13. Birds of A Feather

119 8 4
                                    

Birds of a feather flock together, orang-orang yang mempunyai minat dan selera yang sama secara alami akan menemukan satu sama lain dan berkumpul.  Eros menatap kumpulan orang di hadapannya yang tentu memiliki kehidupan yang berbeda dengannya. Secara apapun, ada tembok tinggi dan tebal antara mereka yang membuat dirinya sulit membaur. Sekalipun ada Kai di sana.

Tetapi Eros juga tahu, hatinya tidak baik-baik saja menyaksikan ini semua. Pernah ada dibayangannya tentang hari ini tetapi tidak secepat dan... Aidan anak Ale lah orangnya. Banyakkah yang dia lewati saat memutuskan untuk pergi? Apakah benar keputusannya dulu? Apakah penebusan dosanya akan berlaku seumur hidup karena bayangan hidup bersama Erys kian terasa semakin jauh dan mustahil.

Diliriknya dasi yang dia pakai dengan bahagia tadi pagi, rencananya akan dia tanyakan pendapat Erys apakah cocok tetapi rencana hanya menjadi rencana. Dengan cepat Eros memutar tumitnya untuk menjauh dari pemandangan itu sayangnya, suara yang selalu membuatnya bahagia pun suara yang tidak ingin dia dengar kali ini dengan lantang memanggil namanya.

"Kak Eros!" Erys melambaikan tangannya pada Eros yang diam di tempat dengan tatapan datar lalu mengajak Aidan dengan semangat menuju Eros. "Ai, Kak Eros." Erys menunjuk pada Eros yang hanya diam saja.

Aidan tersenyum, dimata Aidan tidak ada perubahan dalam diri Eros kecuali tatapannya yang semakin tajam serta auranya yang semakin dingin tidak tersentuh. Juga Eros tampak lebih dewasa dari terakhir kali, tampak lebih hidup dan berisi juga dari waktu itu. Ah, ternyata bukan tidak ada tetapi ada dan hanya orang-orang tertentu saja yang sadar. Kecuali Erys. Erys masih terlalu kecil untuk mengerti.

"Halo Kak Eros, masih ingat aku?" Tanya Aidan dengan senyuman lebar khasnya.

Eros hanya mengangguk sekali, lalu menatap Erys yang menatapi Aidan dengan tatapan berbinar. Eros pernah mendapatkan tatapan itu dulu sekali, saat mereka masih sedekat nadi. "Pulang, Erys."

Senyum Erys perlahan luntur mendengar perkataan Eros yang dikatakan tanpa ekspresi. Erys menggeleng, "aku mau nginep di rumah Om Ale. Udah izin dan dibolehin," ucapnya.

"Kakak tidak izinkan. Pulang." Eros menatap Erys dengan datar, itu bukan sebuah pernyataan semata tetapi perintah mutlak.

Dengan cemberut, Erys menggeleng keras kepala. "Gak mau, lagian cuma di Om Ale!" Eyelnya namun Eros tampak tidak mengindahkannya.

"Pulang," ujar Eros pelan penuh penekanan membuat Kaivan langsung menyela.

"Pulang aja lo," Kaivan memberikan kode agar Erys menurut saja karena aura Eros tampak hitam dan Kaivan jujur saja merasa takut jika emosi Eros meledak. Namun memang benar jika Erys sudah bucin, biasanya kode itu tersampaikan dengan baik sekarang malah Erys masih berkeras. Lalu pandangan Kaivan menatap Aidan dengan memelas.

"Pulang aja ikut Kak Eros. Besok Ai jemput buat berangkat ke kampus sekalian jalan-jalan, mau?" Aidan lalu menatap Erys dengan senyuman membuat Erys berpikir sejenak.

Jika ikut pulang dengan Aidan, nanti dia hanya menghabislan waktu untuk tidur dan bertemu besok saja. Dan jika dia pulang ke rumah, besok Erys bisa menghabiskan waktunya seharian bersama Aidan. Tentu yang menguntungkanlah yang Erys pilih.

"Okay, nanti aku chat. Ai jangan lupa, awas aja kalau lupa nanti aku minta jalan-jalannya tiga hari full," Erys akhirnya setuju untuk pulang bersama Eros lalu pandangannya bertemu dengan netra Eros yang malah semakin menggelap.

Aidan tertawa namun tawanya jadi tertahan saat Eros turut menatapnya dengan tatapan dingin dan gelap. Sebagai sesama laki-laki, Aidan tau apa arti tatapan itu. Tetapi mengabaikan Erys juga bukan keinginannya, Aidan pun sangat menyayangi Erys jadi tidak salah kan?

Fall ApartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang