak akan, pada semua akhir buruk yang pernah dibayangkannya dulu.